Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) bersama International Labour Organization (ILO) terus mengimbau kepada para pekerja untuk selalu menerapkan budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja. Terlebih, saat ini dunia tengah masuk pada era revolusi industri 4.0. Era di mana terjadinya perubahan pola kerja, hubungan kerja baru dan risiko kerja baru. Penerapan K3 sebagai budaya bekerja dan aktivitas kehidupan ini dinilai dapat meminimalisasi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Selain itu, juga dapat mengurangi kerugian-kerugian lainnya. 

K3 PERUSAHAAN – PT. INDONESIAN AIR & MARINE SUPPLY

Tantangan baru di era revolusi industri 4.0 dapat dijadikan sebagai peluang untuk melalui pendekatan baru yang lebih kreatif dan inovatif agar berkerja menjadi semakin terasa efektif. Untuk itu pemerintah wajib menjalankan amanat dalam menyusun Profil K3 Nasional dan Strategi K3 Nasional berdasarkan pada Peraturan Presiden No. 34 Tahun 2014 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 187, 2006 mengenai Kerangka Kerja Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Berangkat dari hal itu, diharapkan ke depannya semua komponen dapat menggunakan Profil K3 Nasional sebagai pedoman dalam perencanaan, implementasi, evaluasi dan peninjauan ulang pelaksanaan K3 di masing-masing sektor. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Tenaga Kerja (PPK) dan K3 Kemnaker, Sugeng Priyanto saat mewakili Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri dalam acara Peluncuran Profil K3 Nasional dan Portal K3 untuk kaum muda di Jakarta. 

 

Sementara itu, Direktur ILO, Michiko Miyamoto menyampaikan tujuan dari peluncuran Profil K3 Nasional dan Portal K3. Beberapa di antaranya adalah meningkatkan pengetahuan kaum muda tentang K3, memperkuat keterlibatan para stakeholder  untuk memberikan perlindungan bagi kaum muda dan memperkuat dialog nasional tentang K3 dalam mendukung budaya pencegahan tempat kerja yang lebih kuat. Hal ini merupakan bukti bahwa semua pemangku kepentingan K3 nantinya akan terus dapat meningkatkan kualitas implementasi K3 di negara Indonesia. Pungkas Michiko, sesuai rilis yang Kompas.com terima pada hari kamis (27/6/2019). 

 

Masalah K3 secara umum di Indonesia masih sering dikesampingkan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Oleh karena itu, penerapan K3 di tempat kerja menjadi sesuatu hal yang wajib untuk dilakukan. Di negara Indonesia kewajiban penerapan K3 di tempat kerja dapat di temui di beberapa peraturan perundangan antara lain Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Keselamatan dan Kesehatan di Tempat Kerja (SMK3). 

 

Pemenuhan terhadap regulasi K3 juga menjadi salah satu butir yang dipersyaratkan di dalam standar internasional. Misalnya, pada ISO 45001:2018 pada subklausul 6.1.3 yang menyatakan bahwa organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara suatu proses dalam menentukan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bahaya dan risiko pada suatu organisasi hingga memastikan pemenuhan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut serta menyediakan sarana akses terhadap peraturan perundang-undangan terkini. Oleh karena itu, perlu adanya penilaian kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait K3 yang harus dilakukan di setiap tempat kerja. Sehingga organisasi dapat mengetahui gambaran tingkat kepatuhannya terhadap peraturan perundang-undangan dan membantu organisasi segera melaksanakan corrective action apabila terdapat kewajiban secara regulasi yang belum dipenuhi yang pada akhirnya dapat terhindar dari sanksi atau denda oleh regulator. Selain itu, adanya temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan bisa jadi menghambat kegiatan operasional di tempat kerja bahkan memberikan citra perusahaan yang buruk kepada publik. 

 

Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menilai kepatuhan organisasi terhadap peraturan perundang-undangan antara lain dengan melakukan evaluasi pemenuhan peraturan perundang-undangan (evaluation of compliance of legal requirements). Karena, pada kenyataannya setiap organisasi melaksanakan evaluasi ini secara periodik misalnya satu tahun sekali atau dua tahun sekali. Maka, diharapkan setiap tempat kerja dapat melakukan evaluasi tersebut secara rutin. Namun, perusahaan juga perlu memastikan atau mengupdate keterkinian daftar identifikasi peraturan perundangan yang dimiliki organisasi. Hal ini dikarenakan tinjauan dan revisi daftar peraturan perundang-undangan keluar secara incidental. Mungkin banyak perusahaan yang bingung untuk memulai pelaksanaan evaluasi kepatuhan peraturan perundangan K3. Dikarenakan belum pernah melakukannya sebelumnya. Apalagi dengan banyaknya pertauran perundangan yang ada. 

