Suara.com Kamis, 18 September 2014 menuliskan pertolongan pertama memegang peran penting dalam kondisi darurat, seperti ketika terjadi kecelakaan atau seseorang mengalami serangan jantung. Hal-hal yang lebih serius dapat terjadi, jika korban tidak mendapat pertolongan pertama secara cepat dan tepat.

KUMPULAN ARTIKEL K3: Materi Mengenai Pengertian, Tujuan dan Pentingnya P3K

Untuk itu, sebagai orang awam, kita perlu mengetahui cara-cara yang tepat untuk melakukan pertolongan pertama. Menurut Teguh Adi Wibowo, Kepala Program Pengurangan Risiko Bencana, pengetahuan tentang pertolongan pertama sangat penting. “Pertolongan pertama yang dilakukan dengan tepat dapat menyelamatkan jiwa korban, mencegah cacat, memberikan rasa nyaman dan memudahkan proses penyembuhan,” ujar Teguh dalam Pelatihan Pertolongan Pertama yang diadakan Palang Merah Indoensia (PMI), di Jakarta.

Tempat kerja merupakan suatu tempat atau ruangan di sebuah perusahaan dimana di dalamnya terdapat tenaga kerja yang sedang melakukan aktivitas operasional berupa proses produksi, administrasi, maintenance dan lain sebagainya, serta bisa di pastikan juga terdapat sumber-sumber potensi bahaya yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatan para pekerja.

Adanya potensi bahaya di tempat kerja seperti, jatuh dari ketinggian, kejatuhan benda, tergilas benda, terpotong, terkilir, terbakar akibat berhubungan dengan suhu tinggi dan tersengat arus listrik yang terkadang kondisi tersebut sebenarnya telah disadari oleh pekerja namun, mereka tidak mengerti dampak yang dapat ditimbulkan dan bagaimana cara untuk mengendalikan potensi bahaya tersebut. Pada akhirnya mereka hanya membiarkannya begitu saja dan terbiasa dengan keberadaan potensi bahaya tersebut. Tanpa disadari apabila terjadi kecelakaan kerja akan mengakibatkan timbulnya korban cidera atau luka pada para pekerja dan bahkan bisa sampai menimbulkan korban jiwa.

Maka dari itu, dalam rangka memberikan perlindungan bagi para pekerja yang mengalami kecelakaan kerja di tempat kerja perlu dilakukan upaya perlindungan dapat dimulai dengan upaya preventif (pencegahan) hingga upaya kuratif (penyembuhan). Meskipun sudah dilakukan upaya-upaya tersebut namun, terkadang potensi bahaya masih saja bisa muncul dan menimbulkan kecelakaan kerja. Oleh karena itu, perlu adanya pelaksanaan pertolongan pertama pada korban yang dilakukan oleh petugas yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang pelaksaan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).

Pentinya pengetahuan dan keterampilan dalam pelaksanaan P3K di tempat kerja bagi pengusaha dan para pekerja agar supaya dapat menekan terjadinya korban akibat dari kasus kecelakaan kerja dan meminimalkan resiko akibat kecelakaan itu sendiri. Keterlambatan dalam permberian pertolongan pada korban kecelakaan kerja akan berakibat kurang baik bagi kondisi korban, dampak terburuk bisa berupa cacat anggota tubuh ataupun bahkan mengakibatkan kematian.

Oleh karena itu, pemerintah telah mengatur pelaksanaan P3K di tempat kerja dalam peraturan perundangan pada Pasal 3 ayat (1) huruf (e) undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja disebutkan bahwa dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk memberi pertolongan pada kecelakaan. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu adanya peraturan pelaksanaan yang khusus mengatur tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Maka dengan itu, pada tahun 2008 Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.15 Tahun 2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja.

P3K merupakan pemberian pertolongan segera kepada penderita yang mengalami cedera atau sakit yang memerlukan penanganan medis dasar. Sedangkan yang di maksud penanganan medis dasar adalah tindakan perawatan berdasarkan ilmu kedokteran yang dimiliki oleh masyarakat umum atau orang yang sudah terlatih secara khusus dari lembaga pelatihan yang terpercaya sesuai Keputusan Dirjen No.53 Tahun 2009, yang mengatur tentang Pelatihan dan Pemberian Lisensi Petugas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di Tempat Kerja.

Dalam pelaksanaan pertolongan pertama terdapat beberapa tujuan di antaranya adalah seperti, menyelamatkan jiwa penderita, mencegah kecacatan, memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan. Dalam pertolongan pertama terdapat pelaku pertolongan pertama yang berarti ialah penolong yang pertama kali tiba di tempat kejadian dan memiliki kemampuan serta terlatih dalam kemampuan medis dasar.

Kewajiban dari pelaku pertolongan pertama seperti, yang utama adalah menjaga keselamatan diri, anggota tim, penderita dan orang lain di sekitarnya, dapat menjangkau penderita baik di dalam kendaraan dan kerumunan massa maupun bangunan, dapat mengenali dan mengatasi masalah yang mengancam nyawa, meminta bantuan ataupun rujukan apabila diperlukan, memberikan pertolongan dengan cepat dan tepat berdasarkan keadaan korban, membantu pelaku pertolongan pertama lainnya, ikut dalam menjaga kerahasiaan medis penderita, dan melakukan komunikasi dengan petugas lain yang terlibat, serta mempersiapkan penderita untuk dibawa ke fasilitas layanan kesehatan terdekat atau rumah sakit.

Pelaku pertolongan pertama disaat akan melaksanakan tugasnya pasti akan memerlukan peralatan dasar sebagai penunjang untuk digunakan membatu menolong para korban. Karena penderita bisa saja mengeluarkan ceceran darah ataupun cairan tubuh lainnya yang memiliki potensi sumber penyakit. Maka dari itu, pelaku penolong pertama akan memerlukan APD (Alat Perlindungan Diri) sebagai ptoteksi untuk dirinya seperti, sarung tangan lateks, kacamata pelindung, baju pelindung, masker, helm (untuk melindungi apabila menolong di tempat yang rawan akan kejatuhan atau reruntuhan bangunan gedung).

Selain APD, penolong pertama juga memerlukan peralatan penunjang lainya dalam menjalankan tugasnya seperti yang tercantum pada Permenakertrans RI No.15 Tahun 2008, tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja Pasal 2 ayat (1) dan (2), menyebutkan bahwa pengusaha wajib menyediakan petugas P3K dan fasilitas P3K di tempat kerja serta pengurus wajib melaksanakan P3K di tempat kerja. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kewajiban bagi pihak perusahaan untuk melaksanakan P3K sekaligus menyediakan petugas P3K dan fasilitas P3K di tempat kerjanya agar para pekerja mendapatkan perlindungan disaat kecelakaan terjadi. Dan pada Pasal 10 Permenakertrans RI No.15 Tahun 2008, disebutkan bahwa kotak P3K sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, harus memenuhi persyaratan bahwa isi kotak P3K seperti terdapat pada lampiran II, tidak boleh diisi bahan atau alat selain yang dibutuhkan untuk pelaksanaan P3K di tempat kerja.

Adapun rasio jumlah petugas P3K di tempat kerja dengan jumlah pekerja berdasarkan klasifikasi tempat kerja adalah sebagai berikut; tempat kerja dengan potensi bahaya rendah dengan jumlah pekerja 25-150 membutuhkan 1 orang petugas P3K dan tempat kerja dengan potensi bahaya rendah dengan jumlah pekerja >150 membutuhkan 1 orang petugas P3K untuk setiap 150 pekerja atau kurang, sedangkan tempat kerja dengan potensi bahaya tinggi dengan jumlah pekerja <100 membutuhkan 1 orang petugas P3K serta tempat kerja dengan potensi bahaya tinggi dengan jumlah pekerja >100 membutuhkan 1 orang petugas P3K untuk setiap 100 pekerja atau kurang.

Sedangkan jumlah dan jenis kotak P3K juga diatur dalam Permenakertrans No.15 Tahun 2008, pada lampiran III sebagai berikut; dalam lokasi tempat kerja dengan jumlah pekerja kurang 26 orang membutuhkan 1 jenis kotak P3K tipe A untuk setiap 1 unit kerja dan pada lokasi tempat kerja dengan jumlah pekerja 26-50 orang membutuhkan 1 jenis kotak P3K tipe B atau 2 jenis kotak P3K tipe A untuk setiap 1 unit kerja sedangkan lokasi tempat kerja dengan jumlah pekerja 50-100 orang membutuhkan 1 jenis kotak P3K tipe C atau 2 jenis kotak P3K tipe B atau 4 jenis kotak P3K tipe A atau 1 jenis kotak P3K tipe B dan 2 jenis kotak P3K tipe A untuk setiap 1 unit kerja serta untuk lokasi tempat kerja dengan jumlah pekerja setiap 100 orang membutuhkan 1 jenis kotak P3K tipe C atau 2 jenis kotak P3K tipe B atau 4 jenis kotak P3K tipe A atau 1 jenis kotak P3K tipe B dan 2 jenis kotak P3K tipe A untuk setiap 1 unit kerja.

Dan isi dari kotak P3K yang di maksud dalam lampiran II adalah kasa steril yang terbungkus, perban (lebar 5 cm), perban (lebar 10 cm), plester (lebar 1,25 cm), plester cepat, kapas (25 gram), kain segitiga/mittela, Gunting, peniti, sarung tangan sekali pakai (pasangan), masker, pinset, lampu senter, gelas untuk cuci mata, kantong plastik bersih, aquades (100 ml lar. Saline), povidon Iodin (60 ml), alkohol 70%, buku panduan P3K di tempat kerja dan buku catatan serta daftar isi kotak.

Salah satu hal penting juga dan tidak boleh dilupakan oleh, para penolong pertama adalah kemampuan dalam improvisasi yang diperlukan apabila tidak ditemukan alat-alat seperti yang dimaksud di atas dalam lokasi kejadian kecelakaan kerja. Sehingga, diharapkan penolong pertama dapat mencari alat lain yang disesuaikan dengan fungsinya untuk menunjang disaat membantu menolong korban serta aman untuk digunakan.

