Kegiatan produksi merupakan kegiatan menciptakan barang dan jasa yang hasilnya ditawarkan kepada konsumen. Kegiatan ini melibatkan bagian terbesar dari karyawan dan mencakup jumlah terbesar dari aset perusahaan. Oleh karena itu, kegiatan produksi menjadi salah satu fungsi utama perusahaan. Melalui kegiatan produksi seluruh sumber daya perusahaan diintegrasikan untuk menghasilkan hasil produksi yang memiliki nilai jual. Kegiatan produksi tidak selalu berarti menghasilkan sebuah barang yang berbentuk fisik, jika yang diproduksi adalah produk yang bersifat tetap, bentuknya juga tidak berubah, maka disebut kegiatan produksi jasa. Jika yang diproduksi produk yang sifat dan bentuknya ikut dirubah, maka disebut produksi barang. Secara umum fungsi kegiatan produksi adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Bayangkan saja jika hidup tanpa adanya barang dan jasa, maka akan terjadi kekacauan di tatanan masyarakat. Maka dari itu produk baik itu barang atau jasa harus disediakan dengan baik dan suplai bagi masyarakat juga harus dipermudah. Jika masyarakat yang mengkonsumsi hasil produksi disebut konsumen maka mereka yang menghasilkan produk dapat disebut sebagai produsen. Karena konsep tersebut, operasional produksi harus dilakukan oleh perusahaan karena tujuan dari produksi adalah untuk memenuhi kebutuhan para pembeli atau konsumen dan bagi produsen tujuannya adalah untuk mencari keuntungan dalam menghasilkan barang dan jasa.

Medical equipment realistic set of digital thermometers syringes stethoscope pressure measuring device isolated vector illustration

Seorang produsen bertanggung jawab untuk mengelola produksi barang dan jasa. Selain melindungi kepentingan manusia secara umum, ia juga mendapat manfaat ekonomi terkait dengan perannya sebagai seorang pelaku usaha. Andaikan saat ini Anda berlaku sebagai pihak produsen. Seperti diketahui ada perbedaan pandangan antara produsen dan konsumen tentang mutu barang. Sebagai produsen Anda tentunya ingin meraih keuntungan sebanyak-banyaknya namun dengan modal sekecil-kecilnya. Sering kali produsen ingin menjual barang sebanyak-banyaknya namun ia tidak mau mengeluarkan modal besar. Berbagai cara dilakukan antara lain seperti mengurangi kualitas produksi sehingga barang yang dihasilkan tidak berkualitas. Konsumen pun mengetahui akan hal tersebut, akhirnya timbul gerakan protes dari konsumen. Gerakan protes ini disebut dengan consumerism.

Sebagai seorang produsen Anda harus mengetahui tingkah laku konsumen. Konsumen menghendaki agar barang yang kita beli memberi keselamatan dan rasa aman bagi pemakai. Konsumen berhak memperoleh informasi, misalnya menyangkut peralatan yang mereka pakai, contohnya seperti peralatan kesehatan. Apakah peralatan kesehatan tersebut memenuhi persyaratan keamanan, apakah peralatan kesehatan tersebut bermutu, atau apakah peralatan kesehatan tersebut memiliki manfaat. Sebagai produsen Anda juga harus memperhatikan keluhan-keluhan dari pelanggan, ini juga sebagai pembelajaran bagi produsen agar lebih baik. Hubungan antara konsumen dan produsen menjamin terjadinya transaksi barang dan jasa. Tanpa adanya konsumen maka produsen tidak mampu memasarkan produknya. Oleh karena itu, sebelum mendapat penegasan secara hukum, hubungan antara dua pihak ini semestinya telah terjadi secara moral. Baik konsumen maupun produsen sama-sama menjaga hubungan dan etika dagang agar terlaksana tujuan dari perdagangan itu sendiri.

Membahas mengenai alat kesehatan, apa sih sebenarnya yang dimaksud alat kesehatan itu? Jika kita mengutip dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2017, Alat kesehatan (Alkes) didefinisikan sebagai instrumen, aparatus, mesin atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Selain kategori diatas, juga termasuk reagen in vitro dan kalibrator, perangkat lunak, bahan atau material yang digunakan tunggal atau kombinasi, untuk menghalangi pembuahan, desinfeksi alat kesehatan, dan pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia, dan dapat mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama pada tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi, atau metabolisme untuk dapat membantu fungsi atau kerja yang diinginkan. Sedangkan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan pemeliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum.

