Kemajuan teknologi yang sangat pesat pada perusahaan manufaktur mengakibatkan berkurangnya pemakaian tenaga kerja langsung pada satu sisi, namun disisi lain memerlukan pengeluaran investasi yang relatif  besar untuk menggunakan peralatan yang modern. Karena keterbatasan dana, masih banyak perusahaan yang menggunakan prosedur yang tradisional untuk menghadapi kemajuan teknologi itu sendiri.

Namun masyarakat di negara maju seperti Jepang, khususnya komunitas manufaktur mulai mengembangkan suatu sistem yang disebut Just In Time, dimana sistem ini dilatar belakangi oleh pemborosan – pemborosan tenaga kerja, ruangan dan waktu produksi, yang terjadi dikarenakan adanya persediaan sehingga biaya produksi menjadi lebih tinggi.

Keunggulan suatu perusahaan terhadap para pesaingnya ditentukan oleh faktor – faktor, antara lain : waktu, mutu, biaya dan sumber daya manusia. Waktu merupakan salah satu faktor penentu unggulan daya saing. Jika suatu perusahaan ingin unggul dari faktor waktu maka perusahaan harus dapat melayani permintaan konsumen tepat waktu, mengurangi atau menghilangkan waktu untuk aktifitas – aktifitas yang tidak bernilai tambah, dan mengefisiensikan waktu untuk aktifitas bernilai tambah. Nah, salah satu alat agar perusahaan mempunyai keunggulan dari segi faktor waktu adalah dengan mengembangkan dan menerapkan sistem Just In Time.

Just In Time atau  yang umumnya disingkat dengan JIT ini adalah suatu sistem produksi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tepat pada waktunya sesuai dengan jumlah yang dikehendakinya.Tujuan sistem produksi Just In Time  adalah untuk menghindari terjadinya kelebihan jumlah dalam produksi (overproduction), persediaan yang berlebihan (excess Inventory) dan juga pemborosan dalam waktu menunggu (waiting)  dengan memberikan komponen produksi yang tepat serta pada waktu dan tempat yang tepat. Maka, dengan adanya sistem Just In Time, kita telah dapat mengatasi 3 pemborosan, yaitu : overproduction, excess inventory dan waiting diantara 7 pemborosan (Seven Waste) yang harus dihindari dalam sistem produksi.

Perbedaan antara Sistem Just In Time dengan Sistem Tradisional adalah bahwa Just In Time memproduksi komponen produksi tepat pada waktu memenuhi kebutuhan produksi, sedangkan Siste Tradisional memproduksi komponen produksi dalam jumlah besar dengan maksud untuk mengantisipasi jika terjadi sesuatu. Berikut ini beberapa perbandingan antara sistem Just In Time dengan Sistem Tradisional :

 

 

Pertama, sistem tarikan dibanding sistem dorongan

Sistem tarikan adalah sistem penentuan aktifitas – aktifitas berdasar atas permintaan konsumen, baik konsumen internal maupun konsumen eksternal. Sebagai contoh dalam perusahaan manufaktur permintaan konsumen melalui aktifitas penjualan menentukan aktifitas produksi, dan aktifitas produksi menentukan aktifitas pembelian. Sistem dorongan adalah sistem penentuan aktifitas – aktifitas berdasar dorongan aktifitas – aktifitas sebelumnya. Pembelian bahan melalui aktifitas pembelian mendorong aktifitas produksi, dan aktifitas produksi mendorong aktifitas penjualan.

Kedua, persediaan tidak signifikan dibanding persediaan signifikan

Karena Just In Time menggunakan sistem tarikan maka dapat mengurangi persediaan menjadi tidak signifikan atau sangat sedikit dan bahkan mendambakan nol. Sebaliknya, dalam sistem tradisional, karena menggunakan sistem dorongan maka persediaan jumlahnya signifikan sebagai akibat jumlah bahan yang dibeli melebihi kebutuhan produksi, jumlah produk yang diproduksi melebihi permintaan konsumen dan perlu adanya persediaan penyangga. Persediaan penyangga diperlukan jika permintaan konsumen melebihi jumlah produksi dan jumlah bahan yang digunakan untuk produksi melebihi jumlah bahan yang dibeli.

Ketiga, basis pemasok sedikit dibanding basis pemasok banyak

Just In Time hanya menggunakan pemasok dalam jumlah sedikit untuk mengurangi atau menghilangkan aktifitas – aktifitas tidak bernilai tambah, memperoleh bahan yang bermutu tinggi serta berharga murah. Sedangkan sistem tradisional menggunakan banyak pemasok untuk memperoleh harga yang murah dan mutu yang baik, tapi akibatnya banyak aktifitas – aktifitas tidak bernilai tambah dan untuk mendapatkan harga yang lebih murah harus membeli bahan dalam jumlah yang banyak atau mungkin dengan mutu yang rendah.

