Six sigma sebagai strategi manajemen bisnis yang awalnya memiliki target untuk mengurangi cacat produksi hingga kurang dari empat kecacatan per sejuta peluang hingga sekarang beralih menjadi sebuah pedoman bagi banyak organisasi di seluruh dunia. Organisasi yang telah mengadopsi six sigma mengklaim bahwa Six Sigma berhasil menjadi pedoman untuk meningkatkan kualitas, mengurangi biaya, meningkatkan loyalitas pelanggan dan mencapai keuntungan bottom-line perusahaan. Dengan mulai mengadopsi program Six Sigma berarti perusahaan memulai prinsip untuk memberikan produk dan layanan berkualitas tinggi pada konsumen sekaligus menghilangkan seluruh kekurangan internal pada organisasi. Seperti yang kita ketahui bahwa Ada tiga generasi Six Sigma yang dikenal. Generasi pertama Six Sigma berlangsung selama 8 tahun (1987-1994) dan berfokus pada mengurangi cacat produksi. Contoh dari perusahaan yang sukses mengadopsi Six Sigma generasi pertama adalah Motorola. Sedangkan generasi kedua dari Six Sigma berlangsung selama 6 tahun (1994-2000) dan fokusnya adalah pada pengurangan biaya. General Electric, Du Pont dan Honeywell adalah contoh perusahaan yang sukses mengadopsi Six Sigma generasi kedua. Sedangkan Six Sigma pada generasi ketiga berfokus untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan perusahaan itu sendiri. Perusahaan-perusahaan pertama yang menganut generasi ketiga Six Sigma adalah perusahaan-perusahan yang berbasis teknologi. Contoh perusahaan yang mengadaptasi Six Sigma generasi ketiga yaitu Posco, Samsung, dll. Generasi ketiga six sigma secara aktif membahas layanan dan proses bisnis serta kualitas produksi. Generasi ketiga six sigma memperkenalkan konsep praktisi six sigma White Belt. Perbedaan utama antara White Belt dan sabuk peringkat yang lebih tinggi dari generasi sebelumnya adalah bahwa masalah yang ditangani White Belt bersifat dasar, bahkan lebih dasar dari Yellow Belt. Pelatihan White Belt menghabiskan sekitar 40 jam waktu pelatihan dan berfokus pada pengantar terkait Six Sigma. White Belt ini sangat ideal untuk usaha kecil hingga menengah.
Namun kali ini kita tidak akan membahas mengenai White Belt dan Yellow Belt melainkan Green Belt. Seorang pemegang Green Belt adalah mereka yang telah dibekali dengan metodologi perbaikan dari Six Sigma dan yang nantinya akan bertanggungjawab untuk memimpin sebuah proyek perbaikan kualitas. Berbeda dengan Black Belt, seorang Green Belt tidak mendedikasikan seluruh waktunya untuk mengerjakan proyek perbaikan kualitas, dan lingkup area proyeknya biasanya masih dalam area kerjanya. Namun dari segi kualifikasi dan kompetensi seorang Green Belt tidak kalah dengan seorang Black Belt. Bersama Black Belt, pemegang Green belt adalah agen perubahan dalam organisasi tempat dia bernaung. Berikut adalah delapan kualitas utama seorang Green Belt: Pemimpin dan Pemain Tim yang hebat. Seorang Green Belt harus memiliki kemampuan untuk memimpin, bekerja dengan tim, menjadi bagian dari tim dan memahami dinamika tim (team stages). Agar dapat memimpin tim secara efektif, seorang Green Belt harus memiliki interpersonal skill yang bagus. Kemampuan persuasif, mudah bergaul dan memotivasi orang lain adalah kemampuan yang harus dimiliki seorang Green Belt; Passion (semangat). Seorang Green Belt harus mampu memotivasi diri sendiri, memiliki inisiatif dan kepribadian yang dapat dipercaya dan berintegritas tinggi. Semangat yang tinggi akan membantu Green Belt untuk terus maju dan produktif. Passion juga memberi ketabahan untuk tetap bertahan dalam masa-masa sulit dalam perjalanan proyek; Mempunyai pengetahuan tentang proses. Seorang Green Belt adalah orang yang paham tentang proses yang ada di wilayahnya. Dia memahami definisi “cacat” yang dihasilkan oleh proses; Manajemen Proyek. Seorang Green Belt harus memiliki kemampuan dalam mengelola sebuah proyek dari menerjemahkan kebutuhan bisnis, ruang lingkup kerja, pemanfaatan sumber daya, waktu, dan variasi perspektif; Kemampuan Teknis. Seorang Green Belt tidak harus berlatar belakang teknik atau ahli statistik, namun seorang Green Belt dituntut untuk memiliki kemampuan mengumpulkan dan menganalisa data untuk menentukan strategi perbaikan. Seorang Green Belt memang tidak perlu tahu semua tool statistik, namun Green Belt harus memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan analisa data, memvalidasi sistem pengukuran dan meminta bantuan Black Belt; Advokat bagi pelanggan. Seorang Green Belt memahami peran penting dari pelanggan (baik internal ataupun eksternal). Green Belt paham bahwa pelanggan adalah hakim tertinggi penentu dari kualitas produk dan jasa yang dibuat. Memahami dengan tepat kemauan pelanggan dan mampu mengkomunikasikan dalam bahasa proses adalah kualifikasi yang wajib dipunyai seorang Green Belt.
