Kemajuan dalam bidang industri di Negara Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini memberikan berbagai dampak positif, yaitu terbukanya lapangan kerja dan meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat. Namun dampak negatif juga tidak dapat dihindari, salah satunya adalah risiko terhadap penyakit akibat kerja yang timbul dari proses industri. Menurut data International Labor Organitation (ILO) yang diterbitkan dalam peringatan Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Se-dunia pada 28 April 2010, tercatat setiap tahunnya lebih dari 2 juta orang yang meninggal akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Terdapat sekitar 270 juta kasus kecelakaan kerja dan sekitar 160 juta orang menderita penyakit akibat kerja pertahun di seluruh dunia. Kesehatan kerja merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental dan sosial bagi pekerja dan masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan. 

Indonesia secara astronomis terletak antara 60°LU − 110°LS dan 95°BT − 141°BT, terletak diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, diantara Benua Asia dan Benua Australia, terletak diantara garis equator yang melalui Pulau Kalimantan, serta merupakan pertemuan dua rangkaian pegunungan sirkum pasifik dan sirkum mediterania. Hal−hal tersebut menyebabkan Indonesia menjadi negara berkilim tropis. Ciri-ciri utama negara dengan iklim tropis adalah memiliki suhu dan kelembaban yang tinggi, dengan kondisi iklim seperti ini seharusnya sudah menjadi perhatian untuk para pengusaha dan pekerja, karena iklim kerja yang panas dapat mempengaruhi kondisi kesehatan dan produktivitas pekerja yang dapat berdampak negatif terhadap proses operasional perusahaan. 

Iklim kerja merupakan keadaan lingkungan kerja yang dapat diukur dengan perpaduan antara suhu udara (suhu basah dan suhu kering), kelembaban udara, kecepatan aliran udara, dan panas radiasi dengan produksi panas dari tubuh manusia akibat pekerjaannya. Tubuh manusia selalu menghasilkan panas sebagai akibat dari proses pembakaran zat makanan dengan oksigen. Apabila proses pengeluaran panas dalam tubuh terganggu, maka suhu tubuh akan meningkat. Lingkungan kerja dengan tubuh manusia selalu terjadi proses pertukaran panas, pertukaran panas ini tergantung dari suhu lingkungan atau iklim kerja. Beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia ini biasa disebut tekanan panas (heat stress). 

Heat Stress adalah beban panas bersih yang dapat memapar pekerja melalui kontribusi kombinasi dari panas metabolik, faktor lingkungan (udara, suhu, kelembaban, pergerakan udara dan panas radian), serta faktor pakaian. Heat stress atau stress panas ringan hingga sedang dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dan dapat mengakibatkan dampat buruk pada performa kerja. Suhu di tempat kerja dapat dipengaruhi oleh mesin dan faktor lingkungan di tempat kerja. Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang timbulnya semangat kerja. Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan menurunkan produktivitas kerja serta dapat membawa dampak negatif terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja. Suhu yang terlalu rendah dapat menimbulkan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi pada sistem tubuh, sedangkan suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan kelelahan dan mengakibatkan menurunnya efisiensi kerja, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, suhu tubuh meningkat dan produksi keringat meningkat.

Tekanan panas dapat memberikan efek negatif pada tubuh manusia, sehingga dapat menyebabkan permasalahan kesehatan sampai kematian. Dampak penyakit karena panas yang paling fatal adalah heat stroke. Pekerja yang sedang hamil dan terpapar panas apabila suhu inti dalam tubuhnya sudah mencapai lebih dari 39oC dapat mengakibatkan kecacatan pada bayi yang dikandungnya. Selain itu, suhu tubuh lebih dari 38oC dapat mengakibatkan kemandulan baik bagi pria maupun wanita. Apabila hal tersebut dibiarkan tanpa adanya penanganan yang serius, maka keadaan itu dapat mengancam jiwa pekerja. Beberapa pekerja lapangan khususnya pekerja konstruksi, industri minyak gas bumi dan galangan kapal sudah pasti terbiasa bekerja di lingkungan yang panas dalam kurun waktu yang lama, namun perlu diketahui keadaan seperti itu mempunyai potensi memunculkan heat stress pada pekerja. 

Lingkungan kerja yang tidak nyaman seperti temperatur yang melewati nilai ambang batas (NAB) menyebabkan panas yang bisa memengaruhi performa kerja dan kesehatan badan pekerja. Jika pekerja yang terkena panas tidak dapat menjaga suhu normal dalam tubuhnya, maka hal ini dapat menyebabkan munculnya heat stress dan bisa lebih fatal apabila dibiarkan tanpa ada penanganan serius dapat menyebabkan kematian. Tekanan panas atau heat stress bisa dikatakan sebagai reaksi fisik serta fisiologis pekerja pada suhu yang ada di luar kenyamanan disaat bekerja. 