Alat kesehatan yang diproduksi dan beredar diharapkan dapat terjamin keamanan, mutu, dan manfaatnya. Untuk memenuhi persyaratan tersebut maka Kementerian Kesehatan Republik Indonesia membuat sebuah pedoman yang disebut Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB). Pedoman tersebut disusun berdasarkan acuan pada ISO 13485 yang mengatur tentang Standar Internasional Sistem Manajemen Peralatan Medis. Diharapkan pedoman CPAKB dapat digunakan sebagai acuan bagi semua pihak yang berhubungan dengan produksi alat kesehatan. Untuk melaksanakan pedoman CPAKB maka disusun Petunjuk Teknis Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik yang berisi petunjuk rinci bagi produsen dan pemangku kepentingan yang terkait dalam rangka menjamin keamanan, mutu, dan manfaat dalam seluruh aspek produksi. Seperti peralatan lainnya, sebuah alat kesehatan tentunya memiliki potensi bahaya yang dapat menimbulkan kerusakan dan risiko bagi pasien, operator, pengguna, orang lain, atau alat-alat lainnya yang terpengaruh oleh alat-alat kesehatan tersebut. Potensi bahaya dapat terjadi diseluruh siklus hidup alat kesehatan tersebut mulai dari desain, fabrikasi, distribusi, instalasi, servis, dan pembuangan alat kesehatan tersebut.

Sekilas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2017 mengenai Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) mengingatkan kita pada ISO 13485 yang mengatur tentang Standar Internasional Sistem Manajemen Mutu Peralatan Medis dan ISO 14971 yang mengatur tentang Standar Internasional Sistem Manajemen Risiko Peralatan Medis. Tujuan dari ISO 13485 adalah untuk menghasilkan proses produksi alat kesehatan yang aman untuk pelanggan. Melalui serangkaian proses standar mutu meliputi konsistensi desain, pengembangan, produksi, instalasi, dan pengiriman alat kesehatan ke pelanggan langsung atau distributor. Melalui ISO 13485 penyalahgunaan alat kesehatan dapat diterapkan. Sedangkan ISO 14971 berkaitan dengan manajemen risiko produsen alat kesehatan. Prinsip dari ISO 14971 adalah tidak ada alat kesehatan yang sepenuhnya bebas risiko, maka dari itu syarat utama dari ISO 14971 bagi produsen adalah untuk menegakkan proses manajemen risiko yang dimana proses tersebut harus berlangsung sepanjang masa hidup alat kesehatan tersebut. Hal tersebut berarti jika produsen hanya memastikan manajemen rissiko pada saat pembuatan dan penjualan alat kesehatan saja maka hal itu tidak cukup. Prosese manajemen risiko harus mencakup empat elemen yaitu analisis, evaluasi, pengendalian, dan informasi. Analisis harus melibatkan pemeriksaan menyeluruh seperti fitur kemanan, potensi bahaya, dan risiko konsekuensial. Evaluasi melibatkan pengambilan data dari analisis dan memutuskan apakah analisis dapat diterima atau menunjukkan keebutuhan modifikasi. Pengendalian risiko melibatkan pemeriksaan bagaimana risiko dapat dikurangi dan apakah tindakan mitigasi justru akan membawa risiko baru. Yang terakhir Informasi melibatkan pengumpulan detail dari seluruh proses untuk referensi di masa mendatang.

Kita ambil contoh alat kesehatan yang vital yaitu inkubator bayi. Inkubator bayi adalah alat yang berbentuk kotak dan berbahan plastik transparan. Alat ini memungkinkan bayi terhindar dari infeksi bakteri dan suara bising. Inkubator dilengkapi dengan kasur kecil sebagai tempat tidur untuk bayi. Fungsi inkubator adalah untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat. Hal ini dikarenakan suhu di dalam inkubator sudah diatur sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir. Inkubator biasanya tersedia di unit perawatan intensif neonatal atau neonatal. Kondisi tempat tidur sangat berpengaruh terhadap kualitas tidur bayi. Banyak faktor-faktor lain yang secara tidak langsung dipengaruhi terhadap kondisi tempat tidur, seperti suhu, kelembaban, dan cahaya. Tingkat kekerasan matras juga dapat berpengaruh terhadap tidur bayi. Matras yang terlalu lunak tidak dapat menopang struktur tubuh bayi, sedangkan matras yang terlalu keras membuat bayi tidak nyaman dan beresiko tinggi merubah struktur tulang bayi yang masih lunak. Maka dari itu dalam pembuatan inkubator bayi produsen harus memenuhi persyaratan yang terdapat pada pedoman Cara Produksi Alat Keseehatan yang Baik (CPAKB) yang mengadopsi standar ISO 13485 mengenai Standar Internasional Sistem Manajemen Peralatan Medis.

