Setiap perusahaan tentu memerlukan strategi bisnis yang matang agar dapat bersaing di segmen pasar yang dituju. Strategi ini bukan hanya untuk mendukung kesuksesan proses bisnis maupun meningkatkan profitabilitas saja, melainkan juga untuk mengelola kualitas perusahaan agar memiliki value dan daya saing yang kuat di pasar. Salah satu metode terbaik untuk mewujudkannya adalah Six Sigma. Metode ini bisa menjadi manajemen strategis yang tepat untuk perusahaan di era digitalisasi bisnis seperti saat ini. Apalagi semenjak dunia industri telah memasuki tren Industry 4.0 dan Society 5.0. Dengan menerapkan metode ini, maka perusahaan akan lebih mudah dalam mendukung peningkatan business process management melalui perencanaan bisnis (business plan) yang terstruktur. Selain itu, perusahaan juga akan lebih mudah dalam memanajemen risiko, sebab dapat menganalisis dan mengidentifikasi akar permasalahan dengan pasti. Sehingga, perusahaan bisa mendapatkan solusi terbaik dalam proses decision making untuk mendukung pertumbuhan bisnis.

Karate belt white color isolated on white background Design icon of Japanese martial art in flat style Vector illustration

Six Sigma adalah strategi bisnis yang memungkinkan organisasi untuk meningkatkan keuntungan mereka dengan cara mengoptimalkan operasi mereka, caranya adalah dengan meningkatkan kualitas dan mengurangi atau menghilangkan cacat pada produksi. Sudah rahasia umum bahwa kebanyakan perusahaan besar terkenal di seluruh dunia yang melakukan bisnis di berbagai sektor sangat memahami kebutuhan terkait mencapai, memaksimalkan, dan mempertahankan bisnis nya. Maka dari itu mereka sangat memanfaatkan pendekatan bisnis Six Sigma karena dengan mengadopsinya mereka telah mendapatkan manfaat yang besar. Six Sigma menggunakan data yang diperoleh dari proses pengukuran dalam organisasi, tidak dengan menggunakan standar eksternal seperti ISO contohnya. Dengan kata lain, Six Sigma mengukur secara tepat apa yang sebenarnya terjadi dalam proses produksi, layanan, dan jasa pada organisasi serta menentukan bagaimana cara memperbaikinya. Dengan mulai mengadopsi program Six Sigma berarti perusahaan memulai prinsip untuk memberikan produk dan layanan berkualitas tinggi pada konsumen sekaligus menghilangkan seluruh kekurangan internal pada organisasi. 

Terlepas dari kegunaan awalnya yaitu untuk mengurangi atau menghilangkan cacat dalam produksi serta kekurangan internal, Six Sigma juga menyediakan proses pendukung untuk menghilangkan inefisiensi pada perusahaan sehingga membantu semua bagian dalam perusahaan seperti pemangku kepentingan, pemegang saham bisnis, pihak manajemen, karyawan, dan juga pelanggan. Seperti yang dijelaskan pada paragraf pertama bahwa banyak perusahaan besar di seluruh dunia mengadopsi Six Sigma sehingga timbul persepsi bahwa Six Sigma hanya berlaku untuk perusahaan besar yang memiliki sumber daya yang lebih baik. Namun Six Sigma sama-sama berlaku untuk perusahaan dari berbagai ukuran selama penerapannya dilakukan dengan pemikiran yang tepat dan pertimbangan yang sesuai. Intinya yang terpenting adalah analisis terperinci pada perusahaan, analisis tersebut membahas mengenai apa saja faktor keberhasilan untuk mengadopsi Six Sigma terutama bagi industri skala kecil dan menengah.  

Dibandingkan standar lain yang berfokus pada peningkatan kualitas, Six Sigma berfokus secara keseluruhan terkait peningkatan bisnis dalam organisasi. Six Sigma memperbaiki masalah yang dapat diidentifikasi secara langsung berdampak pada lini bawah suatu organisasi. Contohnya program Six Sigma digunakan untuk mengurangi limbah, mengurangi ongkos produksi yang berlebih karena produk gagal berkurang, serta meningkatkan produksi sehingga pelanggan lebih loyal. Dari seluruh bahasan diatas mungkin kalian menganggap Six Sigma adalah teori belaka, namun Six Sigma bukan hanya teori saja. Six Sigma mendefinisikan, mengukur, menganalisis, meningkatkan, dan mengendalikan beberapa proses penting yang menghubungkan peningkatan kualitas langsung ke keuntungan bottom-line perusahaan. Sekilas Six Sigma mengingatkan kita dengan Kontrol Proses Statistik (Statistical Process Control, SPC) yaitu penerapan teknik-teknik statistik untuk mengendalikan berbagai proses sehingga dalam proses produksi tidak terdapat perbedaan dalam hasil produksi. Namun yang membedakan adalah Six Sigma bukan hanya tentang statistik tetapi lebih didasarkan pada metode metode ilmiah hanya saja tetap memanfaatkan pemikiran statistik. Pemikiran statistik tersebut berdasarkan prinsip bahwa semua proses produksi selalu berhubungan, semua proses selalu menghasilkan perbedaan hasil produksi, dan kunci keberhasilan didapatkan dari pengurangan perbedaan hasil tersebut. 