Mungkin dapat dikatakan menjadi seorang pemegang Green Belt adalah sebuah perubahan. Perubahan dimana sebelumnya sebagai White dan Yellow belt hanya sekedar mempelajari dasar dari Six Sigma ataupun sekedar menjadi support bagi tingkat diatasnya kini berubah menjadi mereka yang merencanakan serta mengeksekusi program. Mungkin salah satu perubahan yang dapat terlihat adalah ketika membahas proyek dalam lingkungan kerja, pihak manajemen atas yang kini mulai sering terlibat dikarenakan pemegang Green Belt dirasa sebagai individu yang memiliki kapasitas untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut. Tetapi apakah hal itu saja cukup? Mungkin pemegang Green Belt sudah menguasai perencanaan, proses, prosedur, ataupun hal-hal lainnya yang biasa digunakan dalam pekerjaan. Penggunaan model Six Sigma untuk mengatasi masalah kecacatan produk dan meningkatkan kualitas produk adalah sesuatu yang umum, namun bagaimana dengan metode yang dipakai untuk memecahkan masalah tersebut? Dalam Six Sigma terdapat metode pemecahan masalah yang disebut metode DMAIC. DMAIC adalah akronim dari Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control, dimana DMAIC adalah prosedur pemecahan masalah terstruktur yang banyak digunakan dalam peningkatan kualitas produk. Hampir semua implementasi Six Sigma menggunakan DMAIC untuk manajemen proyek dan penyelesaian proyek untuk meningkatkan kualitas produk. Namun, DMAIC tidak harus secara formal terikat dengan Six Sigma, dan dapat digunakan terlepas dari penggunaan Six Sigma oleh organisasi. Jika kalian tidak asing dengan metode pemecahan masalah dalam dunia manajemen mungkin kalian akan menyadari bahwa DMAIC adalah generalisasi dari siklus Plan-Do-Check-Act milik Walter Shewhart, yang menyediakan roadmap untuk membantu orang memahami bagaimana mengintegrasikan berbagai metode kedalam seluruh siklus untuk meningkatkan kualitas.
Kunci utama dari metode DMAIC adalah seberapa maksimal pihak manajemen dalam memberikan waktu dan sumber daya untuk menyelesaikan setiap masalah terkait perbaikan kualitas. Hal tersebut lah yang membuat Six Sigma berbeda dari program peningkatan kualitas lainnya dimana partisipasi yang melibatkan semua orang dalam organisasi menjadi kekuatan utama sekaligus kunci suksesnya program. Bagaimana tahapan dari metode DMAIC tersebut? Yang pertama, pada tahapan Define individu harus menetapkan tujuan dari kegiatan perbaikan Six Sigma, Pada tahap ini individu akan menyeleksi permasalahan yang nantinya akan diselesaikan beserta biaya, manfaat dan dampak terhadap Pelanggan (customer). Pada manajemen atas tujuan akan menjadi tujuan strategis organisasi, seperti ROI yang lebih tinggi atau pangsa pasar. Untuk di tingkat operasi, penetapan tujuannya mungkin untuk meningkatkan throughput departemen produksi. Sedangkan Di tingkat proyek, sasarannya mungkin untuk mengurangi tingkat cacat dan meningkatkan hasil produksi; Yang kedua, pada tahapan Measure individu akan melakukan pengukuran terhadap permasalahan yang telah didefinisikan untuk diselesaikan. Individu akan membuat metrik yang valid dan andal untuk membantu memantau kemajuan menuju sasaran yang telah ditentukan pada langkah sebelumnya. Bisa dikatakan jika pada tahapan ini akan terdapat pengambilan data yang yang nantinya akan digunakan untuk mengukur karakteristik serta kapabilitas dari proses untuk menentukan langkah apa yang harus diambil untuk melakukan perbaikan dan peningkatan selanjutnya; Yang ketiga, pada tahapan Analysis individu akan menganalisis sistem untuk mengidentifikasi bagaimana cara untuk menghilangkan kesenjangan antara kinerja sistem atau proses saat ini dengan tujuan yang diinginkan. Individu diharuskan menemukan solusi untuk memecahkan masalah berdasarkan Root Cause (Akar Penyebab) yang telah diidentifikasikan; Yang keempat, pada tahapan Improve individu akan melakukan tindakan perbaikan terhadap permasalahan yang telah diidentifikasi dengan melakukan pengujian dan percobaan untuk dapat mengoptimalkan solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami. Dalam tahapan ini individu dituntut untuk menjadi orang yang kreatif dalam menemukan cara baru untuk melakukan hal-hal yang lebih baik dan lebih cepat; Yang kelima, pada tahapan Control individu akan melembagakan sistem yang ditingkatkan dengan memodifikasi sistem kompensasi dan insentif, kebijakan, prosedur, MRP, anggaran, instruksi pengoperasian dan sistem manajemen lainnya. Individu juga harus menetapkan standarisasi serta melakukan kontrol dan mempertahankan proses yang telah diperbaiki dan ditingkatkan.