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, yang didalamnya mengatur (NAB) Nilai Ambang Batas untuk lingkungan fisik di tempat kerja salah satunya adalah NAB iklim kerja dengan menggunakan (ISBB) Indeks Suhu Basah dan Bola. ISBB dapat diukur dengan menggunakan heat stress aparatures yaitu alat ukur yang dapat mengukur ISBB secara otomatis dan dapat juga dengan menggunakan termometer manual yang terdiri dari 3 macam termometer yaitu termometer suhu basah, termometer suhu kering dan termometer suhu bola.  

Sumber-sumber bahaya yang dapat ditemukan dalam tempat kerja sangat beragam, salah satunya adalah potensi bahaya fisik berupa iklim kerja panas. Kondisi iklim kerja panas dapat ditemukan pada industri-industri di Negara Indonesia seperti industri pengecoran logam, keramik, pertambangan, kaca dan tekstil. Contoh tempat kerja dimana pekerja dapat menderita heat stress karena lingkungan panas yang tercipta dari proses kerja atau tempat kerjanya seperti industri kaca, pertambangan, industri tenaga nuklir, pengeboran minyak dan gas bumi serta ruang ketel uap. Paparan panas di lingkungan kerja dapat datang dari suhu serta kelembaban tinggi, paparan cahaya matahari secara langsung, pergerakan atau saluran udara yang terbatas, kerja fisik yang berat, panas metabolisme tubuh, baju kerja dan tingkat aklimatisasi. 

Unsur-unsur iklim kerja serta non iklim dapat meningkatkan dampak pekerja terkena heat stress. Sebenarnya heat stress berlangsung apabila tubuh pekerja tidak dapat menyeimbangkan antara suhu badan normal dan besarnya paparan panas dari luar lingkungan tempat kerja. Sederhananya, heat stress dapat terjadi saat badan gagal mengatur suhu internal. Bila tubuh terkena panas, maka skema yang berada dalam tubuh akan mempertahankan suhu tubuh internal supaya masih berada pada suhu normal antara 36°C sampai 37,5°C dengan mengeluarkan keringat serta mengalirkan darah semakin banyak ke kulit. 

Dalam situasi demikian, jantung bekerja keras memompa darah ke kulit sisi luar (permukaan tubuh) dan kelenjar keringat terus mengeluarkan cairan yang memiliki kandungan elektrolit ke permukaan kulit serta penguapan keringat menjadi langkah efisien untuk menjaga suhu tubuh agar masih normal. Namun, apabila kelembaban dan suhu di luar terlalu tinggi keringat tidak bisa menguap serta tubuh akan gagal menjaga suhu internalnya, dalam keadaan tersebut tubuh mulai terganggu. Dengan adanya banyak darah yang mengalir ke kulit, maka pasokan darah ke otak juga semakin sedikit, otot-otot menjadi aktif dan organ tubuh yang lain jadi menyusut, sehingga kelelahan serta permasalahan kesehatan karena panas juga akan lebih cepat terjadi. Kegagalan tubuh menyeimbangkan suhu internal ini yang selanjutnya dapat menyebabkan munculnya heat stress pada pekerja. 

Heat stress atau stress panas memiliki dampak variasi untuk masing-masing individu, beberapa orang mungkin tidak berpengaruh pada suhu panas sementara beberapa yang lain akan sangat terdampak. Ciri-ciri dari stress panas antara lain seperti mudah marah, kehilangan kemampuan untuk bekerja berat, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, kram otot, pingsan, kejang dan sering kehilangan kesadaran. Ini merupakan gangguan paling parah dan dapat berdampak kepada kematian jika tidak segera dideteksi di awal. 

