Berbicara tentang strategi manajemen bisnis ada kalanya organisasi memikirkan bahwa meningkatkan kualitas produk adalah salah satu contoh strategi manajemen bisnis yang baik. Memang benar bahwa meningkatkan kualitas telah menjadi salah satu strategi manajemen bisnis yang penting bagi banyak organisasi termasuk produsen, distributor, perusahaan transportasi, organisasi jasa keuangan, penyedia layanan kesehatan, lembaga pemerintah, dan organisasi-organisasi lainnya. Kualitas adalah alat yang dapat menghasilkan keuntungan yang cukup besar bagi organisasi jika digunakan secara efektif sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada. Dengan peningkatan kualitas maka seiring kualitas produk tersebut meningkat otomatis pelanggan akan semakin senang sehingga bisnis dapat berjalan dengan lebih maksimal. Mengembangkan strategi peningkatan kualitas yang efektif merupakan faktor dalam kesuksesan bisnis jangka panjang. Dengan meningkatkan dan mengendalikan kualitas maka sebuah organisasi memiliki potensi untuk mendominasi para pesaingnya.

Karate belt yellow color isolated on white background. Design icon of Japanese martial art in flat style.

Seperti yang kita ketahui bahwa Six Sigma adalah strategi manajemen bisnis yang memungkinkan organisasi untuk meningkatkan keuntungan dengan cara meningkatkan kualitas dan mengurangi atau menghilangkan cacat pada produksi. Secara lengkapnya, Six Sigma adalah pendekatan yang disiplin, berorientasi proyek, dan berbasis statistik untuk mengurangi perbedaan, menghilangkan cacat, dan menghilangkan limbah dari produk, proses, dan transaksi. Seorang insinyur Motorola bernama Bill Smith pertama kali mengembangkan program Six Sigma pada tahun 1986 sebagai respons terhadap perlunya meningkatkan kualitas dan mengurangi cacat pada produk mereka. CEO Motorola saat itu yang bernama Bob Galvin merasa terkesan dengan keberhasilan program tersebut, dan di bawah kepemimpinannya, Motorola mulai menerapkan Six Sigma di seluruh organisasi, dengan fokus pada proses dan sistem manufaktur. 

Motorola menetapkan Six Sigma sebagai tujuan bagi perusahaannya dengan titik fokus untuk meningkatkan kualitas produk mereka. Konsep Six Sigma sangat sukses di Motorola. Diperkirakan bahwa mereka mengurangi cacat pada perangkat semikonduktor sebesar 94% antara tahun 1987 dan 1993. Dalam beberapa tahun terakhir, Six Sigma telah menyebar di luar Motorola dan telah menjadi program untuk meningkatkan kinerja bisnis perusahaan dengan meningkatkan kualitas, mengurangi biaya, dan memperluas pasar untuk produk dan layanan. Six Sigma dewasa ini telah diadopsi oleh ribuan perusahaan baik besar maupun kecil.

Seperti yang dibahas sebelumnya bahwa fokus Six Sigma adalah mengurangi perbedaan dalam hasil produksi di sekitar nilai target yang ditentukan hingga di tingkat di mana kegagalan atau cacat produksi sangat tidak mungkin terjadi. Sesuai contoh diatas bahwa konsep Six Sigma milik Motorola adalah untuk mengurangi perbedaan dalam produksi, sehingga batas spesifikasi setidaknya enam “standar deviasi” dari target. Karena konsep tersebut pada bagian produksi, mereka mengklaim hanya menghasilkan sekitar dua produk gagal tidak sesuai dengan spesifikasi setiap satu juta produk yang dibuat. Sejak awal, telah ada tiga generasi implementasi Six Sigma. Generasi I Six Sigma berfokus pada penghapusan cacat dan mengurangi perbedaan kualitas dasar, terutama di bidang manufaktur. Motorola adalah contoh klasik dari implementasi Generasi I Six Sigma. Pada Generasi II Six Sigma, tetap menekankan pada pengurangan perbedaan kualitas, pada Generasi II terdapat upaya kuat untuk meningkatkan jangkauannya hingga ke proyek dan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja bisnis melalui peningkatan desain produk serta pengurangan biaya produksi. GJika Motorola adalah pencetus Generasi I Six Sigma maka General Electric sering disebut sebagai pencetus sekaligus pemimpin fase Generasi II Six Sigma. Pada Generasi III Six Sigma memiliki fokus tambahan untuk menciptakan nilai di seluruh organisasi dan bagi para pemangku kepentingannya (pemilik, karyawan, pelanggan, pemasok, dan masyarakat luas). Menciptakan nilai memiliki banyak arti, seperti meningkatkan harga saham dan dividen, retensi atau perluasan pekerjaan, memperluas pasar untuk produk/jasa perusahaan, mengembangkan produk/jasa baru yang menjangkau pasar yang baru serta lebih luas, dan meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan dengan mengurangi waktu siklus atau meningkatkan output di seluruh jajaran produk dan jasa yang ditawarkan.

