Berdasarkan hasil survei PPM Manajemen, diketahui bahwa 80 persen pekerja mengalami gejala stres selama masa pandemi virus corona (Covid-19). Stres terjadi mulai dari level sedang hingga berat. Pekerja yang stres rata-rata dialami pada rentang usia 26-35 tahun sebesar 83 persen, 36-45 tahun sebesar 79 persen, dan di bawah usia 25 tahun 78 persen. Psikolog sekaligus Head of Center for Human Capital Development PPM Manajemen Maharsi Anindyajati mengatakan, stres terbesar yang dialami oleh responden adalah terkait dengan kekhawatiran akan kesehatan dan keselamatan anggota keluarga yang mencapai 59 persen, disusul takut terinfeksi virus corona yang mencapai 56 persen. Maharsi mengatakan, kondisi stres tidak mungkin dapat dihilangkan dari kehidupan karena kita juga butuh stres dalam level tertentu. Stres yang sebenarnya membuat kita bersemangat, namun jika berlebihan akan membuat kita lelah dan burnout, katanya kepada Kompas.com, Jumat (5/6/2020), Jakarta.

Sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari beberapa pekerja mengalami stres, baik dalam kehidupan sosial maupun dilingkungan tempat kerja. Pekerjaan yang terlalu berat serta lingkungan sekitar yang kurang mendukung juga dapat menyebabkan stres dalam bekerja. Masalah stres kerja di dalam kehidupan organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting untuk diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut pekerja menjadi gugup, merasakan kecemasan yang berlebihan, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berfikir yang kurang baik dan kondisi fisik individu semakin menurun. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja ditemukan beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan alam masalah tidur. 

Banyak juga dari pekerja yang kurang menyadari gejala timbulnya stres tersebut dalam kehidupannya padahal apabila dapat diketahui lebih awal mengenai gejala stres tersebut dapat dicegah. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan maksud agar terjaminnya keamanan dan kenyamanaan dalam bekerja. Apabila pekerja sedang mengalami stres dan tetap melakukan pekerjaannya, maka hal ini akan mengganggu keamanan dan kenyamanaan dalam bekerja. Untuk menjaga keamanan dan kenyamanaan dalam bekerja, psikologi pekerja juga harus stabil agar terjadi hubungan yang harmonis antara faktor kejiwaan dan kondisi yang terjadi. Jadi perlu diperhatikan secara lebih baik lingkungan yang dapat mempengaruhi psikologi (kejiwaan) pekerja sehingga stres dapat diminimalisir. 

Terdapat berbagai macam pengertian stres, seperti menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Sedangkan Luthans (dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. 

Dalam dunia kerja, stress merupakan fakta yang tidak dapat dihindari. Beberapa pekerja bisa mengelolanya dengan baik sehingga kemudian bisa memacu kinerja dan prestasi. Sementara yang lainnya gagal untuk menangani stres ini sehingga kinerjanya menjadi menurun. Dalam dunia K3, stress kerja didefinisikan sebagai reaksi yang merugikan yang dilakukan karyawan karena menghadapi tekanan yang berlebihan di tempat kerja. Dalam pengertian yang lebih luas, stress kerja dapat berkaitan dengan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai tuntutan yang dirasakan di tempat kerja. Sebagian besar pekerja pastilah pernah mengalami tekanan di tempat kerja misalnya karena deadline kerja yang ketat. Karena sebab itu stress kerja dapat muncul ketika pekerja merasa tidak bisa memenuhi tuntutan tersebut. Jika tidak dapat diatasi, stress ini bisa berkembang menjadi gangguan kesehatan jiwa lebih serius, seperti misalnya mengalami kecemasan, depresi, atau membuat masalah kesehatan mental yang lebih buruk.

Stres kerja termasuk ke dalam masalah kesehatan. Kondisi ini tak hanya memengaruhi produktivitas, namun juga kondisi kesehatan fisik dan mental seseorang. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan lebih dari 300 juta orang di dunia mengidap depresi dan 260 juta orang mengalami gangguan cemas akibat stres kerja. Penyebab umumnya adalah beban kerja yang terlalu berat, jam kerja yang panjang, dan suasana lingkungan kerja yang kurang kondusif. Stres kerja bisa menjadi beban pikiran seseorang yang tanpa disadari berdampak negatif pada kesehatan. Gejala stres berlebih yang perlu diwaspadai adalah gangguan irama jantung, mual, muntah, gemetar, berkeringat, mulut kering, nyeri dada, sakit kepala, sakit perut, dan nyeri otot. Gejala fisik ini muncul akibat peningkatan aktivitas impuls saraf dari otak ke berbagai bagian tubuh yang lain, serta akibat pelepasan hormon adrenalin ke dalam darah sebagai respons tubuh dalam menghadapi stres. Apabila dibiarkan terus-menerus, stres kerja bisa menyebabkan masalah kesehatan fisik (seperti penipisan rambut, sariawan, jerawat, asma, diabetes, sakit perut, dan penyakit kardiovaskular), masalah kesehatan mental (seperti gangguan tidur, gangguan kepribadian, gangguan kecemasan, dan depresi), serta meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan kerja. 

