Dewasa ini, masyarakat semakin berani untuk menyampaikan aspirasi dan mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakat semakin menuntut perusahaan maupun organisasi dalam memenuhi kewajiban mereka terhadap tanggung jawab sosial, serta untuk meningkatkan kegiatan dan keputusan perusahaan maupun organisasi yang berdampak positif terhadap lingkungan dan masyarakat secara umum. Semakin banyak masyarakat yang menaruh perhatian pada cara – cara perusahaan maupun organisasi dalam memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya. Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadaran baru tentang pentingnya melaksanakan apa yang dikenal umum sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa korporasi bukan lagi sebagai perusahaan maupun organisasi yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja sehingga mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat di tempat mereka bekerja, melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya.
Corporate Social Responsibility adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat sekitar. Secara teoritis, Corporate Social Responsibility dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategic stakeholders –nya, terutama masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasionalnya. Corporate Social Responsibility memandang perusahaan sebagai agen moral. Dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang Corporate Social Responsibility adalah pengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya. Salah satu prinsip moral yang sering digunakan adalah Golden – R ules, yang mengajarkan agar seseorang atau suatu pihak memperlakukan orang lain sama seperti apa yang mereka ingin diperlakukan. Dengan begitu, perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat.
Dalam implementasi program – program Corporate Social Responsibility, diharapkan ketiga elemen perusahaan, pemerintah dan masyarakat saling berinteraksi dan mendukung, karenanya dibutuhkan partisipasi aktif masing – masing stakeholder agar dapat bersinergi, untuk mewujudkan dialog secara komprehensif. Karena dengan partisipasi aktif para stakeholder diharapkan pengambilan keputusan, menjalankan keputusan dan pertanggungjawaban dari implementasi Corporate Social Responsibility akan diemban secara bersama. Corporate Social Responsibility sebagai sebuah gagasan, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi finansial saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Disini bottom lines lainnya selain finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi finansial saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan. Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek – aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya.
Dalam rangka mendukung tercapainya tujuan – tujuan tersebut, maka pada bulan September 2004, ISO (International Organization for Standardization) sebagai induk organisasi standarisasi internasional, berinisiatif mengundang berbagai pihak untuk membentuk tim yang membidangi lahirnya panduan dan standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama ISO 26000: Guidance Standard on Social Responsibility. ISO 26000: Guidance Standard on Social Responsibility adalah suatu standar yang memuat panduan perilaku bertanggung jawab sosial bagi organisasi guna berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan. Pedoman yang dikeluarkan oleh International Organization for Standardization (ISO) pada 1 November 2010 ini terdiri dari 6 bab serta memuat 7 prinsip, 2 praktik dasar, 7 subjek inti, 36 isu, dan 6 praktik integrasi tanggung jawab sosial organisasi. ISO 26000 merupakan tanggapan ISO terhadap semakin maraknya perhatian dunia terhadap Corporate Social Responsibility.
Standar ini mencakup ukuran dan rekomendasi bagi perusahaan maupun organisasi yang menginginkan terintegrasinya tanggung jawab sosialnya ke dalam strategi bisnisnya. Adanya ketidakseragaman dalam penerapan Corporate Social Responsibility diberbagai negara menimbulkan adanya kecenderungan yang berbeda dalam proses pelaksanaan Corporate Social Responsibility itu sendiri di masyarakat. Oleh karena itu pulalah diperlukan suatu pedoman umum dalam penerapan Corporate Social Responsibility di manca negara. Dengan disusunnya ISO 26000 sebagai rujukan utama dalam pembuatan pedoman yang berlaku umum, sekaligus menjawab tantangan kebutuhan masyarakat global termasuk Indonesia.
Pembentukan ISO 26000 ini diawali ketika pada tahun 2001 badan ISO meminta ISO on Consumer Policy atau COPOLCO merundingkan penyusunan standar Corporate Social Responsibility. Selanjutnya badan ISO tersebut mengadopsi laporan COPOLCO mengenai pembentukan Strategic Advisory Group on Social Responsibility pada tahun 2002. Kemudian pada bulan Juni 2004 diadakan pre – conference dan conference bagi negara – negara berkembang, selanjutnya di bulan Oktober tahun 2004, New York Item Proposal atau NWIP diedarkan kepada seluruh negara anggota, kemudian dilakukan voting pada bulan Januari 2005, dimana 29 negara menyatakan setuju, sedangkan 4 negara tidak. Dalam hal ini terjadi perkembangan dalam penyusunan tersebut, dari CSR atau Corporate Social Responsibility menjadi SR atau Social Responsibility saja. Perubahan ini, menurut komite bayangan dari Indonesia, disebabkan karena pedoman ISO 26000 diperuntukan bukan hanya bagi korporasi tetapi bagi semua bentuk organisasi, baik swasta maupun publik.
Standar ISO 26000 bukan merupakan standar untuk sertifikasi yang memuat persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah perusahaan maupun organisasi sebagaimana ISO – ISO lainnya, namun lebih kepada penyediaan panduan teknis (guidelines) bagi perusahaan maupun organisasi dalam menerapkan Social Responsibility dengan mengacu kepada prinsip – prinsip sebagai berikut : akuntabilitas, transparansi, perilaku yang beretika, menghormati kepentingan Stakeholder, kepatuhan terhadap hukum, menghormati norma – norma perilaku Internasional, dan menghormati dasar – dasar hak asasi manusia.
