Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), M. Hanif Dhakiri mengatakan pentingnya penerapan budaya 5S di lingkungan kerja guna meningkatkan produktivitas. Adapun 5S merupakan sebuah metode penataan dan pengelolaan tempat kerja secara sistematis dan terorganisir dengan pendekatan proses perubahan sikap. “Maksud dan tujuan dari penerapan 5S sendiri adalah untuk membentuk sikap atau perilaku yang harus dimiliki oleh setiap orang dan diaplikasikan di mana saja, tidak hanya di lingkungan kerja saja tapi juga di rumah,” kata Hanif pada saat wawancara yang dituliskan di dalam Kompas.com pada tanggal 19 Oktober 2019.

5R Ringkas - Rapi - Resik - Rawat - Rajijn - kaizenpro                       The Power of Energy: Motto K3 di Tempat Kerja

Pada era revolusi industri 4.0 saat ini, budaya 5R atau sering disebut juga dengan istilah 5S sudah banyak sekali diterapkan dalam industri atau organisasi, terbukti melalui penerapkan budaya 5R atau (5S) tersebut banyak sekali industri–industri yang tumbuh dan berkembang menjadi industri maju dan memiliki daya saing yang tinggi. Budaya 5R atau (5S) merupakan sebuah langkah investasi awal bagi sebuah industri untuk menuju kesuksesan yang berkesinambungan. Karena sudah terbukti budaya 5R (5S) dapat meningkatkan produksi, mutu, dan dapat juga meningkatkan keselamatan di tempat kerja.

Pengertian dari budaya 5R (5S) ialah merupakan suatu cara atau metode yang dipergunakan untuk mengatur atau mengelola tempat kerja menjadi lebih baik secara berkelanjutan. Penerapan  budaya 5R (5S) bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pada tempat kerja. Adapun manfaat penerapan budaya 5R (5S) dalam tempat kerja adalah meningkatkan produktivitas karena pengaturan tempat kerja yang lebih efisien, meningkatkan kenyamanan karena tempat kerja selalu bersih dan lapang, mengurangi potensi bahaya di tempat kerja karena kualitas tempat kerja yang baik dan menambah penghematan karena menghilangkan berbagai pemborosan yang ada di arae tempat kerja.

5R atau (5S) sebenarnya berasal dari negara Jepang yang sudah diaplikasikan oleh berbagai negara. Dalam bahasa aslinya (Jepang), 5S merupakan kependekan dari Seiri, Seiton, Seisō, Seiketsu dan Shitsuke. Dan dalam bahasa Inggris, 5S diadaptasi menjadi Sort, Set In order, Shine, Standardize and Sustain. Sedangkan dalam Bahasa Indonesia, 5S diterjemahkan menjadi 5R, Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin.

Melihat jauh kebelakang, sejarah dari budaya 5R (5S) pertama kali dikembangkan di negara Jepang untuk menjalankan Just In Time Manufacturing. Budaya 5R (5S) dimulai sebagai bagian dari Toyota Production System pada awal dan pertengahan abad ke-20. Sistem ini juga diidentifikasi sebagai Lean Manufacturing di dunia barat yang memiliki tujuan untuk meningkatkan value dari produk atau jasa.

Lean Manufacturing di Toyota digunakan pada banyak tools seperti, kaizen, kanban, jidoka, heijunka, dan poka-yoke. 5R (5S) dianggap sebagai dasar dari Toyota Production System karena telah membantu mereka untuk membuat tempat kerja yang bersih, teratur dan konsisten dalam mendapatkan hasil yang bagus. Karena tempat kerja yang berantakan akan cenderung membuat pekerja menjadi membuat salah (Human Error), memperlambat produksi dan bahkan membuat kecelakaan kerja. Semua dampak buruk tersebut akan mengganggu produktivitas dan operasional perusahaan.

Tahap dari 5R (5S) mungkin terdengar abstrak untuk sebagian orang namun, sebenarnya konsep ini mudah untuk di mengerti dan dipraktekan oleh siapapun di tempat kerja. 5R (5S) melibatkan pekerja secara langsung untuk menilai keberadaan benda dalam tempat tertentu, menghilangkan hal-hal yang tidak diperlukan, menyusun barang secara rapi, melakukan tugas housekeeping dan menjaga siklus ini tetap berjalan secara berkelanjutan.

Terdapat 5 tahapan dalam penerapan 5R (5S) di tempat kerja adalah ringkas, rapi, resik, rawat dan rajin. Dalam masing-masing tahapan tersebut memiliki maksud dan tujuan yang berbeda, seperti yang pertama adalah tahapan ringkas. Pada tahapan ini mencakup pemilahan semua peralatan, furnitur, material, dan lain sebagainya. Tahapan ini juga mengharuskan kita untuk mengidentifikasi barang mana saja yang diperlukan dan barang mana yang tidak diperlukan. Pertanyaan yang harus ditanyakan pada tahapan ini adalah apa tujuan dari benda ini?, kapan benda ini digunakan?, seberapa sering benda ini digunakan?, siapa yang menggunakan? dan apakah harus berada di sini?.