Keempat, kontrak jangka panjang dibanding kontrak jangka pendek

Just In Time menerapkan kontrak jangka panjang dengan beberapa pemasoknya guna membangun hubungan baik yang saling menguntungkan sehingga dapat memilih pemasok yang memasok bahan berharga murah, bermutu tinggi, berkinerja pengiriman tepat waktu dan tepat jumlah serta dapat mengurangi frekuensi pemesanan. Sedangkan tradisional menerapkan kontrak – kontrak jangka pendek dengan banyak pemasok sehingga untuk memperoleh harga murah harus dibeli dalam jumlah yang banyak atau bahkan mungkin mutunya rendah.

Kelima, struktur seluler dibanding struktur departemen

Struktur seluler dalam Just In Time adalah pengelompokan mesin – mesin dalam satu keluarga, biasanya kedalam struktur semi lingkaran atau huruf “U” sehingga satu sel tertentu dapat digunakan untuk melakukan pengolahan satu jenis atau satu keluarga produk tertentu secara berurutan. Setiap sel manufaktur pada dasarnya merupakan pabrik kecil atau pabrik di dalam pabrik. Penggunaan struktur seluler ini dapat mengeliminasi aktifitas, waktu, dan biaya yang tidak memiliki nilai tambah.  Sedangkan struktur departemen dalam sistem departemen adalah struktur pengolahan produk melalui beberapa departemen produksi sesuai dengan tahapan – tahapannya dan memerlukan beberapa departemen jasa yang memasok jasa bagi departemen produksi. Akibatnya struktur departemen menimbulkan aktifitas – aktifitas serta waktu dan biaya – biaya tidak bernilai tambah dalam jumlah besar.

Keenam, karyawan berkeahlian ganda dibanding karyawan terspesialisasi

Sistem Just In Time yang menggunakan sistem tarikan waktu bebas harus digunakan oleh karyawan struktur seluler untuk berlatih agar berkeahlian ganda sehingga ahli dalam berproduksi dan dalam bidang – bidang jasa tertentu misalnya pemeliharaan pencegahan, reparasi, set up, inspeksi mutu. Sedangkan pada sistem tradisional sistem karyawan terspesialisasi berdasarkan departemen tempat kerjanya misalnya departemen produksi atau departemen jasa. Karyawan pada departemen jasa terspesialisasi pada aktifitas penangan bahan, listrik, reparasi, dan pemeliharaan, karyawan pada departemen produksi terspesialisasi pada aktifitas pencampuran, peleburan, pencetakan, perakitan, dan penyempurnaan.

Ketujuh, jasa terdesentralisasi dibanding jasa tersentralisasi

Sistem tradisional mendasarkan pada sistem spesialisasi sehingga jasa tersentralisasi pada masing – masing departemen jasa. Sedangkan pada sistem Just In Time jasa terdesentralisasi pada masing – masing struktur seluler, para karyawan selain selain ditugaskan untuk berproduksi tapi juga harus ditugaskan pada pekerjaan jasa yang secara langsung mendukung produksi struktur selulernya.

Kedelapan, keterlibatan tinggi dibanding keterlibatan rendah

Dalam sistem tradisional, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan relatif rendah karena karyawan fungsinya melaksanakan perintah atasan. Sedangkan dalam sistem Just In Time manajemen harus dapat memberdayakan para karyawannya dengan cara melibatkan mereka atau member peluang pada mereka untuk berpartisipasi dalam manajemen organisasi. Menurut pandangan Just In Time, peningkatan keberdayaan dan keterlibatan karyawan dapat meningkatkan produktviitas dan efisiensi biaya secara menyeluruh. Para karyawan dimungkinkan untuk membuat keputusan mengenai bagaimana sebaiknya pabrik beroperasi.

Kesembilan, gaya pemberi fasilitas dibanding gaya pemberi perintah

Sistem tradisional umumnya menggunakan gaya manajemen sebagai atasan karena fungsi utamanya adalah memerintah para karyawannya untuk melaksanakan kegiatan. Sedangkan pada sistem Just In Time memerlukan keterlibatan karyawan sehingga mereka dapt diberdayakan, maka gaya manajemen yang cocok adalah sebagai fasilitator dan bukanlah sebagai pemberi perintah.