Standar desain inkubator bayi haruslah mampu untuk mengakomodir kebutuhan perawat dan orang tua untuk selalu dekat dengan sang bayi. Desain harus memudahkan perawat dan orang tua untuk mengawasi sang bayi. Kemudahan tersebut meliputi kemudahan operasional dan transportasi,  sehingga produk dapat mudah dipindah-pindahkan oleh perawat sehingga bayi tetap dalam kondisi aman dan nyaman. Saat bayi tertidur ibu atau perawat tetap dapat melakukan aktifitas pekerjaan tanpa khawatir terhadap keamanan bayi. Persyaratan desain tersebut meliputi: Ergonomi (durasi, suhu,  pencahayaan, lingkungan optimal istirahat bayi) sebagai acuan syarat kondisi tidur bayi yang harus  dipenuhi  oleh  desain inkubator bayi; Antropometri  (ukuran,  biomekanik) sebagai  referensi  ukuran  dan  sistem operasional yang akan dipergunakan dalam inkubator bayi; Konfigurasi inkubator bayi yang  akan dipergunakan sebagai acuan jenis dan bentuk inkubator bayi nantinya; Material  sebagai  bahan  pertimbangan pemilihan material yang akan dipergunakan dalam desain inkubator bayi; dan Estetika  (bentuk,  warna)  yang  akan digunakan sebagai referensi bentuk maupun warna yang sesuai dengan  selera user maupun buyer inkubator bayi. Dengan menerapkan CPAKB maka produsen dapat menghasilkan prototipe inkubator bayi yang mudah dioperasikan tanpa mengurangi manfaat, mutu, dan keamanan sehingga selain memuaskan keinginan konsumen juga sekaligus dapat mengikuti hukum yang berlaku.

Adanya kesadaran dari produsen terhadap tanggung jawab secara hukum  akan berakibat pada adanya sikap penuh kehati-hatian, baik dalam menjaga kualitas produk, penggunaan bahan, maupun dalam kehati-hatian proses produksi. Tidak adanya atau kurangnya kesadaran akan tanggung jawabnya sebagai produsen akan berakibat fatal dan menghadapi risiko bagi kelangsungan hidup dan kredibilitas usahanya. Rendahnya kualitas produk atau adanya cacat pada produk yang dipasarkan tentunya menyebabkan kerugian bagi konsumen, di samping produsen akan menghadapi tuntutan kompensasi, produsen juga akan merugi karena produk tersebut akan kalah bersaing dalam merebut pasar. Permasalahan tersebut akan terasa makin penting dalam era perdagangan bebas atau era globalisasi, karena persaingan yang dihadapi bukan hanya di antara produk-produk pada level domestik tetapi juga level mancanegara. Demikian juga permasalahan hukum yang berkaitan dengan tanggung jawab produsen. Tidak hanya berurusan dengan hukum nasional namun juga akan berhadapan dengan sistem hukum asing. Belum lagi apabila dikaitkan dengan jumlah kompensasi yang lebih besar apabila produk tersebut telah mencapai pasar global karena kerugiannya akan lebih besar dibandingkan kerugian pada pasar domestik.

Alat kesehatan adalah komoditi spesifik, bahkan orang yang sudah biasa atau bekerja di Bidang Kesehatan belum tentu langsung dapat mengenali berbagai jenis Alat kesehatan. Produsen selaku pengawas internal perlu mengenal klasifikasi dan jenis-jenis Alat kesehatan, serta regulasi terkait pengadaan Alat kesehatan. Berdasarkan data KPK, Pengadaan Alat kesehatan telah menyumbang kasus terbanyak pelanggaran atau korupsi dan menyeret banyak pejabat, Kepala Daerah, bahkan Menteri. Selain itu, maraknya peredaran Alat kesehatan illegal akan berdampak kepada masyarakat yang menggunakannya. Hal tersebut tentunya tak terlepas dari peran produsen, karena produsen lah yang pertama memutuskan apakah produk yang mereka buat dapat memiliki manfaat, mutu, dan keamanan serta memuaskan keinginan konsumen tanpa melanggar hukum yang berlaku. Maka dari itu Kementerian Kesehatan Republik Indonesia membuat sebuah pedoman yang disebut Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) yang terkandung dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2017 mengenai Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) Sehingga setiap produsen harus mengetahui tata cara produksi dan mekanisme pengadaannya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Semoga bermanfaat