Menurut Hager (1999), stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi (Diana, 1991). Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa. Pengertian stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Seperti yang telah diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan pekerja sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja (Selye, dalam Beehr, et al., 1992: 623). 

Luthans (1992) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni Extra organizational stressors, karena extra organizational stressors, organizational stressors, group stressors dan individual stressors. Extra organizational stressors merupakan perubahan social atau teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas atau tempat tinggal. Organizational stressors adalah kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi. Group stressors merupakan kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup. Sedangkan individual stressors yang terdiri dari konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol personal, learned helplessnessself-efficacy, dan daya tahan psikologis.

Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye, 1956). Selama beban kerja yang diberikan cukup, kebanyakan pekerja bisa menghadapi tekanan di tempat kerja dengan baik. Misalnya menjadikan beban kerja sebagai motivasi untuk belajar dan bekerja lebih produktif. Namun ketika beban kerja berlebih, kondisi ini memicu stres kerja yang bisa berdampak negatif pada kehidupan pekerja, termasuk berpengaruh pada kesehatan dan hubungannya dengan keluarga. Pekerja yang memiliki beban kerja berlebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi dibanding yang memiliki beban kerja normal (maksimal 8 jam per hari). Apabila terus-menerus terjadi, tekanan darah tinggi yang dialami bisa meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular (seperti serangan jantung, diabetes, dan stroke).

Masalah lain yang mungkin timbul adalah merenggangnya hubungan dengan keluarga karena beban kerja berlebih membuat emosi tak stabil. Selain beban kerja berlebihan, stres kerja bisa disebabkan oleh budaya dan lingkungan kerja yang buruk, kurangnya dukungan, konflik, perubahan manajemen, serta hubungan antara staf dan pimpinan yang buruk. Kemampuan individu dalam menangani stres di tempat kerja berbeda-beda, pekerja yang satu bereaksi terhadap stressor tersebut dengan tetap rileks dan fokus. Sedangkan rekannya terlihat panik dan tegang dalam penyelesaian tugas, serta menjadi mudah marah. Secara individu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan pekerja untuk mengendalikan stres di tempat kerja. Cara tersebut diantaranya adalah dengan menerapkan manajemen waktu, secara rutin melakukan latihan fisik dan mental seperti olahraga dan relaksasi, serta membina jejaring sosial yang luas. Sedangkan secara organisasi, ada lima strategi yang bisa dilakukan perusahaan untuk membantu pekerja menangani stres di tempat kerja. Kelima strategi adalah menghilangkan stressor atau pemicu stres, menjauhkan pekerja dari stressor, mengubah persepsi pekerja terhadap stressor, mengendalikan konsekuensi dari stres, dan menyediakan dukungan sosial untuk pekerja yang menghadapi stres. 

Apabila selama proses operasional di tempat kerja ditemukan adanya gejala stres kerja yang dialami pekerja, maka secara dini perlu dilakukan manajemen yang tepat. Mengingat dampak buruk yang dapat ditimbulkannya. Program manajemen stres kerja tidak saja penting bagi produktivitas dan moral maupun image perusahaan, tetapi juga penting bagi individu atau pekerja sendiri dan masyarakat pada umumnya. Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Hal ini merupakan sebuah sarana untuk mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian dan memperkirakan dampak yang ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko (Uher,1996). 

Timbulnya stres dalam pekerjaan dapat dicegah dan bisa dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Menurut Smith, 1990 manajemen risiko didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut. Manajemen stres lebih dari pada sekedar mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apapun untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).

Contoh praktek manajemen stres yang dilakukan perusahaan terkait dengan kelima strategi di atas adalah konseling klinis dan personal, uraian pekerjaan yang jelas, jaminan kerja seperti asuransi dan tunjangan kesehatan, jam kerja yang fleksibel, tempat atau sarana bagi pekerja melakukan meditasi, berolahraga atau berkesenian, keterlibatan pekerja dalam proses pengambilan keputusan dan perubahan di perusahaan, serta program-program yang terkait dengan perbaikan kesehatan pekerja. 

Jadi dapat disimpulkan stres merupakan suatu kondisi yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stres kerja dibagi menjadi dua hal yaitu stres yang memberikan respon bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Kedua stres yang memberikan respon bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Stres kerja yang berlebihan akan menyebabkan pekerja tersebut frustasi dan dapat menurunkan prestasinya, sehingga perlu dimotovasi agar pekerja dapat selalu berprestasi dalam bekerja. 

Stres kerja banyak sekali gejalanya, seperti gejala psikologis, fisiologis dan perilaku. Stres kerja juga berdampak terhadap kinerja pekerja yaitu dapat menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi dan frustrasi. Oleh karena itu, perlu adanya strategi manajemen stres kerja dan pencegahanya, seperti strategi yang bersifat individual yang cukup efektif untuk pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi dan dukungan sosial. Dalam pencegahan stres kerja terdapat beberapa cara yaitu dengan pendekatan relaksasi otot, meditasi dan restrukturisasi kognitif yang semuanya membantu pekerja untuk mengatasi stres dalam bekerja.

Semoga bermanfaat.