Pada bulan September 2004, ISO (International Organization for Standardization) sebagai induk organisasi standarisasi internasional, berinisiatif mengundang berbagai pihak untuk membentuk tim (working group) yang membidani lahirnya panduan dan standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama ISO 26000: Guidance Standard on Social Responsibility. Pengaturan untuk kegiatan ISO dalam tanggungjawab sosial terletak pada pemahaman umum bahwa SR adalah sangat penting untuk kelanjutan suatu organisasi. Pemahaman tersebut tercermin pada dua sidang, yaitu “Rio Earth Summit on the Environment” tahun 1992 dan “World Summit on Sustainable Development (WSSD)” tahun 2002 yang diselenggarakan di Afrika Selatan. ISO 26000 menjadi standar pedoman untuk penerapan CSR. ISO 26000 mengartikan CSR sebagai tanggung jawab suatu organisasi yang berdampak kepada keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis. Di dalam ISO 26000, CSR mencakup tujuh isu pokok, yaitu: pengembangan masyarakat; konsumen; praktek kegiatan institusi yang sehat; lingkungan; ketenagakerjaan; hak asasi manusia; dan   organisasi kepemerintahan.  Seorang ekonom Amerika dan intelektual publik, Milton Friedman pernah menyatakan bahwa tujuan utama perusahaan adalah untuk memperoleh profit semata, tetapi semakin berkembangnya zaman maka tujuan utama tersebut semakin ditinggalkan. Sebaliknya konsep triple bottom line (Profit, Planet, People) yang digagas John Elkington semakin populer sehingga masuk ke dalam etika bisnis mainstream. Pelaksanaan CSR sangat tergantung pada pimpinan puncak perusahaan. Artinya, kebijakan CSR tidak selalu dijamin selaras dengan visi dan misi perusahaan. Jika pimpinan perusahaan memiliki kesadaran moral yang tinggi, besar kemungkinan perusahaan tersebut menerapkan kebijakan CSR yang benar. Sebaliknya, jika orientasi pimpinannya hanya berkiblat pada kepentingan kepuasan pemegang saham (produktivitas tinggi, profit besar, nilai saham tinggi) serta pencapaian prestasi pribadi, boleh jadi kebijakan CSR hanya sekadar kosmetik belaka.

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan perusahaan memiliki dampak secara langsung terhadap lingkungan sekitar perusahaann serta akibat dari kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi   yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitik beratkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. CSR adalah konsep yang mendorong organisasi untuk mempertimbangkan kepentingan masyarakat dengan bertanggung jawab atas dampak kegiatan organisasi pada konsumen, karyawan, pemegang saham, masyarakat dan lingkungan dalam semua aspek operasi. CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan dari dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembang   ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas. CSR dapat didefinisikan sebagai tanggungjawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dalam rangka mencapai tujuan berkelanjutan.

Sesuai dengan poin yang dibahas mengenai 7 isu pokok CSR, maka hal itu sesuai dengan tujuan ISO yang dimana bertujuan untuk mendorong organisasi untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip panduan mereka tentang tanggung jawab sosial ke dalam strategi, sistem, dan proses manajemen mereka. Oleh karena itu, ISO 26000 membantu meningkatkan komunikasi lingkungan, sosial serta tata kelola, dan juga memberikan panduan tentang identifikasi dan keterlibatan pemangku kepentingan. ISO 26000 bertujuan untuk membantu organisasi dan jaringan mereka dalam mengatasi tanggung jawab sosial mereka. Hal itu dapat terjadi karena ISO 26000 memberikan panduan praktis tentang bagaimana mengoperasionalkan CSR, dengan mengidentifikasi dan melibatkan pemangku kepentingan dan meningkatkan kredibilitas laporan dan klaim yang dibuat tentang CSR. Oleh karena itu, standar ini memiliki potensi untuk menyelesaikan masalah yang bersifat tanggung jawab sosial dalam perusahaan secara spesifik.

