Tanpa sadar, anak – anak kita dikepung mainan anak yang sebagian besar tidak memenuhi standar keamanan, keselamatan dan kesehatan anak. Banyak mainan anak yang berpotensi melukai, meracuni secara perlahan, atau bahkan menyebabkan kecelakaan dari ringan sampai fatal. Bayangkan saja bila zat – zat tersebut masuk ke tubuh anak kita. Putra – putri kita berisiko memiliki kerusakan otak, kelumpuhan, mengurangi kecerdasan, merusak ginjal, dan kanker. Tentu hal ini tidak dapat kita biarkan begitu saja. Harus ada standar mainan yang aman sehingga anak-anak dapat terbebas dari risiko semacam itu. Dan pangsa pasar mainan anak sangatlah besar. Namun sayangnya, pasar yang cukup gurih itu malah dikuasai produk impor sebesar 70% – 80%. Dan lebih celakanya lagi, kita tidak punya peraturan regulasi standarisasi tentang mainan anak, sehingga sudah nasiblah Indonesia menjadi pengimpor barang “sampah”, yang tidak bisa masuk ke negara – negara lain yang sudah mempunyai peraturan ketat tentang itu.
Dikutip dari berbagai informasi, diketahui bahwa mainan yang baik dan aman tersebut memiliki beberapa ciri, yaitu : Ada petunjuknya penggunaan dan peringatan di kemasan dalam bahasa Indonesia, penting agar tepat penggunaannya. Mencantumkan klasifikasi umur pengguna mainan, misalnya 3 tahun ke atas untuk mainan yang mudah tertelan. Mainan tidak mempunyai sudut – sudut yang tajam. Mainan tidak mudah terbakar. Mencantumkan jenis bahan dan komposisi warna, sehingga bisa diketahui kandungan kimianya, karena tidak boleh ada migrasi bahan kimia dari mainan ke anak. Khusus mainan impor, ada tanda standar produksi, misalnya ada tanda CE untuk mainan dari Eropa, lalu ASTM untuk standar kualitas untuk Amerika, dan Australian Standar. Jika tidak ada petunjuk di kemasannya, bisa diamati warna dan baunya. Untuk bahan plastik yang daur ulang tidak aman lagi karena sudah campuran, biasanya berwarna buram. Jika ada bau cat yang menyengat seperti bau minyak, jangan dipilih, karena cat khusus untuk mainan anak itu tidak berbau. Namun tidak semua konsumen memperhatikan hal ini dan cenderung mengabaikan.
Untunglah pemerintah dengan didorong oleh masyarakat menyadari kondisi ini, dan sudah sejak dua tahun lalu telah mempersiapkan kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk mainan anak, yang disusun oleh Badan Sertifikasi Nasional (BSN). Dimulai 30 April 2014, semua produk mainan anak wajib berlabel SNI dan memiliki sertifikat SNI. Secara legal, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 24/M-IND/PER/4/2013 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) selaku lembaga pemerintah yang mengkoordinasikan kegiatan di bidang standarisasi secara nasional, telah menetapkan lima SNI berkenaan dengan keamanan dan keselamatan mainan anak. Aturan SNI tersebut yaitu : pertama, SNI ISO 8124 – 1:2010, Keamanan Mainan – Bagian 1: Aspek keamanan yang berhubungan dengan sifat fisis dan mekanis, kedua, SNI ISO 8124 – 2:2010, Keamanan Mainan – Bagian 2: Sifat mudah terbakar, ketiga, SNI ISO 8124 – 3:2010, Keamanan Mainan – Bagian 3: Migrasi unsur tertentu, keempat, SNI ISO 8124 – 4:2010, Keamanan Mainan – Bagian 4: Ayunan, seluncuran dan mainan aktivitas sejenis untuk pemakaian di dalam dan di luar lingkungan tempat tinggal, dan kelima, SNI IEC 62115:2011, Mainan elektrik – Keamanan.
Ada empat poin penting yang menjadi fokus BSN dalam menyusun SNI tersebut. Poin pertama, mainan harus bebas dari migrasi unsur kimia tertentu. Kedua, dari sisi bentuk yang menyangkut keamanan sudut (kelancipan) mainan. Ketiga, mengenai sistem kelistrikan terutama mainan yang menggunakan baterai. Keempat, terkait kandungan pewarna zat Azo yang biasanya dipakai pada mainan anak – anak yang berbahan kain. Dengan penerapan SNI maka mainan akan diuji keamanannya terlebih dahulu untuk memastikan terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan standar. Pengujian tersebut dapat dikelompokkan tiga jenis, yaitu uji fisis dan mekanis, uji bakar dan uji kimia. Bagi mainan produksi lokal yang tak memenuhi SNI dilarang beredar di pasar. Bagi yang sudah terlanjur beredar maka akan ditarik peredarannya. Sedangkan untuk mainan impor yang tak memenuhi SNI maka dilarang masuk ke wilayah pabean Indonesia. Bagi yang sudah terlanjur masuk maka wajib dikirim ulang (re – export) ke negara asal atau dimusnahkan.