 

Tahapan evaluasi peraturan K3 secara sederhana yang dapat dilakukan antara lain adalah mapping, identification, listing dan evaluation. Mapping merupakan tahapan awal untuk melakukan evaluasi penerapan K3. Mapping sendiri terdapat beberapa bagian, seperti area, bagian yang bertujuan untuk memudahkan HSE Officer mengidentifikasi peraturan apa saja yang perlu di patuhi oleh organisasinya dengan memetakan area kerja operasional. Contohnya, seperti pembagian area didasarkan pada letak geografisnya. Karena, peraturan perundang-undangan setiap daerah dapat berbeda-beda, seperti perda atau pergub di masing-masing daerah. Area kerja juga dapat didasarkan pada jenis pengelompokkan setting atau natural tipe pekerjaan, seperti area kerja workshop, warehouse, port dan office atau building. Persyaratan peraturan untuk wilayah kerja area port sangat mungkin juga melibatkan pemenuhan aturan dari Kementerian Perhubungan, tidak hanya aturan Kemenaker dan Kementerian ESDM. Hal ini tentu berbeda dengan area kerja office atau building yang pemenuhan persyaratan perundangannya terkait bangunan dan orang di dalamnya. 

 

Work atau task, pada bagian mapping merupakan lanjutan setelah area kerja didapatkan, dimana HSE Officer dapat memetakan karakteristik pekerjaan atau operasional di masing-masing area kerja tersebut. Sebagai contoh, untuk area kerja warehouse dapat diidentifikasi jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan di area tersebut, seperti stocking material dan mobilisasi barang. Materials & Equipment merupakan bagian mapping untuk melakukan identifikasi material atau bahan apa saja yang digunakan dalam melaksanakan job atau task di masing-masing area tersebut. Selain material atau bahan terdapat juga alat, perangkat atau mesin yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan. Terakhir pada bagian mapping adalah person, pada masing-masing area kerja juga diidentifikasi personil mana saja yang bertugas di area tersebut. Hal ini menjadi lebih mudah karena sebelumnya sudah dilakukan identifikasi karakteristik pekerjaan dan bahan yang digunakan di area tersebut. 

 

Identification merupakan tahapan untuk melakukan evaluasi K3 setelah tahapan mapping. Pada tahapan ini identifikasi dilakukan pada jenis peraturan perundangan negara. Identifikasi peraturan perundangan bertujuan unuk memberikan informasi berdasarkan institusi pembuatnya, tingkatan peraturan dan sifat peraturan itu sendiri. Peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan mengatur hak-kewajiban pekerja, hubungan industrial dan segala hal terkait penggunaan sumber daya tenaga manusia. Adapun peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM mengatur hal teknis dan administratif terkait pemanfaatan ESDM, seputar teknologi, alat, kompetensi teknis dan sebagainya. Begitu juga dengan peraturan yang dikeluarkan oleh kementerian lainnya. Dengan langkah mapping sebelumnya, sudah dapat membantu untuk melakukan tracking jenis peraturan menurut regulatornya. 

 

Aturan identifikasi berdasarkan tingkatannya dapat di bagi menurut hierarki peraturan perundangan-undangan yang didalamnya dapat diberlakukan sanksi pidana dan denda, terdapat pada dua jenis tingkatan peraturan yaitu Undang-Undang dan Peraturan Daerah atau Gubernur. Selain itu terdapat juga jenis tingkatan peraturan yang menerapkan sanksi berupa administratif. Oleh karena itu, sepatutnya organisasi memerhatikan dengan baik persyaratan perundangan apa saja yang harus dipenuhi dari suatu Undang-Undang, Perda atau Pergub tertentu agar terhindari dari sanksi pidana dan denda. Untuk setiap organisasi dapat menyesuaikan tahapan identifikasi peraturan ini menurut business core atau main business process mereka. Adapun identifikasi peraturan perundangan menurut sifatnya dapat dibagi menjadi peraturan yang bersifat normatif dan persyaratan teknis. 