Kesepuluh, TQC dibanding AQL

TQC (Total Quality Control) dalam Just In Time adalah pendekatan pengendalian mutu yang mencakup seluruh usaha secara berkesinambungan dan tiada akhir untuk menyempurnakan mutu agar tercapai nol kerusakan atau bebas dari kerusakan. Produk rusak haruslah dihindari karena dapat mengakibatkan penghentian produksi dan ketidakpuasan konsumen. AQL (Accepted Quality Level) dalam sistem tradisional adalah pendekatan pengendalian mutu yang memungkinkan atau mencadangkan terjadinya kerusakan namun tidak boleh melebihi tingkat kerusakan yang telah ditentukan sebelumnya.

Dalam menjalankan sistem produksi Just In Time ini, diperlukan ketelitian dalam merencanakan jadwal – jadwal produksi mulai jadwal pembelian bahan baku, jadwal penerimaan bahan baku, jadwal jalannya produksi, jadwal kesiapan produk hingga ke jadwal pengiriman barang jadi. Pada umumnya, perusahaan – perusahaan manufaktur modern saat ini menggunakan berbagai perangkat lunak yang canggih dalam merencanakan jadwal produksi yang didalamnya juga termasuk mengeluarkan pesanan pembelian (purchase order) dan pengendalian jumlah persedian (inventory). Software produksi tersebut juga dapat melakukan penukaran informasi mulai dari Pemasok (Vendor) hingga ke Pelanggan (Customer) melalui Electronic Data Interchange (EDI) untuk memastikan kebenaran sampai ke data – data yang paling detail.

 

Banyak kelebihan yang dapat dinikmati dalam menerapkan sistem produksi Just In Time, diantaranya sebagai berikut : Tingkat persediaan yang rendah sehingga menghemat tempat penyimpanan dan biaya – biaya terkait seperti biaya sewa tempat dan biaya asuransi, Bahan – bahan produksi hanya diperoleh saat diperlukan saja sehingga hanya memerlukan modal kerja yang rendah, Dengan Tingkat persedian yang rendah, kemungkinan terjadinya pemborosan akibat produk yang ketinggalan zaman, lewat kadaluarsa dan rusak atau usang akan menjadi semakin rendah, Menghindari penumpukan produk jadi yang tidak terjual akibat perubahan mendadak dalam permintaan, Memerlukan penekanan pada kualitas bahan – bahan produksi yang dipasok oleh pemasok sehingga dapat mengurangi waktu pemeriksaan dan pengerjaan ulang.

 

Meskipun banyak kelebihan yang bisa didapat, Sistem Produksi Just In Time ini juga masih memiliki kelemahan, yaitu : Sistem Produksi Just In Time tidak memiliki toleransi terhadap kesalahan atau no tolerance for mistakes sehingga akan sangat sulit untuk melakukan perbaikan / pengerjaan ulang pada bahan – bahan produksi ataupun produk jadi yang mengalami kecacatan. Hal ini dikarenakan tingkat persediaan bahan – bahan produksi dan produk jadi yang sangat minimum,  Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pemasok baik dalam kualitas maupun ketepatan pengiriman yang pada umumnya diluar lingkup perusahaan manufaktur yang bersangkutan. Keterlambatan pengiriman oleh satu pemasok akan mengakibatkan terhambatnya semua jadwal produksi yang telah direncanakan, biaya transaksi akan relatif tinggi akibat frekuensi transaksi yang tinggi, perusahaan manufaktur yang bersangkutan akan sulit untuk memenuhi permintaan yang mendadak tinggi karena pada kenyataannya tidak ada produk jadi yang lebih.

 

Tujuan strategis dari  Just In Time adalah meningkatkan laba dan memperbaiki posisi persaingan perusahaan. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara mengurangi atau menghilangkan persediaan, meningkatkan mutu, mengendalikan aktifitas supaya biaya rendah, sehingga memungkinkan harga jual rendah dan laba meningkat dan memperbaiki kinerja pengiriman.

Banyak Perusahaan Manufakturing yang menerapkan sistem produksi Just In Time ini menikmati keuntungan yang signifikan seperti Toyota dan beberapa perusahaan manufaktur Jepang yang telah menerapkannya sejak puluhan tahun silam . Namun keberhasilan Sistem Produksi Just In Time sangat tergantung pada komitmen seluruh karyawan perusahaan mulai dari level yang terendah hingga pada level yang tertinggi. Oleh karena itu manajemen perusahaan sebaiknya mengambil keputusan untuk menggunakan Sistem Just In Time (JIT) dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan.