Industri pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berperan penting dalam pembangunan industri nasional dan pertumbuhan perekonomian keseluruhan. Adanya perkembangan industri pangan nasional memunculkan tantangan pasar bebas berupa iklim persaingan yang semakin ketat, sehingga industri pangan dituntut untuk dapat menyediakan produk – produk pangan olahan yang menarik dengan mutu yang baik, bergizi, aman serta memiliki harga jual yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

 

Mengkonsumsi pangan yang aman dan berkualitas adalah hak setiap konsumen. Isu peredaraan produk – produk makanan yang tidak aman di pasar menimbulkan keresahaan di kalangan masyarakat, sehingga pemahaman yang memadai mengenai food safety knowledge and practice sangat diperlukan. Dengan demikian kemungkinan masyarakat untuk membeli ataupun mengkonsumsi pangan berbahaya dapat dihindari. Food safety knowledge and practise adalah tanggapan atau reaksi, baik berupa tanggapan, gerakan fisik, maupun tanggapan verbal terhadap gizi dan keamanan pangan yang meliputi pengetahuan, sikap dan praktek. Pada prinsipnya semua konsumen memiliki keinginan untuk dapat mengkonsumsi produk makanan yang terjaga keamanannya sehingga resiko untuk terkena berbagai penyakit yang dipicu dari produk makanan yang terkontaminasi bahan kimia dapat diantisipasi

 

Dengan meningkatnya perdagangan pangan internasional, dan perjalanan antar negara memberi manfaat penting di sektor sosial dan ekonomi. Namun hal ini juga mempermudah terjadinya penyebaran penyakit ke seluruh dunia. Dalam kurun dua dekade terakhir di banyak negara terjadi perubahan pola makan dan produksi pangan baru, sehingga teknik penyiapan dan distribusi produk turut berkembang. Oleh karena ini pengendalian higiene yang efektif sangat diperlukan untuk mencegah gangguan kesehatan manusia dan konsekuensi ekonomi yang diakibatkan oleh penyakit karena pangan, keracunan pangan, dan pangan yang rusak. Setiap orang, termasuk petani atau peternak, produsen, distributor dan konsumen bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pangan aman dan layak untuk dikonsumsi.

 

Penerapan jaminan mutu produk dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu organik dan non-organik, baik untuk pangan maupun non pangan. Dalam hal ini, penerapan jaminan mutu yang relevan ketika menggunakan standar yang diterbitkan oleh institusi standardisasi atau persyaratan teknis minimal oleh kementerian teknis. Perkembangan pengujian dan sertifikasi saat ini menuntut setiap pelaku usaha memperhatikan proses jaminan mutu produk yang dihasilkan. Penerapan jaminan mutu produk sangat tergantung pada kondisi standar yang ditetapkan dan kemampuan usaha.

 

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik – titik kritis didalam tahap penanganan dan proses produksi.  HACCP bertujuan untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tuntutan konsumen. Oleh karena itu, dengan diterapkannya HACCP diharapkan akan mencegah resiko komplain karena adanya bahaya dalam suatu makanan.

 

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang telah banyak dilakukan di berbagai negara dan telah menjadi salah satu alat pengawasan yang berdasarkan prinsip pencegahan. Konsep ini telah banyak diterapkan pada industri pangan. Konsep ini didasarkan atas kesadaran dan pengertian bahwa bahaya akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, namun upaya pengendalian dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya tersebut. Melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN) pemerintah Indonesia juga telah mengadaptasi konsep HACCP menurut SNI CAC/RCP 1:2011 beserta pedoman penerapannya untuk diaplikasikan pada berbagai industri pangan di Indonesia.

 

Menurut SNI CAC/RCP 1:2011, HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir (end product testing) atau suatu sistem pencegahan untuk keamanan pangan. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipandu oleh bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Sistem HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang zero-risk (tanpa resiko) tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan.

