Pelaksanaan pelatihan (training) merupakan suatu kegiatan investasi untuk mewujudkan sumber daya manusia yang matang dalam segi pemikiran, sikap, maupun keahlian. Namun, upaya peningkatan kompetensi melalui training haruslah tepat sasaran, artinya, pelaksanaan training harus sesuai dengan kebutuhan sumber daya manusia yang ada didalam organisasi atau perusahaan tersebut. Sehingga pelaksanaan training bukan hanya kegiatan yang dijalankan untuk menjalankan kewajiban. Tapi masalahnya, banyak training yang diselenggarakan oleh organisasi atau perusahaan tersebut kurang, bahkan tidak memenuhi kebutuhan yang sesungguhnya. Timbulnya masalah ini tentunya disebabkan oleh banyak hal, dan salah satunya adalah terletak pada Training Needs Analysis (TNA) yang tidak pernah dijalankan dengan benar.

Training Need Analysis menjadi langkah pertama yang dilakukan sebuah organisasi atau perusahaan untuk melakukan perubahan. Hal ini disebabkan Training Need Analysis  mencoba mendefinisikan kesenjangan atau gap yang terjadi saat ini terkait dengan kinerja individu dan tuntutan organisasi atau perusahaan. Anda dapat mengumpulkan beberapa informasi berdasarkan tiga hal, yaitu masalah performance atau kinerja, antisipasi adanya sistem, tugas, atau teknologi baru, serta adanya keinginan organisasi untuk mendapatkan keuntungan dari berbagai peluang atau kesempatan. Ketiga hal tersebut merupakan titik awal untuk membuat perubahan.

Perlu diingat, setiap perubahan akan menimbulkan resistensi dari sumber daya manusia yang enggan melakukan training. Kendala lain, sumber daya manusia tidak dapat mentransfer keterampilan atau pelatihan yang baru diperoleh di tempat kerja. Training Need Analysis seringkali mengungkap kebutuhan yang sesuai dan tepat sasaran. Kendati training tidak selalu merupakan cara terbaik untuk menutup celah tertentu antara tujuan organisasi dengan kinerja sumber daya manusia yang sesungguhnya, namun Training Need Analysis diharapkan dapat melihat semua permasalahan dan mencari solusi sebanyak mungkin sebelum diputuskan solusi yang terbaik. Ketika dilakukan dengan benar, Training Need Analysis menjadi investasi yang bijak bagi organisasi,bahkan dapat menghemat waktu, biaya, dan tenaga.

Pelaksanaan training akan dapat berjalan lebih maksimal jika diawali dengan Training Need Analysis  yang tepat. Dalam hal ini terdapat tiga jenis Training Need Analysis  yang bisa dieksplorasi, antara lain : task-based analysis, person-based analysis, dan organizational-based analysis. Berikut ini penjelasan dari masing – masing analisis :

Task Analysis

Adalah analisa  yang berfokus pada kebutuhan tugas yang dibebankan pada satu posisi tertentu. Tugas dan tanggung  jawab pada posisi ini dianalisa untuk diketahui jenis ketrampilan apa yang dibutuhkan. Kemudian dapat ditentukan jenis training apa yang diperlukan. Jadi dalam analisa ini, yang menjadi fokus adalah tugas posisi, bukan orang yang memegang posisi tersebut.  Melalui metode task analysis ini, kita kemudian bisa menyusun semacam kurikulum training yang bersifat standar dan terpadu. Artinya, melalui analisa tugas dan spesifikasi yang dibutuhkan oleh setiap posisi, maka kita kemudian bisa merumuskan jenis – jenis training tertentu untuk setiap posisi tersebut. Beragam jenis training ini kemudian distandarkan dan menjadi training  yang wajib diikuti oleh setiap orang yang menduduki posisi tersebut.

Person Analysis

Adalah analisa  yang berfokus pada level kompetensi personil yang memegang posisi tertentu. Analisa ini ditujukan untuk mengetahui kekurangan dan area pengembangan yang dibutuhkan oleh personil tersebut. Kemudian dapat disusun jenis training apa saja yang diperlukan untuk personil tersebut. Dalam analisa ini biasanya telah ditetapkan beragam jenis kompetensi dan juga standar level kompetensi yang diperlukan untuk suatu posisi tertentu. Misal, untuk posisi manajer diperlukan penguasaan terhadap 8 jenis kompetensi (misal, kompetensi leadership, communication skills dan sebagainya). Selanjutnya juga telah ditetapkan, bagi para manajer maka standar level untuk kedelapan jenis kompetensi itu adalah 5 (dari skala 1 – 5). Langkah berikutnya adalah para manajer akan dinilai untuk melihat level kompetensinya, apakah  yang bersangkutan sudah berada pada level 5 untuk semua jenis kompetensi tersebut  atau belum. Jika belum, sebutkan pada jenis kompetensi apa saja. Misalnya, ia masih perlu perbaikan dalam kompetensi communication skills. Maka bagi yang bersangkutan diberikan training mengenai communication skills.