Pada level sertifikasi, Six Sigma membagi level tersebut kedalam 5 level, yaitu: White Belt, Yellow Belt, Green Belt, Black Belt, dan Master Black Belt. Proses sertifikasi menggunakan orientasi berbasis pelatihan untuk menerapkan Six Sigma. Contohnya Black Belt biasanya memiliki minimal 4 minggu pelatihan khusus, kadang-kadang jadwalnya tersebar tidak menentu sehingga prosesnya bisa berjalan selama 4 bulan dan biasanya dikombinasikan bersama dengan pekerjaan yang berhubungan pada proyek Six Sigma. Green Belt biasanya memiliki pelatihan yang lebih sedikit, sekitar 1 atau 2 minggu, sekaligus membantu tim proyek utama atau memimpin tim yang terlibat dalam proyek-proyek yang lebih kecil dan lebih spesifik. Sedangkan Master Black Belt sering terlibat dalam pelatihan baik Black Belt maupun level lain dibawahnya. Bagaimana dengan Yellow Belt? Pelatihan Yellow Belt didasarkan pada pendekatan Kyu ke-5 (Discovery), hal tersebut merupakan kelanjutan dari pelatihan White Belt dimana dari pengetahuan mereka, mereka mulai menemukan dan memahami filosofi kerja Six Sigma bedanya dalam Yellow belt terdapat sertifikat setelah berhasil menyelesaikan pelatihan. Pelatihan Yellow Belt dapat dilakukan secara khusus tanpa mengikutsertakan institusi lain tergantung pada kebutuhan organisasi, untuk durasinya biasanya berjalan selama 2 hari kerja. Untuk isi pelatihannya biasanya terdiri dari gabungan antara kuliah dan latihan praktek. 

Pelatihan Yellow Belt dirancang untuk memastikan bahwa ketika seorang Black Belt atau Green Belt membuat meeting terkait proyek, para pihak-pihak Yellow Belt tersebut siap untuk mendukung mereka sebagai support. Direkomendasikan bahwa setiap Yellow Belt ditugaskan ke tim proyek yang sedang berkembang di bawah bimbingan Master Black Belt, Black Belt atau Green Belt, tergantung pada kepentingannya. Hal ini memungkinkan pihak Yellow Belt untuk menjadi kontributor yang efektif untuk proyek yang mereka ikuti dan juga sekaligus memungkinkan Black Belts untuk berkonsentrasi pada bagian mereka sendiri. Hasilnya tim yang terdiri dari pemegang Six Sigma dalam berbagai tingkat bisa maju dengan cepat dan menerapkan perbaikan pada kualitas produksi. Itulah mengapa pelatihan tersebut diorganisir, demi untuk mencapai tujuan ini. Yellow Belts adalah bagian penting dari setiap pengembangan Six Sigma. Sama seperti Green Belts yang memiliki bagian dalam mengkomunikasikan proyek-proyek perbaikan kualitas produk dan mengubah budaya organisasi. Apa yang dimaksudkan di sini adalah bahwa pelatihan dapat berlanjut dari Yellow Belts ke Green Belts dan Black Belt tergantung pada waktu yang akan dihabiskan untuk kegiatan pelatihan Six Sigma. Contoh-contoh materi yang dibahas selama pelatihan disesuaikan dengan jenis proyek yang akan proyek yang akan dilakukan. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan peserta menjadi anggota tim yang efektif yang efektif yang membantu para Black Belt dan Green Belt untuk membuat proyek-proyek peningkatan kualitas yang berkelanjutan.