Pertanyaan-pertanyaan di atas akan membantu kita untuk menilai sebuah barang. Tempat kerja dapat menjadi lebih baik tanpa benda yang tidak diperlukan atau jarang dipergunakan. Pastinya, dengan menghilangkan benda tersebut, akan diperoleh ruang kosong baru di area tempat kerja. Dalam menilai apakah benda ini diperlukan atau tidak dapat melibatkan orang yang bekerja di area tersebut, karena merekalah yang mengetahui kegunaan dari barang-barang tersebut. Tindakan yang dapat lakukan dalam tahap ringkas dalam 5R (5S) terhadap benda-benda yang tidak diperlukan adalah bisa didaur ulang, dibuang, dijual atau dimasukan ke tempat penyimpanan.

Dalam sebuah kasus value dari barang yang tidak pasti seperti, barang tidak dipergunakan dalam beberapa waktu terakhir namun, pekerja berpikir bahwa benda ini mungkin dapat digunakan nantinya maka, berikanlah label penanda pada barang tersebut. Label penanda ini biasanya terbuat dari stiker yang bisa dilampirkan pada benda yang menjadi pertanyaan. Pada label penanda dapat diisi informasi tentang benda tersebut seperti, deskripsi, lokasi, nama orang yang menggunakan dan tanggal. Benda yang telah diberikan label penanda ini harus diletakkan pada area khusus bersama dengan benda lainnya yang memiliki status yang sama. Apabila dalam waktu tertentu benda tersebut masih belum digunakan, maka saatnya benda itu dikeluarkan dari tempat kerja. Karena benda yang memiliki label penanda, namun belum disingkirkan akan memakan tempat dan yang pasti bertentangan dengan prinsip 5R (5S).

Tahapan yang ke dua adalah rapih, dimana ketika benda yang tidak diperlukan telah disingkirkan, maka bisa dilihat fungsi sebenarnya dari benda tersebut. setelah itu waktunya untuk menyortir benda yang lolos dalam tahap ringkas. Hal yang harus diperhatikan adalah siapa atau area kerja mana yang menggunakan benda tersebut?, benda mana yang digunakan?, benda apa yang digunakan paling sering?, apakah benda tersebut dapat dikelompokkan?, di mana benda ini secara logis harus ditempatkan? apakah beberapa benda harus ditempatkan lebih ergonomis untuk pekerja? apakah beberapa peletakkan benda menyebabkan pergerakan yang tidak diperlukan?, dan apakah membutuhkan tempat penyimpanan khusus untuk membuat barang lebih teratur?.

Dalam tahap ini, harus ditentukan pengaturan mana yang paling logis. Hal ini, dapat dilihat melalui tugas, frekuensi dari tugas tersebut, rute yang dilalui pekerja dalam area tertentu. Implementasi dari tahapan ini adalah untuk mengatur area tempat kerja secara logis sehingga, semua peralatan berada dalam jarak yang dekat dan mudah dijangkau serta penempatan komponen benda sesuai dengan kegunaannya untuk membantu mempermudah dalam menemukan dan mengambil benda yang diperlukan. Tetapkan lokasi untuk peletakkan benda-benda dan pergunakan label atau petunjuk dengan jelas sehingga, mudah untuk ditemukan.

Tahapan yang ke tiga adalah resik, dalam tahap resik ini pekerja diminta untuk melakukan pekerjaan housekeeping membersihkan area tempat kerja termasuk menyapu, mengepel, meletakkan peralatan dan material secara logis. Tahap resik ini juga meliputi pemeliharaan rutin peralatan dan mesin. Perencanaan dalam pemeliharaan peralatan dan mesin akan membantu untuk menangkap masalah dan mencegah timbulnya kerusakan pada alat sehingga, tidak akan memicu timbulnya kerugian yang diakibat karena area tempat kerja yang kotor. Dalam tahap resik ini jangan salah artikan sebagai tindakan yang harus dilakukan oleh tim cleaning service saja namun, dapat dilakukan oleh siapapun secara rutin di tempat kerja. Hal ini, akan membuat pekerja merasa memiliki area tempat kerjanya.

Tujuan dari tahapan resik ini adalah ingin meningkatkan efisiensi dari proses produksi, keselamatan kerja, pengurangan terhadap limbah, pencegahan terhadap kesalahan (Human Error), menjaga area kerja bersih dan menyenangkan. Dalam tahapan ini implementasinya dapat berupa membersihkan area kerja dan peralatan secara harian atau interval yang teratur serta sering, Inspeksi area kerja dan peralatan ketikan melakukan pembersihan.