Resiko terkena heat stress dapat terjadi pada pekerja yang memakai pakaian pelindung dan bekerja di lingkungan panas, kelembaban tinggi serta mengerjakan kerja fisik yang berat. Biasanya heat stress dirasakan oleh pekerja konstruksi, pertambangan, industri kaca, industri karet, industri peleburan logam, pekerja di area boiler dan pekerja yang terpapar panas di lingkungan tempat kerja lainnya. Dampak heat stress pada pekerja adalah dapat memunculkan permasalahan kesehatan dari yang mudah, seperti heat cramps dan heat exhaustion sampai yang serius, yakitu heat stroke

Heat cramps merupakan gejala kejang atau kram pada otot yang dapat mengakibatkan hilangnya kesadaran pada pekerja. Hal ini disebabkan karena ketidak seimbangnya cairan dalam tubuh selama melakukan pekerjaan fisik yang berat di lingkungan panas. Tanda-tanda dari heat cramps berupa kram pada otot dan ngilu atau kejang di perut, lengan serta kaki. Sedangkan heat exhaustion berlangsung karena minimnya cairan tubuh atau volume darah. Keadaan ini berlangsung apabila jumlah air yang dikeluarkan seperti keringat melewati dari air yang diminum selama terkena panas. Tanda-tanda dari heat exhaustion adalah nadi cepat, keringat berlebihan, pusing, pernafasan pendek serta cepat, suhu badan sedikit mengalami penambahan 37°C sampai 40°C dan kehilangan kesadaran. 

Heat stroke merupakan dampak dari heat stress yang paling serius atau fatal karena apabila dibiarkan tanpa perlakuan serius, keadaan tersebut dapat menyebabkan koma atau kematian. Penyebabnya adalah paparan panas yang terus-menerus dan berlebihan serta ketidak berhasilan regulator suhu tubuh. Tanda-tanda dari heat stroke berupa suhu tubuh tinggi di atas 40°C, mual serta muntah, penambahan denyut jantung, halusinasi dan tidak sadarkan diri. 

Pada umumnya kasus, heat stress bisa dihindari atau minimal dampak terkena heat stress bisa diminimalisir. Cara untuk menghindari dampak dari heat stress adalah dengan membuat program pencegahan heat stress. Perusahaan harus memilih dan menentukan pekerja yang sudah terlatih serta berkompeten dalam mengatasi bahaya di tempat kerja, salah satunya adalah bahaya paparan panas. Pekerja yang sudah terlatih dan berkompeten tersebut bertanggungjawab dalam perencanaan dan peningkatan program-program kerja yang berkaitan dengan paparan panas dalam tempat kerja. 

Perusahaan dan pekerja juga harus melakukan identifikasi bahaya paparan panas untuk meminimalisir kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan penurunan produktivitas kerja. Pekerjaan identifikasi bahaya ini mencakup pengetahuan tentang bahaya paparan panas dan efek penyakit karena panas terhadap pekerja serta menghitung indeks tekanan panas lewat pengukuran beberapa faktor eksternal lingkungan yang mempengaruhi tekanan panas, yakni suhu, kelembaban, kecepatan angin, suhu kering, suhu basah dan suhu radiasi. Dalam hal ini diperlukan juga evaluasi terhadap kesehatan pekerja karena paparan panas, yakni dengan mengukur tekanan darah, denyut nadi dan suhu badan pekerja serta tentukan langkah- langkah pengaturan perbaikan untuk meminimalisir bahaya paparan panas. 

Pengaturan teknik yang dapat dilakukan untuk menghindari dampak terkena heat stress adalah menempatkan ventilasi umum, menempatkan exhaust fan, menempatkan dust collector, pemakaian penyekat (shielding) khususnya untuk mengurangi panas radiasi dan mengurangi suhu serta kelembaban lewat pendingin udara. 

Pengaturan jadwal kerja dan penataan frekwensi istirahat dilakukan dalam upaya untuk meminimalisir dampak paparan panas. Perusahaan dapat mengendalikan jadwal kerja serta istirahat dengan memerhatikan NAB paparan panas. Di Negara Indonesia, pekerjaan yang dapat memunculkan iklim kerja panas diatur dalam SNI 16-7063-2004 dan Permenakertrans No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang NAB Unsur Fisika serta Kimia di Tempat Kerja. Dalam membuat rencana atau program kerja dapat menyertakan tenaga ahli untuk memperoleh masukan tentang mekanisme prosedur tanggap darurat berkaitan dengan penyakit akibat kerja di lingkungan kerja yang panas.  

Iklim kerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses kerja yang dilakukan oleh pekerja. Pengaturan iklim kerja sangat penting dilakukan agar tercipta kondisi tempat kerja yang nyaman dan sesuai, sehingga pekerja dapat bekerja dengan optimal serta tidak mengalami gangguan kesehatan dan menerima resiko kecelakaan kerja. Dengan meningkatnya kinerja dari para pekerja tentunya produktivitas perusahaan juga akan meningkat dan pada akhirnya untuk penerapan secara global dapat meningkatkan produktivitas nasional.  

Semoga bermanfaat.