Setiap tahapan dalam DMAIC diilustrasikan sebagai sebuah “Gerbang” atau “Tollgate” jika mengadopsi istilah asli pada bahasa inggris. Pada setiap gerbang tersebut, tim proyek mempresentasikan hasil kerjanya kepada manajer dan “pemilik” proyek. Dalam organisasi yang menerapkan Six Sigma, mereka yang berada dalam gerbang tersebut mencakup Champion, Master Black Belt, dan Black Belt yang tidak bekerja secara langsung dalam proyek. Gerbang adalah tempat proyek ditinjau untuk memastikan bahwa proyek tersebut berada di jalurnya. Gerbang memberikan kesempatan yang berkelanjutan untuk mengevaluasi apakah tim dapat berhasil menyelesaikan proyek sesuai jadwal. Gerbang juga memberikan kesempatan untuk memberikan panduan mengenai penggunaan alat teknis tertentu dan informasi lain tentang masalah dalam proyek Six sigma. Gagasan mengenai gerbang seringkali dianggap sebagai penanggulangan atas masalah dan hambatan organisasi, sekaligus strategi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Gerbang sangat penting bagi keseluruhan proses pemecahan masalah. Gerbang sangat cocok dengan konsep DMAIC karena mendorong pemikiran kreatif tentang solusi penyelesaian masalah dan proses penyelesaian masalah. Terkadang ketika proses produksi berjalan buruk sehingga terjadi kegagalan hingga harus mengulangi proses maka DMAIC bisa menjadi jawaban dengan menjadi desain utama untuk proses produksi. Jika digunakan oleh organisasi yang mengadopsi Six Sigma maka penggunaan Design For Six Sigma (DFSS) dibutuhkan. Design For Six Sigma (DFSS) adalah sebuah metodologi manajemen bisnis proses yang berhubungan dengan Six Sigma tradisional. DFSS memiliki tujuan untuk menentukan kebutuhan dari customer dan bisnis serta mengarahkan kebutuhan tersebut ke dalam produk sehingga terciptalah suatu solusi. Selain itu DFSS juga cukup relevan dengan fase sintesis dari sistem atau produk yang kompleks, khususnya dalam konteks pengembangan sistem yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya salah satu keunggulan DMAIC adalah bahwa DMAIC merupakan proses yang sangat dapat diulangi dan dirancang untuk terus dilaksanakan. Fase Kontrol dari proses mengharuskan pemilik proses agar terus melanjutkan dampak optimalisasi. Dengan rencana monitoring data telah diterapkan, data proses baru secara alami akan menjadi dasar fase Measure yang baru. Bahkan rencana backup juga dapat disatukan dengan proses DMAIC yang baru jika perbaikan awal gagal mempertahankan performa. Dengan demikian, metode DMAIC dapat terus menerus mengidentifikasi masalah atau dampak pada performa dengan metode yang akan segera menargetkan masalah-masalah itu. Dengan cara ini, kerangka kerja DMAIC menyediakan pendekatan terstruktur yang dapat memandu organisasi dalam melalui optimalisasi proses bisnis yang berulang serta bertahap. Apa pun sektor produksi yang digeluti, atau besar tim atau organisasi yang dimiliki, metode ini sudah teruji dalam mendorong perbaikan terus menerus dalam performa.
Mencoba proyek DMAIC untuk pertama kalinya mungkin sulit dilakukan, terutama bila ada masalah besar yang perlu diselesaikan organisasi. Yang perlu dipahami pada DMAIC adalah bahwa pendekatan ini bukanlah pendekatan praktik terbaik yang di luar kebiasaan organisasi atau bisnis. Sebaliknya, ini merupakan proses penemuan yang memungkinkan untuk menemukan praktik yang terbaik bagi tim dan organisasi melalui perulangan dan perbaikan serta bertahap. Walaupun tidak semua masalah yang ditemui organisasi akan memerlukan DMAIC, dengan memperkenalkannya organisasi dapat mulai mendorong perubahan nyata dan perbaikan pada proses, yang, pada akhirnya, dapat mengarah pada keberhasilan yang terukur untuk perusahaan.