 

Peraturan normatif biasanya berisi pengaturan topik masalah tertentu sedangkan peraturan teknis yang berisi persyaratan teknis mengatur tentang pemenuhan standar teknis alat, personil, pengukuran dan material. Salah satu contoh dari peraturan normatif adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Sedangkan contoh dari peraturan yang bersifat persyaratan teknis antara lain dapat ditemui pada peraturan dibawah tingkat Undang-Undang, misalnya Permenaker Nomor 9 Tahun 2016 tentang K3 Dalam Pekerjaan Pada Ketinggian. Terdapat juga hal penting lainnya yang perlu diperhatikan pada saat identifikasi ini, seperti masa berlaku atau keterbaruan suatu peraturan. Pastikan bahwa peraturan yang di identifikasi merupakan peraturan keluaran terbaru (tidak obsolete). Maka dari itu, pada tahapan ini juga dapat sekaligus memperbarui daftar peraturan perundangan yang telah dimiliki sehingga bersih dari peraturan yang sudah tidak berlaku (obsolete)

 

Listing merupakan tahapan setelah identification untuk melakukan evaluasi peraturan K3. Tahapan ini dapat dilakukan sejalan dengan tahapan identifikasi peraturan. Proses membuat daftar jenis peraturan dapat menjadi lebih mudah dan cepat jika proses mapping di awal dilakukan dengan baik dan komprehensif. HSE Officer dapat mendata setiap jenis peraturan perundangan yang timbul dari setiap area kerja dan aktivitas kerja yang didapatkan dari informasi mapping sebelumnya. Tidak lupa untuk membuang peraturan-peraturan perundangan yang sudah tidak berlaku (obsolete) dari daftar peraturan perundangan perusahaan. Jenis listing juga dapat dibuat berdasarkan jenis regulatornya atau dibagi menjadi beberapa section atau area kerja. Adapun keuntungannya adalah pekerja dapat lebih cepat memahami jenis dan nomor peraturan apa saja yang harus mereka penuhi di section atau area kerja mereka masing-masing. Jika HSE Officer dapat membuat daftar peraturan perundangan berdasarkan lokasi kerja dibandingkan daftar peraturan perundangan secara umum. 

 

Evaluating merupakan tahapan terakhir dalam melakukan evaluasi peraturan K3. Tahapan evaluasi peraturan K3 dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif, HSE Officer dapat menganalogikan pemenuhan suatu Pasal atau Ayat dengan skor 1 dan skor 0, jika tidak terpenuhinya Pasal atau Ayat yang dimaksud, maka dihitung berdasarkan persentase pemenuhan peraturan dari keseluruhan total Pasal atau Ayat yang harus dipenuhi dari seluruh jenis dan nomor peraturan perundangan. Evaluasi secara kualitatif dapat dilakukan dengan menafsirkan pemenuhan peraturan pada setiap Pasal atau Ayat dengan deskripsi berupa fakta implementasi yang dilakukan. Dapat juga dengan menyisipkan referensi dokumen perusahaan. Kedua metode evaluasi dapat digabungkan dalam satu dokumen kerja sehingga didapatkan hasil evaluasi pemenuhan yang lengkap. 

 

Evaluasi peraturan K3 dapat dilakukan pada setiap lokasi kerja atau jenis pekerjaan yang sudah di kelompokkan pada tahapan mapping di awal. Keuntungannya adalah HSE Officer dapat mengetahui tingkatan pemenuhan peraturan perundangan di tiap-tiap lokasi atau section kerja. Proses evaluasi ini melibatkan unsur pekerja, manajemen, dan personil di luar HSE untuk mendapatkan informasi seluas-luasnya.

 

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwasanya untuk melakukan Evaluation of Compliance dapat memakan waktu sekitar 3 hingga 6 bulan bergantung dari luas dan kompleksitas area kerja atau jenis pekerjaan yang akan dievaluasi. Hasil akhir dari evaluasi ini dapat memberikan gambaran besar gap yang dihadapi perusahaan antara standar pemenuhan yang diminta dengan fakta penerapan yang sudah berjalan. Di perlukan respon secara aktif, rasa ingin tahu yang tinggi dan ketelitian untuk menganalisis persyaratan pada Pasal atau Ayat dari setiap peraturan perundangan. 

 

Semoga bermanfaat.