Tahapan yang ke empat adalah rawat, sebelumnya diatas sudah dijelaskan tiga dari lima tahapan 5R (5S) dan apabilah ke tiga tahapan awal tersebut sudah diselesaikan, maka area kerja akan terlihat lebih bagus, semua benda yang tidak diperlukan akan dikeluarkan, semuanya terlihat terorganisir, area dibersihkan dan peralatan dalam urutan yang bagus.

Namun, masalahnya adalah ketika 5R (5S) baru diterapkan di perusahaan, maka akan sangat mudah membuat perusahaan tersebut terlihat bersih dan terorganisir namun, hal tersebut dapat perlahan hilang dan kembali seperti semula karena tidak dirawat. Tahap rawat membuat 5R (5S) berbeda dari hanya sekedar housekeeping menjadi sebuah perbaikan berkelanjutan secara konsisten. Tahapan ini membuat semuanya menjadi tersistemisasi dan membuat pekerja memiliki kebiasaan 5R (5S). Tahap rawat termasuk pemeriksaan tugas reguler, membuat jadwal dan menerbitkan instruksi sehingga aktivitas menjadi rutin dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaan.

Checklist 5R (5S) yang dibuat secara harian dan jadwal pembersihan yang dibuat berisikan frekuensi pembersihan akan sangat membantu dalam tahapan rawat serta didalanya juga harus ditentukan siapa yang bertanggung jawab atas kegiatan tersebut. Selain itu, pengingatan terhadap 5R (5S) mungkin juga diperlukan secara harian agar pekerja menjadi terbiasa.

Tujuan dari tahapan rawat adalah membuat prosedur dan jadwal untuk memastikan pengulangan tiga tahapan awal dari lima tahapan 5R (5S). Implementasi dalam penerapan tahapan rawat adalah membuat struktur kerja yang mendukung kebiasaan baru untuk menjadi sebuah rutinitas, memastikan setiap orang mengerti tanggung jawab dalam menjalankannya, menggunakan kontrol visual atau sidak secara langsung untuk membantu agar semua tetap berjalan sebagaimana mestinya, meninjau status dari implementasi 5R (5S) tersebut secara reguler dengan menggunakan audit checklist.

Rajin merupakan tahapan terakhir dari budaya 5R (5S) yang mengacu pada proses yang membuat 5R (5S) berjalan dengan lancar dan memastikan semua orang di dalamnya terlibat. Para pimpinan dan semua pekerja harus berpartisipasi dalam mewujudkan budaya 5R (5S). Rajin membuat 5R (5S) menjadi bagian dari sebuah budaya organisasi, ketika budaya 5R (5S) sudah berjalan dalam jangka waktu yang lama dan konsisten, maka saat itulah keberhasilan penerapan 5R (5S) bisa dirasakan.

Tujuan dari tahapan terakhir (rajin) dalam budaya 5R (5S) adalah untuk memastikan pendekatan 5R (5S) diikuti oleh semua pihak. Implementasi dari tahapan tersebut adalah melakukan sesi training, melakukan audit reguler untuk memastikan semua standar yang disepakati sudah diimplementasikan dan diikuti, melaksanakan perbaikan sebisa mungki serta masukan dari pekerja dapat sangat berharga untuk mengidentifikasi peningkatan. Apabila ada isu-isu yang muncul segera identifikasi apa penyebabnya dan terapkan perubahan yang dibutuhkan untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.

Dalam konteks yang sama antara Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan budaya 5R (5S) sangatlah berkaitan. Ada yang menganggap bahwa K3 merupakan awal dan salah satu capaian dari budaya 5R (5S). Beberapa juga perusahaan menganggap K3 adalah “S” yang ke-6 tambahan dari budaya 5R (5S) yang sudah ada. K3 yang dimaksut di sini adalah termasuk kegiatan untuk membuat tempat kerja menjadi lebih ergonomi dan aman sehingga, pekerja dapat bekerja dengan lebih produktif serta nyaman. Jika ditemukan area kerja atau aktivitas yang dilakukan memiliki potensi bahaya maka, potensi bahaya tersebut harus segera dikurangi atau dihilangkan.

Namun, dalam sudut pandang yang berbeda ada juga beberapa orang yang memiliki pendapat bahwa menambah safety di luar 5R (5S)  adalah tindakan yang tidak diperlukan, karena 5R (5S) itu sendiri secara otomatis akan menghasilkan safety. Maka dari itu, mereka berpikir jika area kerja sudah diorganisir secara baik, dilakukan pembersihan dan ditempatkan rambu-rambu peringatan serta terdapat marka pembatas area, tahap spesifik untuk K3 (safety) tidaklah diperlukan.

Semoga bermanfaat.