ISO 26000 memiliki karakteristik sebagai langkah evolusioner dalam inovasi standar karena cocok untuk organisasi dari semua ukuran dan sektor. Standar ini memiliki fitur unik yang membedakan dengan standar lain yaitu membahas mengenai otoritas dan legitimasi. Pedoman dari standar tersebut menggambarkan bahwa tanggung jawab sosial sebagai tindakan yang diambil perusahaan untuk berkontribusi pada “pembangunan berkelanjutan” dalam masyarakat. Seorang ahli menyarankan bahwa ISO 26000 dapat menawarkan panduan khusus tentang aspek CSR, karena ISO 26000 dapat membantu bisnis yang bertanggung jawab dalam penilaian dan evaluasi internal dan eksternal mereka. Selanjutnya, ketika organisasi mengadopsi ISO 26000, mereka dapat menunjukkan kredibilitas dan kualitas tanggung jawab sosial mereka kepada pemangku kepentingan pasar mereka. Dengan cara ini mereka juga dapat mengurangi ketidakseimbangan dalam perusahaan. ISO 26000 memberikan pemahaman sepihak tentang tanggung jawab sosial di seluruh dunia. Hal ini membuktikan bahwa tanggung jawab sosial harus menjadi bagian integral dari strategi inti bisnis. Beragam praktik tanggung jawab sosial dan masalah manajemen pemangku kepentingan dibahas dalam ISO 26000. Standar ini bertujuan untuk menyatukan dan menstandarkan tanggung jawab sosial. Standar ini juga mengakui bahwa setiap organisasi memiliki tanggung jawab yang harus dipikul terutama yang relevan dengan bisnisnya. Meskipun demikian akan selalu ada hal yang dapat mempengaruhi bagaimana perusahaan menerapkan standar ISO. Seperti: karakteristik industri yang berbeda, pengaturan organisasi, keadaan regional, ataupun perbedaan budaya dalam perusahaan.

Membahas tentang budaya dalam perusahaan, budaya perusahaan merupakan pendorong penting untuk kegiatan CSR. Oleh karena itu, CEO perusahaan memainkan peran kunci dalam memberikan dukungan mereka untuk mengagendakan keberlanjutan perusahaan mereka. Oleh karena itu, ISO 26000 dapat digunakan sebagai sarana komunikasi CSR. menyarankan bahwa standar ini berakar pada kerangka manajemen mutu, karena memiliki potensi untuk meningkatkan kredibilitas klaim tanggung jawab sosial perusahaan. Demikian pula bahwa konsep kredibilitas berkaitan dengan skeptisisme, kepercayaan dan greenwashing. Penelitian lain menunjukkan bahwa beberapa pemangku kepentingan telah menggunakan standar tersebut untuk meningkatkan kredibilitas, pembelajaran, dan legitimasi mereka. Maka dari itu, organisasi yang terkenal dengan kredibilitas CSR yang berkualitas dapat mengumpulkan reputasi dan citra yang lebih baik di antara para pemangku kepentingan yang tidak mengadopsi standar tersebut. Hal ini pada akhirnya akan menghasilkan perbaikan pada hirarki bawah perusahaan. Budaya organisasi yang mempromosikan agenda keberlanjutan memiliki potensi untuk mencapai keunggulan kompetitif, karena bisnis dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan jangka panjang melalui pengembangan sumber daya dan kemampuan organisasi yang berharga, langka, dan tidak dapat ditiru. Para ahli mengemukakan bahwa perusahaan dengan orientasi keberlanjutan tinggi dikaitkan dengan mekanisme tata kelola yang berbeda untuk keberlanjutan, waktu operasional yang lebih lama, dan keterlibatan pemangku kepentingan yang lebih dalam, karena mereka lebih memperhatikan sektor non keuangan. Penerapan standar keberlanjutan, seperti ISO 26000, juga dapat diartikan sebagai sinyal bahwa sebuah perusahaan memiliki budaya perusahaan yang bertanggung jawab.

Di sisi lainnya, banyak akademisi berpendapat bahwa ISO 26000 tidak dapat dianggap sebagai standar manajemen. Persyaratan sertifikasi belum dimasukkan ke dalam proses pengembangan dan penguatan ISO 26000, tidak seperti standar lainnya seperti ISO 9004 dan ISO 14004. Dalam wujudnya yang sekarang ini, ISO 26000 tidak mengikuti pendekatan sistem manajemen tipe Plan-Do-Check-Act seperti yang terdapat pada ISO 14004. Para ahli melaporkan bahwa organisasi atau perusahaan yang disertifikasi dengan ISO 14004 40% lebih mungkin untuk menilai kinerja lingkungan pemasok mereka dan 50% lebih mungkin untuk mengharuskan pemasok mereka melakukan praktik lingkungan tertentu. Namun demikian, para ahli juga berpendapat bahwa meskipun ISO 14004 adalah standar yang dapat disertifikasi, fasilitas yang mengadopsinya tidak lebih cenderung mengurangi emisi polusi udara daripada yang tidak bersertifikat. Meskipun ISO 26000 bukan merupakan standar sistem manajemen, ketentuan integrasinya sangat mirip dengan panduan yang diberikan dalam ISO 14004 (Standard Pedoman Manajemen Lingkungan). ISO 26000 membahas relevansi dan signifikansi tanggung jawab sosial pada masyarakat dan kemanusiaan, seperti halnya ISO 14004 membahas aspek, dampak, dan signifikansi lingkungan. ISO 26000 membahas kepatuhan terhadap hukum, norma perilaku internasional, potensi pelanggaran hak asasi manusia, praktik yang dapat membahayakan kehidupan atau kesehatan, dan praktik yang dapat berdampak serius terhadap lingkungan, seperti halnya ISO 14004 membahas persyaratan hukum dan hal-hal lainnya.