ISO 26000 menyediakan standar pedoman yang bersifat sukarela mengenai tanggung jawab sosial suatu institusi yang mencakup semua sektor badan publik ataupun badan privat baik di negara berkembang maupun negara maju. Dengan ISO 26000 ini akan memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung jawab sosial yang berkembang saat ini dengan cara : mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian tanggung jawab sosial dan isunya, menyediakan pedoman tentang penterjemahan prinsip – prinsip menjadi kegiatan – kegiatan yang efektif dan memilah praktek – praktek terbaik yang sudah berkembang dan disebarluaskan untuk kebaikan komunitas atau masyarakat internasional. Apabila hendak menganut pemahaman yang digunakan oleh para ahli yang menggodok ISO 26000 : Guidance Standard on Social Responsibility yang secara konsisten mengembangkan tanggung jawab sosial maka masalah Social Responsibility akan mencakup tujuh isu pokok, antara lain : pengembangan masyarakat, konsumen, praktek kegiatan institusi yang sehat, lingkungan, ketenagakerjaan, hak asasi manusia dan organisasi pemerintahan.
ISO 26000 menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, memperhatikan kepentingan dari para stakeholder; sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma – norma internasional, terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa. Berdasarkan konsep ISO 26000, penerapan Social Responsibility hendaknya terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi yang mencakup tujuh isu pokok diatas. Dengan demikian jika suatu perusahaan hanya memperhatikan isu tertentu saja, misalnya seperti aspek lingkungan, maka perusahaan tersebut sesungguhnya belum melaksanakan tanggung jawab sosial. Misalnya suatu perusahaan sangat peduli terhadap isu lingkungan, namun perusahaan tersebut masih mengiklankan penerimaan pegawai dengan menyebutkan secara khusus kebutuhan pegawai sesuai dengan gender tertentu, maka sesuai dengan konsep ISO 26000 perusahaan tersebut sesungguhnya belum melaksanakan tanggung jawab sosialnya secara utuh.
Pada bab enam ISO 26000 ini menjelaskan subjek inti dan isu yang terkait dengan tanggung jawab sosial. Tiap subjek mengandung informasi mengenai lingkup, kaitan dengan tanggung sosial, prinsip dan pertimbangan terkait, serta kegiatan dan harapan untuk subjek tersebut. Berikut ketujuh subjek inti yang dibahas di dalam ISO 26000, antara lain : Pertama tata kelola organisasi (organizational governance), yaitu sistem pengambilan dan penerapan keputusan perusahaan dalam rangka pencapaian tujuannya. Kedua, hak asasi manusia (human rights), yaitu hak dasar yang berhak dimiliki semua orang sebagai manusia, yang antara lain mencakup hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Ketiga, praktik ketenagakerjaan (labour practices), yaitu segala kebijakan dan praktik yang terkait dengan pekerjaan yang dilakukan di dalam atau atas nama perusahaan. Keempat, lingkungan (the environment), yaitu dampak keputusan dan kegiatan perusahaan terhadap lingkungan. Kelima, prosedur operasi yang wajar (fair operating procedures), yaitu perilaku etis organisasi saat berhubungan dengan organisasi dan individu lain. Keenam, isu konsumen (consumer issues), yaitu tanggung jawab perusahaan penyedia barang atau jasa terhadap konsumen dan pelanggannya. Dan ketujuh, pelibatan dan pengembangan masyarakat (community involvement and development), yaitu hubungan organisasi dengan masyarakat di sekitar wilayah operasinya.
Terdapat manfaat yang didapatkan dari pelaksanaan Corporate Social Responsibility, baik bagi perusahaan sendiri, masyarakat, pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya, diantaranya:
Bagi Perusahaan. Terdapat empat manfaat yang diperoleh perusahaan dengan mengimplementasikan Corporate Social Responsibility. Pertama, keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan dan perusahaan mendapatkan citra yang positif dari masyarakat luas. Kedua,perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap modal (capital). Ketiga,perusahaan dapat mempertahankan sumber daya manusia (human resources) yang berkualitas. Keempat,perusahaan dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada hal – hal yang kritis (critical decision making) dan mempermudah pengelolaan manajemen risiko (risk management),
Bagi masyarakat, praktik Corporate Social Responsibility yang baik akan meningkatkan nilai tambah adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan kualitas sosial di daerah tersebut. Pekerja lokal yang diserap akan mendapatkan perlindungan akan hak – haknya sebagai pekerja. Jika terdapat masyarakat adat atau masyarakat lokal, praktek Corporate Social Responsibility akan menghargai keberadaan tradisi dan budaya lokal tersebut,
Bagi lingkungan, praktik Corporate Social Responsibility akan mencegah eksploitasi berlebihan atas sumber daya alam, menjaga kualitas lingkungan dengan menekan tingkat polusi dan justru perusahaan terlibat mempengaruhi lingkungannya,
Bagi negara, praktik Corporate Social Responsibility yang baik akan mencegah apa yang disebut “corporate misconduct” atau malpraktik bisnis seperti penyuapan pada aparat negara atau aparat hukum yang memicu tingginya korupsi. Selain itu, negara akan menikmati pendapatan dari pajak yang wajar (yang tidak digelapkan) oleh perusahaan.
Bagaimanapun ISO 26000: Guidance Standard on Social Responsibility adalah isu penting dan strategis bagi Indonesia maupun berbagai negara lainnya di seluruh dunia, dimana sebenarnya masalah Social Responsibility juga telah berkembang dan dilaksanakan oleh pelaku usaha di Indonesia dalam beberapa tahun yang lalu, namun karena belum adanya standar yang jelas maka implementasinya sangat bervariasi dan mungkin kurang efektif. Karena itu dengan dipublikasikannya ISO 26000, Indonesia sebagaimana negara lainnya perlu segera menyusun langkah – langkah nyata bagaimana mempromosikan dan mendorong implementasi ISO 26000.
Semoga bermanfaat.