Tindakan-tindakan P3K yang dapat dilakukan oleh penolong pertama disaat terdapat korban kecelakaan kerja seperti, pertolongan bantuan hidup dasar, resusitasi jantung paru (RJP), pertolongan pada cedera jaringan lunak, cedera kepala, spinal dan dada, cedera sistem otot dan rangka, pertolongan pada cedera luka bakar, perdarahan dan syok serta pertolongan korban banyak (triage).

Namun, sebelum melakukan tindakan P3K langkah-langkah awal yang perlu untuk dilakukan adalah menilai situasi yang dapat dilakukan dengan cara memperhatikan lokasi lingkungan sekitar tempat kejadian secara cepat dan aman untuk mengenali potensi bahaya yang bisa mengancam diri sendiri serta korban. Perhatikan juga sumber-sumber potensi bahaya lainnya yang kemungkinan juga dapat mengancam dan langkah berikutnya pilihlah jenis tindakan pertolongan yang tepat serta lakukan tindakan pertolongan dengan tenang dan jangan panik, perhatikan juga akan adanya potensi bahaya susulan.

Setelah langkah penilaian situasi lingkungan tempat kejadian sudah dilakukan langkah selanjutnya adalah mengamankan tempat kejadian. Tindakan pengamanan yang dilakukan seperti, jauhkan korban dari bahaya dengan cara yang aman, singkirkan sumber bahaya (misalnya memutusk aliran listrik dan matikan mesin yang masih beroperasi) dan jangan lupa untuk selalu utamakan keselamatan pada diri sendiri. Dalam tahapan langkah ini perlu diperhatikan juga faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan dan jangan lupa untuk menandai tempat kejadian sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa di tempat tersebut terdapat sumber bahaya.

Setelah situasi dinyatakan aman lakukan langkah penilaian dini atau bantuan hidup dasar pada korban dan apabila dalam kondisi tersebut ditemukan gejala gangguan pada korban seperti, tersumbatnya jalan nafas, tidak menemukan adanya nafas serta tidak ditemukan adanya tanda-tanda nadi yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian pertolongan (RJP) Resusitasi Jantung Paru. Resusitasi Jantung Paru dilaksanakan dengan memastikan bahwa penderita tidak ada respon atau tidak sadar, tidak terdapat pernafasan dan tidak terdapat denyut nadi. Pada manusia dewasa resusitasi jantung paru dikenal 2 (dua) rasio, yaitu rasio 15 kali kompresi dada berbanding 2 kali tiupan bantuan nafas (15:2) apabila dilaksanakan oleh satu penolong, serta rasio 5:1 per siklus apabila dilaksanakan oleh 2 (dua) orang penolong.

Seperti diketahui bahwa tujuan dari P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) salah satunya ialah menyelamatkan jiwa penderita sehingga dapat selamat dari kematian. Pengertian mati sendiri terbagi menjadi 2 (dua) yaitu mati klinis dan mati biologis. Mati klinis berarti tidak ditemukan adanya pernafasan dan nadi. Mati klinis dapat bersifat reversibel (dapat dipulihkan). Penderita mati klinis mempunyai waktu 4-6 menit untuk dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak. Sedangkan mati biologis berarti kematian sel dimulai terutama sel otak & bersifat ireversibel (tidak bisa dipulihkan) yang biasa terjadi 8-10 menit dari henti jantung.

Dalam memberikan pertolongan bantuan hidup dasar terdapat 3 tahapan utama yang perlu diperhatihkan seperti, penguasaan jalan nafas, bantuan pernafasan dan bantuan sirkulasi darah yang lebih dikenal juga dengan istilah pijatan jantung luar serta penghentian perdarahan besar.

Dan apabila korban sudah merespon atau sadar namun, terdapat cedera atau luka seperti cedera jaringan lunak, cedera kepala, spinal dan dada, cedera sistem otot dan rangka, cedera luka bakar dan perdarahan dapat dilakukan pertolongan lanjutan disesuaikan dengan jenis cederanya tersebut. Setelah korban mendapatkan pertolongan lanjutan tahapan senjutnya adalah memindahkan korban ke lokasi yang lebih aman agar terhindar dari bahaya sususlan. Berdasarkan aspek keselamatan, pengangkatan atau pemindahan korban dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu; pemindahan darurat dan pemindahan biasa (tidak darurat). Yang dimaksud dengan darurat di sini bukan pada masalah peralatan namun, pada masalah keadaan atau situasi di tempat kejadian.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) bukanlah langkah pertolongan utama untuk menyembuhkan korban dari cedera atau luka namun, lebih untuk membantu meringankan kondisi atau mencegah keparahan berlanjut hingga bisa mengancam nyawa korban yang dapat berakibat kematian. Dalam hal ini, apabila korban memerlukan penanganan medis lebih lanjut segera hubungi fasilitas layanan kesehatan atau Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit terdekat.

 

Semoga bermanfaat.