Kepedulian setiap individu terhadap risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dapat berbeda-beda, walaupun sudah terdapat penerapan sistem K3 di tempat kerja tidak jarang masih ada pekerja yang menyepelekannya. Misalnya saat terjadi near miss, terdapat pekerja yang tersandung kabel listrik yang ada dilantai kerja, dari hal tersebut ada pekerja yang beropini tidak apa-apa hanya tersandung dan tetap melakukan pekerjaannya seperti biasa, namun ada juga pekerja yang peduli dan segera melaporkan kejadian tersebut kepada atasannya agar segera dilakukan tindakan korektif supaya tidak menimbulkan bahaya yang lebih besar. Dari dua persepsi risiko tersebut, ada orang yang sangat peduli terhadap risiko dan ada juga yang kurang peduli. Hal ini pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan persepsi seseorang terhadap risiko yang dipengaruhi berbagai faktor antara lain, seperi perbedaan latar belakang sosial, budaya, pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu. 

Persepsi merupakan cara seseorang menginterpretasikan suatu informasi atau dengan kata lain cara seseorang menafsirkan lingkungannya atau cara seseorang meyakini atau memahami suatu situasi. Orang memahami dan mendapatkan informasi melalui apa yang mereka lihat, dengar, sentuh, cicipi dan cium (panca indra). Proses dasar persepsi dapat terbentuk pada saat setiap individu secara konstan merespon rangsangan yang masuk dengan berbagai macam cara. Stimulus ini dapat diterima, ditolak atau bahkan diabaikan. Semua itu tergantung pada apakah stimulus mendukung atau bertentangan dengan keyakinan, nilai, dan sikap individu. Secara singkat, persepsi dapat didefinisikan sebagai bagaimana lingkungan menyajikan dirinya kepada individu. Oleh sebab itu, kenapa setiap individu memiliki persepsi yang berbeda, karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor keturunan dan lingkungan, hal inilah yang membuat setiap individu itu unik. 

 

Persepsi risiko dapat didefinisikan sebagai sebuah penilaian subjektif dari ketidakpastian akan kemungkinan kejadian atau peristiwa yang dapat terjadi dan seberapa peduli individu dengan konsekuensinya. Pada dasarnya, setiap orang memandang risiko dengan cara yang berbeda dan tidak ada dua orang atau lebih yang selalu memandang risiko yang sama dengan cara yang sama. Bagaimana orang memandang risiko dapat dikaitkan dengan keterampilan yang tersedia untuk individu, faktor motivasi, pengalaman masa lalu dan lain sebagainya. Contohnya saat terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kesan mendalam dalam diri seseorang, maka akan mempengaruhi persepsinya. Misalnya saat terjadinya kecelakaan pesawat terbang Lion Air JT-610. Pesawat jenis Boing 737 ini jatuh diperairan Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat dan tercatat memakan korban (fatality) sebanyak 189 orang yang terdiri dari 181 penumpang, pilot dan copilot serta 6 awak kabin. Dari peristiwa ini memberikan kesan dramatis bagi masyarakat terlebih peristiwa ini diliput secara luas. Inilah yang akan mempengaruhi persepsi masyarakat tentang bahaya naik pesawat terbang. 

 

Sebaliknya, berbeda dengan saat adanya kecelakaan lalu lintas yang hampir terjadi setiap hari, tetapi tidak dramatis dan tidak memberikan kesan mendalam bagi masyarakat. Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap bahaya naik pesawat terbang berbeda dengan bahaya naik angkutan umum. Masyarakat lebih takut naik pesawat terbang dibandingkan dengan manaiki kendaraan umum di jalan raya. Padahal risiko kecelakaan lalu lintas jauh lebih besar dibanding dengan kecelakaan pesawat terbang. 

 

Persepsi tentang risiko berpengaruh terhadap tingkat keselamatan, namun keduanya merupakan suatu paradoks yang saling terkait. Sikap manusia terhadap keselamatan, seperti paradoks antara dua aspek yaitu aspek kewaspadaan, kepedulian atau awareness dengan kejadian atau kecelakaan. Apabila manusia berada pada tingkat awareness yang tinggi, maka peluang kecelakaan atau kejadian akan menurun demikian pula sebaliknya. Persepsi risiko dapat naik dan dapat juga turun. Ketika awareness seseorang mengenai risiko berada di puncak, angka kecelakaan, kegagalan atau penyimpangan akan turun. Sebaliknya pada saat persepsi risiko seseorang, kelompok atau masyarakat menurun, maka kewaspadaan juga akan menurun. Sehingga hal inilah yang akan menjadi peluang terjadinya kecelakaan atau kegagalan yang akan meningkat. 

