Helm ber–SNI dalam kedudukannya sebagai alat pengaman bagi pengendara sepeda motor harus diletakkan posisinya secara tepat terhadap tingkat keselamatan. Helm bukan alat penyelamat utama terhadap pengendara sepeda motor dari cedera kepala, namun helm juga bukan berarti tidak memiliki pengaruh kuat terhadap keselamatan pengendara. Dalam hal ini helm yang telah standar tidak harus menjadi faktor utama dari suatu kejadian cedera kepala. Helm harus dikembalikan kepada fungsinya yang benar yaitu sebagai pelindung pengendara sepeda motor dari bahaya cedera kepala apabila terjadi kecelakaan yang berpotensi terhadap benturan kepala dalam batas kemampuan helm tersebut melindungi dan dalam kondisi tertentu.

Helm SNI Centro 46 Black Gloss Valentino Rossi | Lazada Indonesia

Helm yang baik adalah helm yang berstandar dan digunakan sesuai dengan tata cara yang baku, diantaranya: tali pengikat digunakan, dalam kondisi tidak mabuk atau mengantuk, dan dalam kondisi akal yang sehat (tidak gila) maka dalam kondisi ini helm akan berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Kemudian apabila setelah terjadi kecelakaan maka sepenuhnya tingkat keselamatan kepala akan sangat bergantung pada apa yang ditabrak, kecepatan saat menabrak, tabrakan ganda atau tunggal dan tipe kecelakaan. 

 

Paradigma yang berkembang di masyarakat berkenaan dengan alat pengaman yang bernama helm ini belum benar. Masyarakat masih beranggapan bahwa apabila helm yang berkualitas telah digunakan dengan baik maka sugesti untuk mengendarai kendaraan dengan lebih kencang semakin meningkat. Pemahaman ini menjadi salah dan berbahaya apabila tidak diimbangi oleh kemampuan mengendalikan kendaraan, pengetahuan lalu lintas yang cukup dan pengetahuan tentang sejauh mana helm mampu menyelamatkan jiwa. Berdasarkan hal tersebut sangat diperlukan penelitian untuk menjelaskan kepada masyarakat sejauh mana signifikansi fungsi helm SNI sebagai pelindung kepala saat terjadi kecelakaan dan dampaknya terhadap cedera kepala yang dihasilkan. Keparahan cedera kepala pasca kecelakaan sepeda motor kerap dikaitkan sebagai kesalahan dari fungsi helm bahkan terlebih lagi diarahkan pada helm yang tidak standar. Secara umum fungsi helm berstandar sebagai fungsi keselamatan harus dapat dibuktikan baik secara konsep rekayasa (teknis) maupun dibuktikan dari sisi pasca pasar (fakta implementasi).

 

Helm SNI secara rekayasa teknik telah memenuhi kriteria dan syarat keamanan sebagai sebuah alat pelindung kepala pengendara sepeda motor apabila mengalami benturan saat mengalami kecelakaan. Helm yang telah memiliki tanda SNI adalah helm yang telah lulus uji yang dipersyaratkan SNI 1811:2007 dan mendapatkan sertifikasi tanda SNI (SNI marking). Persyaratan dalam SNI tersebut meliputi: 1). helm SNI harus lulus uji penyerapan energi kejut pada komponen sungkup helm dengan batasan ≤ 300g dengan sungkup uji tetap utuh, 2). helm SNI harus lulus uji penetrasi pada komponen sungkup helm dimana bertujuan menjamin produk helm ber-SNI tidak dapat ditembus oleh logam semacam paku dengan massa 3 kg dengan tingkat kekerasan rockwell paku logam sebesar 50 – 45 rockwell-C dijatuhkan dari h=1,6 meter, kemudian 3). helm SNI harus lulus uji impak miring (paron balok) dengan batasan nilai gaya arah membujur puncak maksimal 2,5 kN dengan waktu impak 15,5 Newton detik, 4). helm SNI harus lulus uji impak miring (paron keausan) dengan tujuan menjamin sungkup helm tetap utuh ketika helm bergesekan dengan bidang lain, 5). helm SNI harus lulus kekuatan sistem penahan dengan perpanjangan dinamis 25-32 mm dan sisa perpanjangan 8 – 16 mm, 6). helm SNI harus lulus uji kelicinan sabuk helm dimana batas pergeseran gesekan penjepit maksimal 10 mm, 7). helm SNI harus lulus uji keausan sabuk helm dimana sabuk tidak boleh putus dan mampu menahan bebas tarikan 3 kN jika terjadi pergeseran lebih dari 5 mm dan yang terakhir 8). helm SNI harus melalui uji pelindung dagu yang bertujuan memastikan bahwa pelindung dagu mampu menyerap energi kejut pasca benturan sebesar ≤ 300g