Organizational Analysis

Adalah analisa kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada kebutuhan strategis perusahaan dalam merespon dinamika bisnis masa depan. Kebutuhan strategis perusahaan dirumuskan dengan mengacu pada dua elemen pokok, yaitu : Corporate Strategy dan Corporate Values. Sebagai misal, sektor perbankan  akan lebih agresif untuk memasuki pasar usaha kecil dan menengah. Untuk itu diperlukan keahlian dalam membidik pasar UKM. Disini pihak pengelola training bisa merancang serangkaian training yang ditujukan untuk membekali para bankirnya dengan kemampuan teknis mengenai UKM.

Contoh lain, sebuah perusahaan memiliki budaya perusahaan dimana salah satu elemen values yang ingin dikembangkan adalah customer focus. Berdasar hal ini maka pihak pengelola training bisa merancang program pelatihan customer service, dan mewajibkan segenap karyawan pada semua level untuk mengikuti program pelatihan ini.

Pelaksanaan kegiatan Training Need Analysis tentunya dilakukan demi mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun tujuan dari pelaksanaan kegiatan Training Need Analysis adalah sebagai informasi bahwa training adalah salah satu upaya peningkatan kompetensi dalam meningkatkan produktivitas kerja, sebagai data penetuan peserta training yang benar – benar tepat dan sesuai dengan kebutuhan, sebagai dasar dalam menyusun materi training, sehingga materi yang disampaikan berdampak pada peningkatan kompetensi yang benar – benar dibutuhkan, mengidentifikasi bahwa jenis training dan metode yang dipilih sesuai dengan tema atau materi training, memastikan bahwa penurunan kinerja atau pun masalah yang ada adalah disebabkan karena kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan sikap – sikap kerja, bukan oleh alasan – alasan lain yang tidak bisa diselesaikan melalui training, dan yang terakhir, sebagai dasar penyusunan anggaran training.

Dalam menyusun program training, penentuan peserta merupakan salah satu hal yang sangat penting. Penentuan peserta dalam hal ini termasuk juga fasilitator atau trainer dalam training tersebut. Hal ini dikatakan penting karena peserta akan sangat menentukan format training, memilih trainer yang tepat agar proses pembelajaran dapat tepat sasaran.  Dengan mengetahui peserta training maka perancang program dapat menentukan format yang tepat dalam training. Adapun format yang diinginkan apakah dengan menggunakan ruang kelas (classroom setting), belajar sendiri (self study), atau belajar dari pengalaman (experiental learning).

Selain itu, dengan mengetahui siapa saja peserta training yang ditunjuk, maka perancang program training  akan dapat menggali lebih jauh berbagai informasi, seperti : apa saja persyaratan minimal,  dalam hal ini, pendidikan, pengalaman dan ketrampilan yang harus dipenuhi oleh peserta training untuk dapat mengikuti training, apa dasar – dasar pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki peserta training, termasuk training apa saja yang pernah diikuti sebelumnya, apa saja persyaratan yang harus dipenuhi oleh trainer atau facilitator untuk dapat menyelenggarakan training, apakah akan menggunakan trainer dari dalam perusahaan atau menggunakan trainer dari luar, apa level jabatan peserta training serta jenis kompetensi apa yang harus ditingkatkan

Perlu dipahami juga, sekecil apapun kegiatan training pasti membutuhkan dana yang tidak sedikit. Karena itu sangatlah penting untuk menghitung untung rugi dari pelaksanaan suatu training. Dalam hal ini personil perancang program training harus mengumpulkan berbagai informasi yang menyangkut hal – hal seperti : biaya apa saja yang harus dikeluarkan untuk peserta training maupun trainer, apa keuntungan yang akan diperoleh dari training tersebut dan berapa lama hal itu bisa dicapai, apakah biaya training masih sesuai dengan budget yang ada, dan sebagainya. Salah satu cara yang cukup populer untuk menghitung untung rugi suatu training adalah dengan menentukan Return On Investment (ROI).

