Sektor pertanian merupakan sektor penting yang masih harus dikembangkan serta membutuhkan penanganan serius untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk dapat bersaing di pasar yang bebas dan kompetitif saat ini, komoditas pertanian yang dipasarkan harus benar – benar dapat menarik minat pembeli. Hal ini perlu ditanamkan terhadap pelaku agribisnis bahwa didalam produk yang akan dipasarkan haruslah terdapat unsur jaminan kepastian mutu.
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan persyaratan konsumen, keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan yang terpenting dari seluruh parameter mutu pangan yang ada. Setinggi apapun nilai gizi suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya baik, serta lezat rasanya, tetapi bila tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.
Hal ini membawa dampak perubahan mulai dari bisnis pangan tanpa adanya pengawasan, pengawasan produk akhir, hingga pengawasan proses produksi bagi jaminan mutu secara total. Pada tahun – tahun terakhir, konsumen menyadari bahwa mutu pangan khususnya keamanan pangan tidak dapat hanya dijamin dengan hasil uji produk akhir dari laboratorium. Mereka berkeyakinan bahwa produk yang aman didapat dari bahan baku yang ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan dengan baik akan menghasilkan produk akhir yang baik.
Suatu langkah yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut, serta adanya tuntutan dalam pasar bebas, telah dikembangkan suatu sistem jaminan mutu oleh Komite Standar Internasional / Codex Allimentarius Commission yang telah diakui secara internasional yaitu Sistem Jaminan Mutu berdasarkan HACCP. Secara umum konsep HACCP ini merupakan suatu sistem jaminan mutu yang menekankan pada pengawasan yang menjamin mutu sejak bahan baku hingga produk akhir. HCCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) ini telah banyak dilakukan di berbagai negara dan telah menjadi salah satu alat pengawasan yang berdasarkan prinsip pencegahan. Konsep ini telah banyak diterapkan pada industri pangan. Konsep ini didasarkan atas kesadaran dan pengertian bahwa bahaya akan timbul pada berbagai titik atau tahapan produksi, namun upaya pengendalian dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya tersebut. Melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN) pemerintah Indonesia juga telah mengadaptasi konsep HACCP menjadi SNI 01-4852-1998 beserta pedoman penerapannya untuk diaplikasikan pada berbagai industri pangan di Indonesia.
Menurut SNI 01-4852-1998, HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) adalah piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir (end product testing) atau suatu sistem pencegahan untuk keamanan pangan. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipandu oleh bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Sistem HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang zero – risk (tanpa resiko), tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan.
HACCP adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik – titik kritis didalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.
Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan pangan yang bersifat sistematis dan didasarkan pada prinsip – prinsip yang sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut. HACCP merupakan akronim yang digunakan untuk mewakili suatu sistem hazard dan titik kendali kritis (Hazard Analysis Critical Control Point).
HACCP merupakan suatu sistem manajemen keamanan makanan yang sudah terbukti dan didasarkan pada tindakan pencegahan. Identifikasi letak suatu hazard yang mungkin akan muncul di dalam proses, tindakan pengendalian yang dibutuhkan akan dapat ditempatkan sebagaimana mestinya. Hal ini untuk memastikan bahwa keamanan makanan memang dikelola dengan efektif dan untuk menurunkan ketergantungan pada metode tradisional seperti inspeksi dan pengujian.
Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif.
Pada beberapa negara, penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan banyak industri pangan yang telah menerapkannya. Disamping karena meningkatnya kesadaran masyarakat baik produsen dan konsumen dalam negeri akan keamanan pangan, penerapan HACCP di industri pangan banyak dipicu oleh permintaan konsumen terutama dari negara pengimpor.
Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, agar penerapan HACCP ini sukses maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar industri pangan yaitu, telah diterapkannya Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP). Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri pangan dengan penerapan sistem HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada produk makanan yang dihasilkan, meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan konsumen akan berkurang, memperbaiki fungsi pengendalian, mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif kepada pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif , dan mengurangi limbah dan kerusakan produk atau waste.
Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di Amerika Serikat bersama – sama dengan US Army Nautics Research and Development Laboratories, The National Aeronautics and Space Administration serta US Air Force Space Laboratory Project Group pada tahun 1959 diminta untuk mengembangkan makanan untuk dikonsumsi astronot pada gravitasi nol. Untuk itu dikembangkan makanan berukuran kecil (bite size) yang dilapisi dengan pelapis edible yang menghindarkannya dari hancur dan kontaminasi udara. Misi terpenting dalam pembuatan produk tersebut adalah menjamin keamanan produk agar para astronot tidak jatuh sakit. Dengan demikian perlu dikembangkan pendekatan yang dapat memberi jaminan mendekati 100% aman.