Konsep utama dalam Six Sigma termasuk mengidentifikasi cacat produksi dan mencoba menghilangkannya hingga kurang dari 3,4 cacat per sejuta peluang (Defects Per Million Opportunities, DPMO). Pada tahun 1990-an, Six Sigma menjadi sistem manajemen yang berpusat pada bisnis. Fokus Six Sigma secara bertahap bergeser dari kualitas produk ke kualitas bisnis. Six Sigma memungkinkan perusahaan untuk menghasilkan produk bebas cacat menggunakan biaya produksi yang rendah namun perusahaan tetap mendapatkan keuntungan yang tinggi. Perusahaan kelas dunia seperti General Electric, Johnson & Johnson, Honeywell, Motorola, dan banyak lainnya mengadopsi Six Sigma dan hasil yang dicapai dapat kita lihat sendiri. Six Sigma menjadi menjadi pedoman untuk meningkatkan kualitas, mengurangi biaya, meningkatkan loyalitas pelanggan dan mencapai keuntungan bottom-line perusahaan. Meskipun tujuan awal Six Sigma adalah untuk fokus pada proses produksi, kemudian tujuan tersebut beralih ke hal lain seperti pemasaran, pembelian, penagihan, dan faktur pun juga terlibat. Semua perusahaan besar dan kecil semuanya memiliki masalah umum yang sama. Mungkin Perusahaan besar, karena skala nya besar maka mereka meraup keuntungan finansial yang lebih tinggi, tetapi hal tersebut tidak bisa digunakan untuk menggeneralisasikan bahwa perusahaan kecil tidak akan menghasilkan manfaat yang besar. 

Joseph De Feo, CEO Juran Institute dari Amerika Serikat berkata bahwa implementasi Six Sigma pada perusahaan baik itu besar maupun kecil menunjukkan bahwa keuntungan finansial mereka lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak mengimplementasikan Six Sigma. Mari kita bahas dengan menggunakan contoh kasus. Dalam sektor otomotif dua elemen utama produksi mereka adalah industri manufaktur kendaraan otomotif dan industri manufaktur komponen otomotif. Mengingat tren saat ini dan prospek pertumbuhan ekonomi global, maka tidak heran semua segmen industri otomotif memiliki peluang besar untuk meraup keuntungan dengan memanfaatkan daya beli konsumen terhadap produk otomotif. Secara gampangnya, sektor manufaktur komponen otomotif telah berubah menjadi sektor industri yang berkembang pesat dikarenakan banyak permintaan dari konsumen. Industri otomotif menawarkan variasi produk yang lebih luas namun disisi lain suku cadangnya pun juga harus sering diganti. Akibatnya, pemasok komponen untuk industri otomotif, agar efektif, harus menanggapi isu-isu yang didorong oleh pasar dengan cepat dan efektif. Karena persaingan global, efektivitas biaya adalah hal yang vital bagi industri otomotif. Pendekatan Six Sigma sejak awal biasanya dikaitkan dengan perusahaan yang memiliki modal besar karena kekuatan finansial dan sumber daya manusianya. 

Secara bertahap, perusahaan-perusahaan menengah kebawah pun juga mulai mengadopsi program Six Sigma ini dan mendapatkan manfaat finansial. Namun terkadang bagi perusahaan menengah kebawah mereka seringkali salah mengartikan mengenai Six Sigma. Kesalahpahaman atau mitos yang paling umum tentang Pendekatan Six Sigma yang paling umum adalah: Six Sigma hanya berlaku untuk perusahaan besar, Six Sigma menggunakan metodologi statistik yang rumit, Six Sigma tidak lebih baik dari Sistem Manajemen Mutu, Six Sigma hanya statistik tanpa penghematan nyata, Six Sigma hanya melatih orang, Untuk dapat beroperasi secara maksimal Six Sigma harus harus menyewa konsultan dari luar, dan Untuk dapat beroperasi secara maksimal Six Sigma harus memanfaatkan tenaga ahli. Mitos-mitos tersebut tidak bisa dikatakan sepenuhnya salah namun tidak juga bisa dikatakan benar. Sebagai perusahaan menengah kebawah yang harus bersaing dengan perusahaan besar maka sudah sepatutnya mereka bersikap waspada pada sebuah program yang asing. Namun jika mereka mengadopsi program Six Sigma ini lambat laun mereka akan menyadari nilai dari Six Sigma bersama dengan pertumbuhan yang lebih baik pada perusahaan mereka.