Seperti yang dibahas pada 3 paragraf sebelumnya bahwa ISO 26000 adalah langkah evolusioner dalam inovasi standar karena cocok untuk organisasi dari semua ukuran dan sektor, dan karena memiliki fitur unik terkait otoritas dan legitimasi. Maka pedoman standar menggambarkan tanggung jawab sosial sebagai ‘tindakan yang diambil perusahaan untuk berkontribusi pada’ pembangunan berkelanjutan. Para ahli menyarankan penggunaan ISO 26000 karena menawarkan panduan khusus pada banyak aspek CSR serta membantu bisnis yang memiliki masalah terhadap tanggung jawab dalam penilaian dan evaluasi internal dan eksternal mereka. Meskipun standar tersebut bertujuan untuk menyatukan dan menstandardisasi praktik tanggung jawab sosial, standar juga mengakui bahwa setiap perusahaan dan organisasi harus memiliki tanggung jawab untuk menangani area-area yang relevan dengan bisnisnya. Meskipun demikian, kembali lagi kepada bahasan bagaimana standar ini dapat diimplementasikan kepada aturan budaya pada perusahaan yang cenderung berbeda tiap perusahaan. Perusahaan harus menemukan cara untuk membangun tanggung jawab sosial ke dalam sistem dan prosedur tata kelolanya. Hal ini mungkin terlihat sulit karena memerlukan pengembangan prosedur untuk memasukkan tanggung jawab sosial ke dalam praktik manajemen sumber daya manusia, dan fungsi perusahaan lainnya. Panduan serupa tentang sistem dan prosedur disediakan dalam ISO 9004 (Standar Manajemen Mutu). ISO 26000 menyarankan bahwa organisasi dapat mempertimbangkan untuk mengembangkan rencana untuk mengatasi beberapa masalah tanggung jawab sosial dari waktu ke waktu, dengan mempertimbangkan kemampuan organisasi, sumber daya yang tersedia untuk itu serta memprioritaskan masalah yang terkait.

Kontribusi terhadap standar ini telah memberikan manfaat dalam standar tanggung jawab sosial. Memang, rekomendasi ISO 26000 sangatlah relevan dengan bisnis saat ini, karena mereka berusaha untuk mengatasi beragam masalah sosial dan lingkungan dalam konteks yang beragam. Bisa dibilang, fenomena globalisasi sangat membentuk perilaku bisnis di pasar yang berbeda. Banyak perusahaan saat ini mencari bahan atau barang jadi dari negara lain untuk mengurangi biaya produksi dan distribusi mereka. Akibatnya, pengadaan produk dapat mengakibatkan kekurangan yang dirasakan dalam kinerja sosial dan kelestarian lingkungan. Selain itu, negara-negara berkembang sering dikaitkan oleh kondisi kerja yang buruk, prosedur kepatuhan peraturan yang lemah, dan korupsi di dalam organisasinya. Karena alasan ini, banyak pemangku kepentingan, terutama konsumen yang berasal dari ekonomi paling maju, semakin bertanya-tanya tentang perilaku bertanggung jawab entitas yang lebih besar.

Pada akhirnya terbukti, bahwa standar yang tidak dapat disertifikasi ini berhasil dalam mendukung perusahaan dan organisasi, termasuk bisnis pada berbagai aspek tanggung jawab sosial, kelestarian lingkungan, dan tata kelola lingkungan. Ini membantu meningkatkan kredibilitas perusahaan di antara para pemangku kepentingan. Kontribusi tersebut membuktikan bahwa ISO 26000 dapat difokuskan secara internal (misalnya investigasi masalah implementasi dalam perusahaan, menjaga kondisi kerja, dan lain-lain) atau berfokus secara eksternal (misalnya tanggung jawab sosial terhadap pemangku kepentingan pasar, rantai pasokan dan industri, serta mempertimbangkan pengaruh pemangku kepentingan lainnya, termasuk pemerintah, organisasi buruh dan konsumen, media, LSM dan lain-lain). Evaluasi terhadap ISO 26000 telah mengungkapkan bahwa standar yang luas dan tidak dapat disertifikasi ini belum tentu mengarah pada hal yang buruk. Oleh karena itu, lebih baik kita ambil sisi positifnya sebagai standar yang dapat menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan.

SEMOGA BERMANFAAT