Aturan ini dipakai untuk melindungi konsumen khususnya anak di bawah umur agar aman saat menggunakan produk mainan, termasuk produk mainan impor. Apalagi, pasar dalam negeri dibanjiri oleh produk impor dari Tiongkok. Menurut survei dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terhadap 21 sampel mainan, ternyata hampir seluruh mainan mengandung unsur zat kimia seperti diantaranya Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Krom (Cr), dan Kadmium (Cd). Produk mainan anak tersebut tidak sehat dan yang lebih parah lagi, produk mainan tersebut dapat merusak kesehatan dan mental bahkan menyebabkan kanker. Untuk itu, pemerintah melalui BSN, perlu mensertifikasi produk mainan dalam negeri, dengan tujuan menangkal gempuran produk mainan impor dan menjaga kualitas serta mutu produk mainan anak didalam negeri dengan tujuan menjaga kesehatan, keselamatan anak anak Indonesia.
Selain melindungi konsumen, penerapan SNI mainan anak ini juga dapat meningkatkan daya saing industri nasional. Dalam menghadapi era persaingan bebas, produsen serta distributor mainan anak bisa memenuhi jaminan mutu hasil industri. Dengan demikian para pengusaha lokal berskala kecil dan menengah yang memproduksi mainan anak dapat berkompetisi untuk meraih peluang pada era perdagangan bebas. Apalagi saat ini jumlah produksi mainan lokal masih kalah dari serbuan mainan impor yang berbanding 1:3. Bagi pelaku usaha dan distributor mainan anak dapat memperoleh sertifikasi SNI Wajib Mainan melalui beberapa tahap. Proses untuk mendapatkan Tanda SNI diawali dengan pengujian oleh laboratorium. Setelah lolos tahap uji, baru lembaga sertifikasi produk (LSPro) mengeluarkan sertifikat SNI.
Kemudian pada November 2013, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 55/M-IND/PER/11/2013 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perindustrian No.24/M-IND/PER/4/2013. Khusus untuk SNI ISO 8124, dikutip dari situs BSN, terdiri dari empat bagian, yaitu: pertama, SNI ISO 8124 – 1 yang berlaku untuk semua mainan. Standar ini berlaku untuk mainan pada saat awal diterima konsumen, dan sebagai tambahan, setelah mainan digunakan pada kondisi normal serta perlakuan kasar kecuali ada keterangan khusus. Selain itu, Persyaratan SNI ISO 8124 – 1 ini menerangkan kriteria yang dapat diterima untuk karakteristik struktur mainan, seperti bentuk, ukuran, kontur, pengaturan jarak (misalnya keruncingan, bagian – bagian kecil, ujung dan tepi tajam, dan celah garis engsel) sebagaimana kriteria yang dapat diterima untuk sifat tertentu dari beberapa kategori mainan (seperti nilai energi kinetik maksimum untuk proyektil yang ujungnya tidak memantul (non-resilient tipped projectile) dan sudut ujung minimum (minimum tip angles) untuk mainan yang dinaiki (ride – on toys). Kedua, SNI ISO 8124 – 2 yang mengatur tentang kategori bahan mudah terbakar yang dilarang digunakan pada semua mainan, dan persyaratan mudah terbakar pada mainan tertentu ketika terkena sumber api yang kecil. Ketiga, SNI ISO 8124 – 3 menentukan persyaratan maksimum dan metoda sampling dan ekstraksi sebelum uji untuk migrasi dari unsur antimoni, arsen, barium, kadmium, kromium, timbal, merkuri dan selenium dari bahan mainan dan bagian mainan kecuali bahan yang tidak dapat diakses. Keempat, SNI ISO 8124 – 4 menetapkan persyaratan dan cara uji mainan aktivitas untuk penggunaan keluarga yang ditujukan bagi anak-anak di bawah 14 tahun untuk bermain di dalamnya.