 

Adapun fungsi helm SNI ditinjau dari sisi pasca pasar adalah fungsi helm yang dibuktikan mampu dan efektif melindungi kepala dari cedera kepala saat kecelakaan terjadi. Namun tidak semua jenis cedera kepala mampu dilindungi secara mutlak hanya dengan penggunaan helm. Helm mampu memberikan perlindungan untuk khusus untuk cedera kepala berat dengan syarat tertentu. Syarat tertentu tersebut adalah dengan asumsi ada sejumlah faktor lain yang berpengaruh diabaikan dalam hal ini.

 

Faktor penyebab yang memperparah suatu cedera kepala dari suatu kecelakaan adalah meliputi : 1). Penggunaan helm berstandar atau helm SNI, 2). Kecepatan saat crash, karena semakin besar kecepatan akan semakin besar energi yang terkumpul saat bertabrakan dan akan semakin memperparah kerusakan atau cedera yang terjadi, kemudian 3). Tipe kecelakaan saat tabrakan, hal ini disebabkan selisih dua gaya yang berlawanan merupakan energi yang dilepaskan pasca tabrakan. Maka besarnya energi tersebut berbanding lurus dengan keparahan atau cedera yang dialami, 4). Lawan tabrakan saat crash (roda dua atau roda empat), hal ini disebabkan massa memberikan pengaruh terhadap besarnya tingkat keparahan yang dialami sebuah kecelakaan, 5) Jenis kecelakaan (ganda atau tunggal), kemudian 6). Konsumsi alkohol, selanjutnya 7). Lama pertolongan, kemudian faktor 8). Keadaan jalan (lurus atau tikungan), dan 9). Kondisi jalan.

 

Penggunaan helm diakui dalam sejumlah penelitian mampu melindungi pengendara dari potensi cedera kepala akibat benturan yang terjadi. Namun keefektifan fungsi helm terhadap fungsinya tersebut bersifat kasuistik, artinya bergantung pada perilaku mengendarai, budaya masyarakat setempat, dan pendidikan. Semakin baik perilaku mengendarai, kemudian semakin baik budaya kepatuhan masyarakat yang terbentuk serta pendidikan lalu lintas yang baik maka akan semakin efektif fungsi helm sebagai pelindung dari cedera kepala secara umum. Maka apabila terdapat beberapa kasus muncul sebagai fenomena yang menyimpang atau di luar kebiasaan maka ini merupakan modus dimana akan sangat bergantung pada perilaku mengendarai, budaya, dan pendidikan.

 

Terdapat sepuluh strategi keselamatan yang dapat diusahakan untuk mencegah atau mengurangi kerugian akibat kecelakaan (misalnya: kecelakaan sepeda motor), yaitu: Pertama, mencegah penyusunan energi. Tujuannya adalah tidak menghasilkan energi atau merubahnya ke bentuk yang tidak menyebabkan cedera atau kecelakaan. Contohnya adalah sepeda motor dibatasi hanya dua penumpang, karena semakin besar massa maka energi kinetik akan semakin besar. Kedua, mengurangi banyaknya penyusunan energi. Contohnya adalah menjaga kecepatan motor yang lambat. Dampak keparahan cedera kecelakaan sangat tergantung pada kecepatan kendaraan yang menabrak atau kecepatan kendaraan yang berlawanan. Ketiga, mencegah pengeluaran energi. Contohnya adalah mekanisme rem sepeda motor yang baik dan terawat. Keempat, memodifikasi tingkat pengeluaran energi dari sumbernya. Contohnya memperlambat tingkat pembakaran pada mesin (tetap mesin standar atau tidak memodifikasi mesin), Kelima, memisahkan tempat atau waktu pengeluaran energi dari strukturnya yang dapat merusak atau mencederai manusia. Contohnya memisahkan jalur untuk pengendara sepeda motor dengan mobil, jalur pejalan kaki dengan sepeda. Keenam, memisahkan energi yang dikeluarkan dari strukturnya (barrier). Contohnya kaca pengaman helm (visor), membedakan helm disesuaikan dengan laju berkendara (helm balap) dan pagar pembatas trotoar. Ketujuh, memodifikasi permukaan struktur yang kontak langsung dengan manusia atau struktur lain. Contohnya sudut yang dibulatkan atau sudut tumpul. Kedelapan, menguatkan struktur atau manusia. Contohnya adalah pemakaian helm saat berkendara sepeda motor, kontruksi tahan gempa dan memvaksinasi penyakit. Kesembilan, mendeteksi kerusakan secara cepat. Contohnya adalah adanya analisis kecelakaan, analisis trauma kapitis dan sebagainya. Kesepuluh, pada periode kerusakan dan pengembalian kondisi normal, melakukan penghitungan untuk memperoleh kondisi yang stabil. Contohnya adalah rehabilitasi pasien cedera dan perbaikan terus menerus terhadap keamanan helm.