Dalam pelatihan Yellow Belt mereka yang menulis dan mengembangkan materi pelatihan disebut sebagai Champions. Mereka sangat terlibat pada proyek-proyek yang berhubungan dengan Six Sigma dan mereka bekerja sama dengan para pemimpin bisnis. Tugas Champions adalah memastikan bahwa proyek diidentifikasi dan dikerjakan, memastikan bahwa tim membuat kemajuan yang baik, dan memastikan bahwa sumber daya yang diperlukan untuk penyelesaian proyek telah tersedia. Selain sebagai pengembang, Champions juga menjadi sebagai sponsor proyek. Seperti halnya Master Black Belt mereka juga bekerja sama dengan anggota tim kepemimpinan bisnis lainnya. Champion memiliki tanggung jawab yang signifikan untuk keberhasilan proyek Six Sigma, seperti yang dibahas diatas mereka biasanya menyetujui, meninjau, atau mengelola proyek dengan menyediakan sumber daya, dan meredakan konflik. Champion tidak diharapkan untuk melakukan proyek seperti pemegang level lainnya, tetapi mereka diharapkan pada untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang proses dan persyaratan Six Sigma. Champion diharapkan memiliki proses dan pengetahuan Six Sigma pada tingkat tinggi sehingga mereka dapat menjelaskan sebuah proyek baik untuk pemilik gelar level Six Sigma dan pemimpin eksekutif. Seiring dengan kemajuan Sertifikasi Six Sigma, Pemahaman tingkat pengetahuan Six Sigma biasanya didapat melalui kursus Six Sigma. Melalui kursus Six Sigma, pengalaman mengimplementasikan Six Sigma dengan benar dalam sebuah organisasi akan menjadi jelas karena pelatihan materi serta praktik disediakan oleh pihak kursus sehingga tujuan Six Sigma untuk meningkatkan kualitas produk dapat terpenuhi.

Strategi manajemen bisnis dengan menggunakan Six Sigma jauh lebih efektif bila digunakan dalam jangka panjang, dan biasanya mengarah pada keuntungan yang lebih besar namun tidak instan. Beberapa organisasi telah menggunakan strategi Six Sigma, mulai dari yang awalnya hanya satu hingga beberapa divisi atau unit operasi tertentu, lalu menyebar ke unit-unit lain saat keberhasilan program mulai terlihat. Masalahnya hanya satu, terkadang strategi ini memiliki risiko dimana programnya kurang didukung oleh manajemen puncak, terlepas dari strategi yang digunakan. Komitmen dan keterlibatan manajemen puncak lebih dari sekadar memberikan pidato pada acara pembukaan. Pihak eksekutif harus mencurahkan energi yang cukup besar untuk memastikan keberhasilan program Six Sigma. Six Sigma harus ada dalam mindset pribadi setiap manajer. Menggunakan talenta terbaik juga sangat penting untuk kesuksesan. Jika anggota organisasi menyadari bahwa orang-orang terbaik menjadi Black Belt dan Champion, maka otomatis mereka akan lebih serius dalam menjalankan program Six Sigma dan ingin terlibat dalam program-programnya. Maka dari itu penting untuk mengubah pola pikir seluruh bagian dari organisasi bahwa Budaya Six Sigma harus bagian dari budaya organisasi dan berpengaruh besar dalam proses berbisnis.

Penerapan Six Sigma merupakan alternatif untuk meningkatkan keuntungan serta meningkatkan kualitas produk serta memastikan bahwa tidak ada kecacatan dalam produksi. Namun demikian, alasan utama mengapa banyak perusahaan masih ragu-ragu untuk menggunakan Six Sigma adalah kurangnya pemahaman metodologi Six Sigma dan kurangnya waktu untuk implementasi. Oleh karena itu pelatihan adalah alat utama yang harus dipromosikan untuk mengimplementasikan Six Sigma. Hal tersebut dikarenakan semua anggota organisasi harus menerima beberapa pelatihan untuk membangun “Budaya Six Sigma”. Untuk memulai Six Sigma organisasi tidak perlu memikirkan untuk pelatihan tingkat tinggi seperti Master Black Belt, Black Belt dan Green Belt. Organisasi setidaknya harus memulai dari pelatihan tingkat rendah atau tingkat awal sebagai White Belt dan Yellow Belt. Pelatihan White Belt dan Yellow Belt merupakan kunci untuk menghilangkan gagasan bahwa “Six Sigma hanya berlaku untuk industri manufaktur dan hanya berlaku untuk dan bukan alat yang cocok untuk proses teknik. Dapat disimpulkan, untuk mendapatkan kualitas yang baik dan untuk memulai menghasilkan “Budaya Six Sigma” di seluruh organisasi, marilah mulai untuk merekomendasikan kepada para kandidat White dan Yellow Belt untuk naik secara bertahap dalam pelatihan Six Sigma untuk mencapai pengetahuan dan keterampilan untuk memandu dan mengarahkan implementasi metodologi Six Sigma pada proyek maupun kebutuhan di perusahaan. Setidaknya setelah menyelesaikan pelatihan dan proses sertifikasi para pemegang Yellow Belt dapat membuat garis panduan untuk berbagai jenis organisasi dan proyek yang berbeda; serta dapat mengimplementasikan Six Sigma untuk memvalidasi, dan menyesuaikan kebutuhan dari organisasi yang diusulkan oleh pemegang Yellow Belt serta beradaptasi pada perkembangan zaman yang menuntut untuk selalu meningkatkan kualitas produksi.

Semoga bermanfaat