Adapun Jenis – jenis mainan anak yang wajib SNI dengan pos tarif (HS Code), adalah sebagai berikut : 1). Baby walker dari logam (Ex 9403.20.90.00) dan dari plastik (9403.70.10.00), 2). Sepeda roda tiga, skuter, mobil berpedal dan mainan beroda semacam itu; kereta boneka (9503.00.10.00), 3). Boneka; bagian dan aksesorinya (9503.00.21.00, 9503.00.22.00, dan 9503.00.29.00), 4). Kereta listrik, termasuk rel, tanda, dan aksesori lainnya (9503.00.30.00), 5). Perabot rakitan model yang diperkecil (skala) dan model rekreasi semacam itu, dapat digerakkan atau tidak (9503.00.40.10 dan 9503.00.40.90), 6). Perangkat konstruksi dan mainan konstruksional lainnya, dari bahan selain plastik (9503.00.50.00), 7). Stuffed toy menyerupai binatang atau selain manusia (9503.00.60.00), 8). Puzzle dari segala jenis (9503.00.70.00), 9). Blok atau potongan angka, huruf atau binatang; perangkat penyusun kata; perangkat penyusun dan pengucap kata; toy printing set; counting frame mainan; mesin jahit mainan; mesin tik mainan (9503.00.91.00), 10). Tali lompat (9503.00.92.00), 11). Kelereng (9503.00.93.00), 12). Mainan lainnya selain yang tersebut di atas yang terbuat dari semua jenis material baik dioperasikan secara elektrik maupun tidak, seperti : balon, pelampung renang untuk anak atau mainan lainnya yang ditiup atau dipompa, yang terbuat dari karet dan atau plastik. Senapan atau pistol mainan. Mainan lainnya memiliki nomor pos tarif 9503.00.99.00. Mainan yang dikecualikan tidak mempunyai HS Code hanya ada tiga jenis, yaitu jika mainan tersebut digunakan sebagai contoh uji permohonan SPPT – SNI, mainan itu memiliki karakteristik dan kegunaan untuk keperluan teknis penelitian dan pengembangan skill, serta mainan yang memiliki karakteristik dan kegunaan untuk keperluan khusus.
Pada tahun 2014 lalu, diawal pemberlakuan wajib SNI, telah ada 35 perusahaan yang mengajukan permohonan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standardisasi Nasional Indonesia (SPPT – SNI) di Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan diproses. LSPro yang sudah ada, antara lain : Chempack Kemenperin, Sucofindo, Toego Kemenperin, Tuv Nord Indonesia, Texpa Kemenperin, PPMB Kemendag, dan Pustan Balai Sertifikasi Industri Kemenperin Gatsu. Nantinya, jika mainan yang diuji tersebut tidak memenuhi standardisasi, maka harus dimusnahkan dan diganti dengan bahan yang sesuai standar. Pengambilan sample tersebut dilakukan terhadap mainan – mainan yang saat ini sudah beredar di pasaran.
Pihak pemerintah pun berusaha untuk mempermudah proses pengujian dengan menggunakan laboratorium yang ada di luar negeri, tetapi harus memenuhi syarat dari Kemenperin. Pasalnya, proses pemberian SNI untuk mainan anak ini menggunakan tipe 1N dimana pengambilan contoh harus dilakukan di negara asal dengan melakukan pengujian per shipment atau setiap kali produk tersebut masuk. Sementara itu, Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan juga menyatakan telah siap mensukseskan aturan SNI wajib mainan anak ini, yang akan menerapkan peraturan tersebut pada sistem satu pintu (Indonesia National Single Window/INSW).
Bea Cukai juga telah mengerahkan ribuan orang dengan tugas melakukan pengawasan impor mainan anak tersebut. Untuk masalah penindakan terhadap produk – produk mainan anak yang tidak memiliki SNI, Kemendag telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk melakukan pengawasan secara berkala. Selama pengawasan berkala ini diselingi dengan pembinaan produk yang berlaku wajib SNI. Di daerah, pelaksanaan wajib SNI diawasi oleh dinas terkait. Seperti di Yogyakarta, Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi (Disperindagkop) DIY yang bertugas melakukan monitoring atau pengawasan semua produk mainan anak yang wajib berlabel SNI dan memiliki sertifikat SNI. Jika masih ada mainan yang tidak berlabel SNI jelas akan disita dan musnahkan tanpa kecuali, termasuk izin usaha toko apabila melanggar kebijakan pemerintah tersebut. Jadi semua instansi yang berkepentingan sudah siap mensukseskan penerapan wajib SNI pada mainan anak pada 30 April 2014 yang lalu. Mudah – mudahan semua berjalan lancar, dan para aparat negara terkait bisa bertindak tegas, demi keselamatan anak – anak kita dari mainan yang membahayakan.
Semoga bermanfaat.