 

Sesuai dengan fakta tersebut dapat digarisbawahi bahwa helm diakui sebagai alat keselamatan pelindung kepala dari cedera kepala baik secara teknis maupun fakta implementasi atau fakta klinis. Namun signifikansi sebagai helm yang berfungsi penuh melindungi resiko cedera kepala sangat bergantung pada faktor berpengaruh lainnya selain dari faktor penggunaan helm itu sendiri. Maka ini yang kemudian digunakan sebagai bahan perbaikan terhadap desain dan kekuatan helm dan perbaikan yang terkait dengan faktor lainnya.

 

Berdasarkan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan bahwa helm ber-SNI tidak signifikan berpengaruh terhadap cedera kepala atau helm ber-SNI bukan semata – mata faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keparahan suatu cedera kepala. Apabila seorang pengendara sepeda motor dengan kondisi menggunakan helm ber-SNI kemudian mengalami kecelakaan (crash) lalu mengalami cedera kepala berat, maka besar kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh selain helm ber-SNI yaitu faktor lawan tabrakan kendaraan roda empat, peluangnya lebih besar dibandingkan dengan lawan tabrakan sesama roda dua. 

 

Di sisi lain hasil memperlihatkan bahwa penggunaan helm ber-SNI pun secara umum tidak signifikan berpengaruh terhadap cedera kepala jenis intrakranial. Ini artinya bahwa penggunaan helm ber-SNI tidak mempunyai kemampuan untuk melindungi pengendara sepeda motor dari cedera intrakranial apabila korban mendapatkan pertolongan yang lama. Peluang akan lebih besar apabila lama pertolongan terhadap korban > 24 jam dan akan lebih kecil peluang terjadi cedera intrakranial apabila lama pertolongan < 24. 

 

Kemudian setelah diuji juga diperoleh hasil bahwa penggunaan helm ber-SNI tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perlindungan potensi meninggal dunia (death). Apabila korban telah menggunakan helm SNI dan mengalami kecelakaan kemudian meninggal dunia maka potensi hal tersebut terjadi lebih besar (8,34%) karena pengendara tersebut mengalami tabrak jenis depan – depan (front to front coallision) namun apabila selain tabrakan depan – depan maka potensinya lebih kecil terjadi meninggal dunia (4,65%). 

 

Penggunaan helm SNI sangat signifikan berpengaruh terhadap cedera fraktur tengkorak dan tulang wajah. Ini artinya bahwa penggunaan helm ber-SNI mampu melindungi kepala korban akibat kecelakaan bermotor sebatas pada cedera dari retak tengkorak dan tulang wajah dengan syarat kondisi bahwa pertama, tabrakan yang terjadi bukan jenis tabrakan depan – depan, kedua, tabrakan yang terjadi bukan merupakan tabrakan ganda melainkan tabrakan tunggal, ketiga, apabila korban mendapatkan pertolongan yang cepat maksimal < 24 jam. Maka apabila pengendara tidak mengalami tiga hal di atas dan dalam kondisi tidak menggunakan helm ber-SNI maka potensi pengendara mengalami cedera tulang wajah adalah lebih besar 1.437 kali daripada menggunakan helm ber-SNI. 

 

SEMOGA BERMANFAAT.