Pelaksanaan kegiatan Training Need Analysis  ini dapat direalisasikan dengan menggunakan metode –metode yang tepat sesuai dengan kondisi maupun budaya organisasi atau perusahaan. Dalam memilih metode yang tepat sasaran, maka wajib melihat  terlebih dahulu sumber data yang ingin diperoleh. Adapun sumber data tersebut adalah diperoleh  melalui  riset atau survey, penilaian kinerja (performance appraisal), perencanaan karir karyawan, perubahan prosedur kerja dan perkembangan teknologi, yang terakhir, perencanaan sumber daya manusia. Selanjutnya,  sesudah mempertimbangakan sumber data yang telah ditentukan, maka pelaksana Training Need Analysis  dapat memilih metode pengumpulan data. Adapun metode yang umum digunakan adalah melalui kuesioner, observasi, wawancara, focus group, pertemuan rutin, mempelajari data perusahaan, mempelajari uraian jabatan serta membentuk kelompok pakar atau penasehat.

Mengingat bahwa hal – hal yang mempengaruhi kinerja sumber daya manusia maupun perusahaan secara keseluruhan tidak hanya ditentukan oleh training, maka si perancang training harus benar – benar dapat memastikan bahwa ia mendapatkan dukungan dari berbagai pihak di dalam perusahaan. Dukungan tersebut adalah berupa komitmen dari para manager atau supervisor untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi para peserta training untuk dapat menerapkan apa yang telah mereka pelajari selama mengikuti training. Suasana kondusif tersebut misalnya: menempatkan sumber daya manusia pada jabatan yang sesuai dengan kompetensinya, memberikan feedback tentang kinerja sumber daya manusia secara periodik, mendengarkan keluhan dan masalah yang dihadapi sumber daya manusia dalam menerapkan apa yang telah dipelajari, memberikan reward  bagi k sumber daya manusia yang berhasil memenuhi standar kinerja yang diharapkan, menegur atau memberikan sanksi kepada sumber daya manusia yang tidak menunjukkan kinerja yang optimal, dan sebagainya.

Komitmen  tersebut  amat penting diperoleh mengingat bahwa training  bukanlah sarana yang tepat untuk mengendalikan hal – hal yang tidak memiliki hubungan dengan pengetahuan dan ketrampilan. Dengan kata lain training hanyalah merupakan sarana yang berguna untuk menghilangkan atau mengurangi adanya kesenjangan antara pengetahuan dan ketrampilan yang ada dengan yang diharapkan. Training tidak bisa dengan mudah dianggap sebagai sarana untuk mengurangi tingkat ketidakhadiran pegawai, mengatasi PHK atau perampingan perusahaan, meningkatkan gaji dan menciptakan motivasi kerja pegawai di lapangan. Pelatihan juga tidak akan serta merta melahirkan standar kinerja yang diharapkan jika di tempat kerja sehari – hari tidak ada kriteria penilaian tentang standar kinerja tersebut.

Selain itu training tidak bisa menggantikan peran manager ataupun supervisor dalam memberikan feedback kepada bawahannya. Oleh karena itu, dalam analisis kebutuhan training si perancang program harus dapat memastikan bahwa training  tidak akan disalahgunakan oleh pihak manajemen atau pun para manager  serta supervisor untuk melepaskan tanggungjawab atas ketidakberhasilan mereka dalam mengatasi permasalahan yang ada. Sebaliknya training harus dipandang sebagai sarana pendukung bagi keberhasilan pihak manajemen atau para manager dan supervisor dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka. Tanpa adanya komitmen yang sungguh – sungguh dari pihak manajemen atau para manager dan supervisor maka dapat dipastikan bahwa training  ini hanya akan berjalan sukses di ruang kelas atau tempat pelaksanaan training saja.

Dengan mempertimbangkan uraian diatas, maka pelaksanaan training diharapkan berjalan sukses, artinya tidak menjadi program yang pragmatis. Pelaksanaan training yang ideal memang perlu adanya persiapan berupa analisa kebutuhan pelatihan agar berjalan sistematis, terukur, dan menjadi program yang memberikan kontribusi pada organisasi atau perusahaan. Dengan training yang sistematis tersebut maka proses pencapaian visi perusahaan niscaya akan terus meningkat karena kesenjangan kompetensi akan terus bergerak kearah kinerja yang diharapkan, sekaligus menghindari pelaksanaan kegiatan training yang tidak diperlukan.

Semoga bermanfaat.