Prinsip – prinsip yang dilaksanakan dalam penerapan HACCP adalah :

1). Penetapan bahaya dan resiko yang berhubungan dengan bahan pangan sejak pemeliharaan, pemanenan atau penangkapan atau pemotongan, penanganan, pemilihan ingredient dan bahan tambahan, penyimpanan bahan, pengolahan, distribusi, pemasaran dan konsumsi. Analisis bahaya adalah evaluasi spesifik terhadap produk pangan dan bahan mentah serta bahan tambahan untuk menentukan resiko terhadap bahaya biologis, kimia dan fisik. Ada dua tahap dalam penetapan bahaya resiko yaitu analisis bahaya dan penetapan kategori resiko bahaya. Sedangkan persiapan yang perlu dilakukan yaitu menurut daftar bahan mentah dan ingredient yang digunakan dalam proses, mempersiapkan diagram alir proses yang teliti untuk memproduksi suatu produk, keterangan atau deskripsi produk mengenai kelompok konsumennya, cara mengkonsumsi, cara penyimpanan serta pengolahan,

2). Penetapan CCP (Critical Control Point) yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya, misalnya CCP-1 menjamin dapat mencegah atau menghilangkan bahaya, CCP-2 mengurangi bahaya, tetapi tidak menjamin dapat mencegah atau menghilangkan bahaya,

3). Penetapan batas kritis yang harus dipenuhi pada setiap CCP yang telah ditetapkan. Kriteria yang umum digunakan sebagai batas kritis: suhu, waktu, kelembaban, nilai pH, keasaman (titrasi), bahan pengawet, konsentrasi garam, klorin bebas, viskositas,

4). Penetapan prosedur untuk memantau CCP dan batas kritis termasuk pengamatan, pengukuran dan pencatatan. Kegiatan pemantauan meliputi: memeriksa apakah prosedur pengolahan dan penanganan pada CCP dapat dikendalikan, pengujian atau pengamatan jadwal terhadap efektifitas suatu untuk menghasilkan data yang teliti dan dilanjutkan untuk menjamin bahwa batas kritis yang ditetapkan dapat menjamin keamanan produk.

 

Berkaitan dengan resiko pangan, berdasarkan prinsip HACCP menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) di dalam industri pangan teradapat 3 kategori risk yaitu : 1). High risk Product (Produk beresiko tinggi), produk jenis ini tidak boleh diproses atau diproduksi dan semua penyimpangan harus dikoreksi dan diperbaiki, produk harus ditahan peredarannya atau tidak dipasarkan dan diuji keamanannya. 2). Medium Risk Product (Produk beresiko sedang), produk jenis ini boleh diproses, tetapi harus dikoreksi dan diperbaiki dalam waktu yang singkat (dalam beberapa hari saja). Pemantauan khusus diperlukan sampai semua penyimpangan dapat diatasi. 3). Low Risk Product (Produk beresiko rendah) Produk jenis ini boleh diproses, tetapi harus dikoreksi dan diperbaiki. Pengawasan rutin harus dilakukan untuk menjamin status resiko yang mungkin dapat berubah menjadi resiko sedang atau tinggi.

 

Dalam pengelolaan makanan ada enam  prinsip yang harus diperhatikan, antara lain : 1). Keadaan bahan makanan, 2). Cara penyimpanan bahan makanan, 3). Proses pengolahan, 4). Cara pengangkutan makanan telah dimasak, 5). Cara penyimpanan makanan masak, 6). Cara penyajian makanan masak.

 

Pemilihan bahan baku makanan : Perlindungan terhadap bahan baku dari bahaya-bahaya bahan kimia atau pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembentukan toksin selama transportasi dan penyimpanan bahan baku mutlak diperhatikan. Bahan-bahan yang dimakan dalam keadaan mentah harus diangkut dan disimpan terpisah dari bahan baku lain dan bahan-bahan yang bukan bahan pangan. Bahan pangan harus dikirim sedemikian rupa sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen atau pembentukan toksin dengan mengatur lamanya waktu pengiriman, suhu dan aktifitas air (water aktivity=Aw) bahan baku.