Tim tersebut akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa, cara terbaik untuk mendapatkan jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan penyimpanan rekaman data yang baik. Konsep yang saat ini dikenal sebagai HACCP ini, jika diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan titik – titik atau wilayah – wilayah yang mungkin menyebabkan bahaya. Masalah bahaya ini didekati dengan cara mengamati satu per satu bahan baku proses dari sejak di lapangan sampai dengan pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah bahaya patogen, logam berat, toksin, bahaya fisik, dan kimia serta perlakuan yang mungkin dapat mengurangi cemaran tersebut. Disamping itu, dilakukan pula analisis terhadap proses, fasilitas dan pekerja yang terlibat pada produksi pangan tersebut.
Pada tahun 1971, untuk pertama kalinya sistem HACCP ini disampaikan kepada masyarakat di negara Amerika Serikat di dalam suatu Konferensi Nasional Keamanan Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury mendapat kontrak untuk memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food and Drug Adminstration (FDA). Dokumen lengkap HACCP pertama kali diterbitkan oleh Pillsbury pada tahun 1973 dan disambut baik oleh FDA dan secara sukses diterapkan pada makanan kaleng berasam rendah.
Pada tahun 1985, The National Academy of Scienses (NAS) merekomendasikan penerapan HACCP dalam publikasinya yang berjudul An Evaluation of The Role of Microbiological Criteria for Foods and Food Ingredients. Komite yang dibentuk oleh NAS kemudian menyimpulkan bahwa sistem pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat memberikan jaminan kemanan pangan jika dibandingkan dengan sistem pengawasan produk akhir.
Selain NAS, lembaga internasional seperti International Commission on Microbiological Spesification for Foods (ICMSF) juga menerima konsep HACCP dan memperkenalkannya ke luar Amerika Serikat. Ketika NAS membentuk The National Advisory Commitee on Microbiological Criteria for Foods (NACMCF), maka konsep HACCP makin dikembangkan dengan disusunnya 7 prinsip HACCP yang dikenal sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian diadopsi oleh berbagai badan internasional seperti Codex Alimentarius Commission (CAC) yang kemudian diadopsi oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.
Ketujuh prinsip HACCP tersebut antara lain, sebagai berikut : Prinsip pertama, mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan dipabrik dan distribusi sampai kepada titik produk panga dikonsumsi. Penilaian kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan untuk pengendaliannya. Prinsip kedua, menentukan titik atau tahap operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya tersebut (CCP – critical control point). CCP berarti setiap tahapan di dalam produksi pangan dan atau pabrik yang meliputi sejak diterimanya bahan bakunya dan atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya. Prinsip ketiga, menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada dalam kendali.
Prinsip keempat, menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara pengujian dan pengamatan. Prinsip kelima, menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali. Prinsip keenam, menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif. Dan Prinsip yang ketujuh, mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan yang tepat untuk prinsip – prinsip ini dan penerapannya.
Dalam perkembangannya sistem HACCP ini sangat dirasakan telah memberikan efisiensi jaminan keamanan pangan karena beberapa hal, yaitu : Sistemnya yang sistematik dan mudah dipelajari, sehingga dapat diterapkan pada semua tingkat bisnis pangan, Merupakan Cost – Effective System karena fokus pada titik – titik yang kritis terhadap pangan, mengurangi resiko produksi, dan dapat menghasilkan produk yang aman, Membuat personil terinformasi akan keputusan – keputusan tentang keamanan pangan dan menghilangkan keraguan dalam keputusan – keputusannya, Menjamin personil dilatih sesuai dengan keputusan penerapan HACCP, dan HACCP telah menjadi sistem keamanan pangan yang universal sehingga akan diterima dimana saja, baik oleh klien maupun regulasi.
Dari perkembangannya HACCP terus di update untuk memperbaiki kekurangan – kekurangannya, dari alasan pengembangan tersebut terdapat beberapa kelemahan yang mungkin timbul pada penerapannya, antara lain : Jika HACCP tidak diterapkan secara benar maka tidak akan menghasilkan sistem jaminan keamanan yang efektif disuatu industry, Bila hanya dilaksanakan oleh satu orang atau kelompok kecil industry tanpa / sedikit input dari seluruh divisi dalam industri, Lingkungan HACCP dianggap terlalu sempit, yaitu yang hanya terfokus pada keamanan pangan, dan hanya juga untuk pangan.
SEMOGA BERMANFAAT.