 

Pada saat terjadi kecelakaan, kegagalan atau penyimpangan, persepsi risiko kembali meningkat sampai ke puncak. Saat inilah semua orang berbicara mengenai keselamatan, kewaspadaan dan perhatian mengenai keselamatan meningkat, sehingga peluang terjadinya kecelakaan berkurang.  Namun, seiiring berjalannya waktu apabila keadaan telah kembali normal persepsi tentang risiko biasanya akan menurun sampai kecelakaan atau kejadian berikutnya kembali terulang. Sebagai contoh dalam kehidupn sehari-hari, seperti kejadian mengenai pencurian. Pada saat sering terjadinya pencurian semua orang pasti akan meningkatkan kewaspadaannya. Begitu juga penjagaan atau siskamling langsung dilakukan secara rutin dan petugas ronda malampun rajin untuk berkeliling. Tetapi, tanpa disadari pada masa-masa tersebut, para pencuri sedang menurunkan aksi-aksinya. Mereka menghentikan kegiatannya, sehingga kasus pencurian juga menurun. Pada akhirnya akan mengakibatkan petugas siskamling mulai jenuh dan lalai. Petugas siskamiling mulai bermalas-malasan dan disaat itu juga pencuri akan mulai beraksi kembali. 

 

Kejadian serupa terlihat dari berbagai kejadian kecelakaan di tengah masyarakat. Ketika terjadi kecelakaan pesawat udara, semua media masa akan menyorotinya. Semua orang akan membicarakan masalah kecelakaan dan keselamatan. Seluruh perhatian terpusat pada keselamatan angkutan. Semua prosedur ditinjau ulang. Pemeriksaan pesawat diperketat. Prosedur dijalankan dengan konsekuen. Hal ini juga terjadi ketika banyak kecelakaan di sektor misalnya konstruksi, semua prosedur ditinjau ulang, pemeriksaan pesawat angkat-angkut diperketat, prosedur dijalankan dengan konsekuen, dilakukan audit internal dan eksternal, semua pihak ribut sampai menteri turun tangan melakukan moratorium pekerjaan konstruksi bahkan pergantian pejabat. Akhirnya peluang terjadinya kecelakaan dan penyimpangan akan menurun, seolah-olah keadaan menjadi lebih aman dan selamat. 

 

Dengan seiiring berjalannya waktu ketika persepsi risiko menurun, tingkat kewaspadaan juga mulai berkurang. Penyimpangan kecil mulai terjadi dan dibiarkan, sehingga berakibat dengan kecelakaan berikutnya. Begitulah seterusnya apabila tidak segera ditangani atau dikendalikan. Dari sisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), kondisi seperti itu sangat membahayakan karena persepsi risiko pada pekerja naik turun dipicu oleh kejadian. Kesadaran seseorang dalam menerima informasi yang didapat mengenai baik buruknya kondisi lingkungan kerja akan diproses dan disimpan oleh otak manusia, sehingga membentuk persepsi. Informasi ini dapat membantu seseorang memutuskan tindakan yang akan diambilnya. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Oswald, David, dkk., menyatakan bahwa keberhasilan seseorang dalam mempersepsikan, mengenal dan memutuskan untuk menghindari bahaya akan menyebabkan perilaku aman (safe behavior) dan sebaliknya kegagalan dalam tahap–tahap tersebut akan mengakibatkan perilaku berbahaya (Unsafe Action)

 

Selain itu, persepsi risiko juga sangat berkontribusi besar dalam kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), diantaranya pada proses komunikasi dan konsultasi, seperti pada saat pekerja melaporkan near miss kepada atasannya, namun atasannya menganggap kejadian tersebut adalah hal yang wajar ditempat kerja, sehingga tidak perlu untuk ditindaklanjuti. Dari hal tersebut dapat dibayangkan apa yang akan terjadi di kemudian hari, jika near miss tersebut tidak segera diselesaikan, maka dapat dipastikan akan muncul bahaya yang lebih besar. 