 

Penyimpanan bahan makanan : Kerusakan bahan makan dapat terjadi karena tercemar bakteri, karena alam dan perlakuan manusia, adanya enzim dalam makanan yang diperlukan dalam proses pematangan seperti pada buah-buahan dan kerusakan mekanis seperti gesekan, tekanan, benturan dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya kerusakan dapat dikendalikan dengan pencegahan pencemaran bakteri. Sifat dan karakteristik bakteri seperti sifat hidupnya, daya tahan panas, faktor lingkungan hidup, kebutuhan oksigen dan berdasarkan pertumbuhannya. Terdapat empat cara penyimpanan makanan sesuai dengan suhu yang dipersyaratkan, yaitu penyimpanan sejuk (cooling), penyimpanan dingin (chilling), penyimpanan dingin sekali (freezing), penyimpanan beku (frozen).

 

Pengolahan makanan : Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dan prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi.

 

Pengangkutan makanan : Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih tinggi risikonya daripada pencemaran bahan makanan. Oleh karena itu titik berat pengendalian yang perlu diperhatikan adalah pada makanan masak.

 

Penyimpanan makanan : Bakteri akan tumbuh dan berkembang dalam makanan yang berada dalam suasana yang cocok untuk hidupnya sehingga jumlahnya menjadi banyak. Suasana yang cocok untuk pertumbuhan bakteri di antaranya suasana makanan banyak protein dan banyak air (moisture), pH normal (6,8-7,5), suhu optimum (10°-60°C). Bahaya terbesar dalam makanan masak adalah adanya mikroorganisme patogen dalam makanan akibat terkontaminasinya makanan sewaktu proses pengolahan makanan maupun kontaminasi silang melalui wadah maupun penjamah. makanan, kemudian dibiarkan dingin pada suhu ruangan. Kondisi optimum mikroorganisme patogen dalam makanan siap saji ini akan mengakibatkan mikroorganisme berlipat ganda dalam jangka waktu antara 1-2 jam.

 

Faktor risiko kejadian foodborne diseases yaitu pada proses pembersihan alat makan kontak dengan makanan. Faktor risiko juga dapat disebabkan oleh temperatur dan waktu penyimpanan tidak baik, rendahnya personal hygiene, dan alat makan yang tercemar.

 

Penyajian makanan : Makanan yang disajikan adalah makanan yang siap santap/laik santap. Laik santap dapat dinyatakan bilamana telah dilakukan uji organoleptik dan uji biologis. Dalam prinsip penyajian makanan wadah untuk setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah, dan diusahakan tertutup. Tujuannya agar makanan tidak terkontaminasi silang, bila satu makanan tercemar yang lain dapat diselamatkan, serta memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan pangan.

 

Sebelum menerapkan HACCP pada setiap sektor rantai pangan, sebaiknya sektor tersebut telah mempunyai program persyaratan dasar, seperti cara praktek higiene yang baik sesuai dengan Prinsip Umum Higiene Pangan Codex (Codex General Principles of Food Hygiene), Pedoman Pelaksanaan Codex (Codex Code of Practice) yang tepat serta persyaratan keamanan pangan yang tepat. Program persyaratan dasar untuk HACCP ini, termasuk pelatihan, sebaiknya ditetapkan dengan baik, dioperasikan secara penuh dan diverifikasi untuk membantu keberhasilan penerapan dan implementasi sistem HACCP.

 

Selama melaksanakan identifikasi bahaya, evaluasi dan operasi berikutnya dalam merancang dan menerapkan sistem HACCP, pertimbangan harus diberikan terhadap pengaruh bahan baku, ingredien, cara menghasikan pangan yang baik, peranan proses manufaktur dalam mengendalikan bahaya, kemungkinan penggunaan akhir produk, kategori konsumen yang dituju, dan fakta – fakta epidemiologi yang berhubungan dngan keamanan pangan. SEMOGA BERMANFAAT.