Dalam prakteknya pihak pemimpin dalam organisasi harus berkomitmen penuh dan mendukung adopsi Six Sigma. Mengapa demikian? Karena jika organisasi memiliki kepemimpinan yang buruk dan kurangnya komitmen dari manajemen senior, maka Six Sigma tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan dan hanya terkesan seperti pemborosan anggaran organisasi. Tetapi, jika manajemen benar-benar memiliki ambisi pada implementasi Six Sigma, maka manajer senior harus terlebih dahulu mengambil langkah pertama. Pertama-tama manajer senior harus memahami konsep, manfaat dan langkah-langkah implementasi Six Sigma dengan berpartisipasi dalam pelatihan gambaran umum Six Sigma. Setelah mereka yakin dengan konsep Six Sigma barulah mereka menanamkan konsep tersebut ke karyawan serta anggota organisasi lainnya melalui program pelatihan. Namun sebelum itu, tepatnya sebelum program pelatihan untuk karyawan lain dilakukan, perwakilan manajemen senior harus mengkomunikasikan kepada mereka terkait komitmen atas program Six Sigma ini dimana betapa pentingnya partisipasi mereka terhadap keberhasilan program ini terhadap kelangsungan bisnis. Sehingga partisipasi dari seluruh anggota organisasi sangatlah penting bagi kesuksesan program ini.

Seperti yang dibahas pada paragraf sebelumnya bahwa komunikasi antar anggota organisasi sangatlah penting maka organisasi harus dapat memilih sosok yang tepat untuk menanamkan konsep Six Sigma. Komitmen pimpinan senior untuk menyediakan personil yang dibutuhkan, anggaran, dan sumber daya lainnya sangat penting. Personil yang terpilih tersebut diberi mandat untuk berfokus pada kegiatan terkait Six Sigma sehingga secara langsung mendukung mereka untuk memenuhi syarat sebagai spesialis Six Sigma. Dengan demikian proyek-proyek Six Sigma akan terealisasikan meskipun dampaknya akan menghabiskan banyak sumber daya perusahaan. Bagi perusahaan besar mungkin hal tersebut dapat diantisipasi dengan mudah, namun bagaimana dengan perusahaan kecil? Perusahaan kecil tentunya memiliki kelemahan yaitu kekurangan sumber daya dalam bentuk waktu, tenaga, dan personil. Perusahaan kecil cenderung memiliki susunan organisasi yang serba terbatas oleh karena itu mereka merasa sulit untuk menunjuk fasilitator atau koordinator untuk proses implementasi Six Sigma. Selain itu, mereka juga memiliki sumber daya yang terbatas untuk memberikan pelatihan internal. Kurangnya sumber daya dalam aspek-aspek ini menyebabkan perlunya analisis yang cermat tentang strategi mana yang baik digunakan saat menerapkan program tersebut. Jawabannya adalah dengan menggunakan Six Sigma generasi ketiga, atau yang disebut Gen III Six Sigma. Six Sigma Gen III telah mengubah skenario ini secara signifikan dengan mengurangi pelatihan dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang berguna dari proyek Six Sigma. Gen III telah memperkenalkan konsep White Belt Six Sigma yang memfasilitasi penggunaan Six Sigma dalam taraf dasar. White Belt menerapkan Six Sigma yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan rumit seperti pada Six Sigma Yellow Belt hingga Six Sigma Black Belt sehingga menurunkan biaya untuk implementasi. Bagi organisasi yang ingin mencoba untuk mendapatkan sertifikasi Six Sigma akan mulai dari sini. Program ini bisa dikatakan sebagai tahapan awal bagi mereka yang baru memulai program. Six Sigma White Belt cocok untuk organisasi dengan proyek-proyek kecil yang membutuhkan dukungan optimalisasi produksi. Pada tahap ini, organisasi harus mempelajari tentang apa itu Six Sigma, dan berupaya untuk menguasai konsep dasar yang disediakan oleh Six Sigma.

Semoga bermanfaat