 

Proses selanjutnya penentuan risiko yang dapat diterima (Acceptable risk), jika pekerja ternyata dikelilingi oleh berbagai macam bahaya dan risiko ditempat kerja, misalnya bekerja di ketinggian tanpa alat pelindung dan pengaman, namun menganggap bahaya tersebut biasa-biasa saja bahkan menganggap risikonya tidak ada. Dengan anggapan bahwa sudah selama bertahun-tahun bekerja tidak pernah celaka tanpa menggunakan alat tersebut, sehingga memutuskan untuk menerima bahaya dan risiko tersebut padahal dengan demikian dapat mencelakakan pekerja itu sendiri. Proses yang terakhir pengambilan kebijakan terhadap risiko yang ada, hal ini dapat juga dibayangkan jika top manajemen menganggap risiko yang ada tidak penting, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk meminimalkan risiko tersebut. 

 

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memelihara persepsi risiko pada level yang tinggi, seperti dengan cara mengingatkan semua pekerja yang ada di dalam perusahaan tentang risiko pekerjaan dan dampak yang dapat ditimbulkan dengan cara meningkatkan pengetahuan pada pekerja. Dengan pengetahuan yang baik, maka akan terbentuk persepsi yang baik juga pada pekerja. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan, bacaan, maupun pelatihan yang pernah diikuti. Pendidikan sendiri bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada pekerja dan mengubah pemikiran akan pentingnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Contohnya melakukan kegiatan safety talk secara rutin. Bacaan juga tidak kalah pentingnya dalam upaya untuk meningkatan pengetahuan pekerja. Bacaan ini biasanya dapat di temui pada HSE Bulletin, Pamflet ataupun HSE Alert atau Lesson Learn kecelakaan yang dikirim melalui pesan (Smartphone). Begitupun pelatihan yang tidak hanya ditujukan untuk dapat meningkatkan pengetahuan seorang pekerja terhadap pekerjaannya saja, namun bagaimana pelatihan dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada pekerja terkait bahaya dan risiko apa saja dan bagaimana mengelola risiko tersebut dalam pekerjaan. Contohnya memberikan safety induction, pelatihan HIRA dan memberikan pelatihan berdasarkan kebutuhan pekerja dengan melakukan Training Need Analysis terlebih dahulu. 

 

Adapun cara selanjutnya yaitu dengan partisipasi aktif dari top manajemen. Salah satu penelitian yang dijelaskan oleh Sidney Dekker dalam buku yang berjudul The Field Guide to Understanding Human Error menunjukkan bahwa keterlibatan aktif oleh top manajemen dalam masalah keselamatan memiliki berbagai implikasi positif. Persepsi positif tentang keterlibatan top manajemen atau pemimpin dalam proses bisnis sehari-hari tidak hanya meningkatkan kesediaan pekerja untuk patuh akan peraturan di perusahaan. Namun, hal ini juga akan menjadi dasar hubungan yang memungkinkan pekerja untuk berbagi ketidaksesuaian dengan atasan, untuk memberi tahu tentang masalah keselamatan yang mungkin memiliki efek terhadap produksi atau tujuan organisasi lainnya. 

 

Oleh karena itu, apabila hubungan ini terbina dengan baik, maka secara tidak sadar pekerja juga akan aktif terlibat dalam mengemukakan apa yang menjadi persepsinya. Selain itu, pada beberapa kasus peningkatan kesadaran dalam perusahaan juga diperlukan keterlibatan top manajemen. Seperti dalam menelaah kasus kecelakaan dengan keterlibatan top manajemen mulai dari identifikasi bukti sampai memutuskan apa yang menjadi root cause, maka akan membuat hasil investigasi tersebut menjadi berkualitas. Sehingga sisi positif lainnya, jika proses investigasi dilakukan dengan baik, maka dapat menjadi pembelajaran yang pada dasarnya informasi tersebut berguna untuk membentuk bahkan meningkatkan persepsi keselamatan baik pada level pekerja maupun top manajemen. 

 

Sebenarnya untuk membentuk dan mengubah persepsi pekerja dan top manajemen bukanlah perkara yang mudah. Namun dapat dicapai dengan pendekatan heart to heart dan menjalankan manajemen risiko secara sustainable atau berkelanjutan. Setiap kejadian near miss maupun accident pada dasarnya sama-sama memiliki kerugian. Oleh sebab itu, perlu adanya kesadaran terhadap setiap individu maupun top manajemen untuk saling mengingatkan dan menjaga. Terdapat kejadian kecelakaan maupun tidak terdapatnya kejadian kecelakan tetap harus mengutamakan dan menerapkan sistem keselamatan. Maka dari itu, jangan pernah mepelajari sesuatu hal dari satu sudut pandang saja, tetapi harus memelajari sudut pandang yang lain juga. 

 

Semoga bermanfaat.